Hikmah BULAN GUS DUR

Gus Dur dan Habib Saggaf yang Mencium Tangannya

Ahad, 9 Desember 2018 | 22:00 WIB

Gus Dur dan Habib Saggaf yang Mencium Tangannya

Habib Saggaf dan Gus Dur (via istimewa)

Tradisi mulia berupa cium tangan di antara orang-orang shaleh kerap terlihat ketika mereka bertemu. Pemandangan penuh takdzim di antaranya terlihat ketika dua tokoh berpengaruh KH Abdurrahman Wahid dan Habib Saggaf bin Mahdi Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat bertemu dalam sebuah perhelatan yang dihadiri banyak orang.

Kedua tokoh yang bersahabat baik ini memang sudah menjalin keakraban. Keakraban tersebut membuat pribadi Habib Parung (sebutan Gus Dur untuk Habib Saggaf) banyak belajar dari gerakan, pemikiran, dan pengabdian Gus Dur terhadap kemanusiaan, bangsa, dan negara. Hal ini terbukti ketika Habib Parung juga bersahabat baik dengan siapa pun, baik dari kalangan Muslim dan non-Muslim.

Dalam buku Gus! Sketsa Seorang Guru Bangsa yang dieditori oleh Alamsyah M. Djafar dan Wiwit R. Fatkhurrahman (2017), Habib Saggaf bin Mahdi berupaya menarik sanad atau geneologi interaksi keluarganya dengan kakek dan orang tua Gus Dur, KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahid Hasyim.

“Bisa mengenal sosok ini (Gus Dur) tentu saya sangat bersyukur. Sungguh saya merasa cocok berteman dengan pria kelahiran Jombang ini. Dia adalah guru bangsa sekaligus guru saya juga,” kata Habib Saggaf.

Seorang saudara dari nenek Habib Saggaf, Syekh Muhammad bin Ali al-Musalli mempunyai kisah khusus dengan kakek Gus Dur, KH Hasyim Asy’ari, sang pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Menurut keterangan Habib Saggaf, ternyata Syekh Muhammad pernah belajar di Jombang, berguru kepada Kiai Hasyim Asy’ari.

Dari proses ngaji kepada Kiai Hasyim Asy’ari, Syekh Muhammad mendapatkan amalan berupa Suratul Fatihah kemudian amalan tersebut diturunkan ke Habib Saggaf dan anaknya yang kala itu masih berumur 13 tahun.

Setiap hari Habib Saggaf membacakan amalan tersebut bersama anak Syekh Muhammad yang merupakan besannya. Amalan tersebut dibaca di musholla kecil di Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), tempat kelahiran Habib Saggaf.

Dari ijazah berupa amalan tersebut, Habib Saggaf sudah menganggap Kiai Hasyim Asy’ari berikut keturunannya merupakan gurunya. Terlebih, Kiai Wahid Hasyim seringkali datang dan menginap di rumah Syekh Muhammad di Dompu.

Selama interkasinya dengan Gus Dur, Habib Saggaf tidak menyangkal bahwa putra sulung Kiai Wahid Hasyim tersebut memang salah seorang yang unik, bahkan sebagian orang menyebutnya aneh. Menurut Habib Saggaf, orang berbicara aneh tentang Gus Dur karena mereka melihatnya sepintas, tanpa melakukan pengamatan lebih dekat terhadap sejatinya Gus Dur.

Menurut cerita Habib Saggaf dalam buku yang sama, sekitar tahun 2006 Gus Dur divonis mengalami gangguan ginjal sehingga harus menjalani cuci darah secara rutin. Kali pertama menjalani cuci darah keluarga sempat menjemput Habib Saggaf di Parung demi membujuk Gus Dur yang ‘bandel' tak mau menjalani cuci darah.

"Habib, saya minta tolong untuk menasehati Gus Dur," kata Habib Saggaf menirukan permohonan Yenny Wahid, putri kedua Gus Dur. Permintaan tersebut diamini Habib Saggaf. Ia lalu datang ke rumah Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan.

Anehnya, belum sempat mengutarakan niatnya membujuk, Gus Dur malah sudah tahu kalau salah satu misi Habib Saggaf adalah membujuk dirinya agar mau cuci darah. Tapi bujukan Habib akhirnya berhasil. Gus Dur pun mau menjalani cuci darah.

Hubungan Habib Saggaf dan Gus Dur makin dekat menjelang Muktamar Luar Biasa PKB di pesantrennya, Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung. Bahkan ketika terjadi konflik internal PKB, Gus Dur sempat meminta saran pendapat Habib Parung, perihal perlu tidaknya PKB di bubarkan.

Habib yang sempat berguru ke Masjid Sayyidina Abbas di Aljazair dan I'tikaf di Makkah selama lima tahun itu menyarankan ke Gus Dur saat itu untuk jangan membubarkan PKB. (Fathoni)