Di antara informasi yang sering disebar menjelang bulan Ramadhan ini adalah seputar keutamaan bulan Rajab. Ada banyak hadits disebarkan dengan tujuan untuk memotivasi orang memperbanyak ibadah puasa pada bulan Rajab.
Meskipun tujuan penyebaran informasi itu bagus, tapi sebagian orang ada juga yang mempermasalahkan hal itu karena memang kebanyakan hadits yang disebarkan melalui media sosial soal keutamaan Rajab adalah hadits yang bermasalah.
Hadits seputar keutamaan bulan Rajab ini sudah pernah dikaji oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Hasil kajiannya itu ditulis dalam kitab berjudul Tabyinul ‘Ajab bi Ma Warada fi Fadhli Rajab. Dalam kitab itu ia berkata:
Artinya, “Tidak ada hadits shahih yang bisa dijadikan hujjah terkait keutamaan Rajab, puasa Rajab, atau puasa di hari tertentu di bulan Rajab, serta beribadah pada malam tertentu di bulan Rajab. Sebelumnya sudah ada yang melakukan kajian ini, yaitu Imam Abu Ismail Al-Harawi Al-Hafidz. Meskipun demikian, sesungguhnya para ulama membolehkan mengamalkan hadits tentang fadhilah amal, walaupun kualitasnya lemah, selama tidak maudhu’.”
Ibnu Hajar mengakui bahwa belum ditemukan dalil shahih dan spesifik terkait keutamaan bulan Rajab atau dalil khusus yang menyatakan keutamaan puasa di bulan Rajab. Namun dengan tidak adanya dalil shahih yang spesifik itu bukan berati puasa Rajab tidak boleh. Maksudnya bukan demikian.
Sebab dalam kajian hadits sendiri, beramal dengan hadits dhaif dibolehkan selama tidak berkaitan dengan akidah dan kualitas haditsnya tidak terlalu lemah. Apalagi dalam persoalan puasa Rajab, sebetulnya ada hadits shahih yang menjadi landasan kebolehan puasa Rajab.
Misalnya, dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa ada sahabat yang bertanya kepada Sa’id Ibnu Jubair terkait puasa Rajab. Said menjawab, “Saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW berpuasa (berturut-turut) hingga kami menduga Rasulullah SAW selalu berpuasa, dan ia tidak puasa (berturut-turut) sampai kami menduga ia tidak puasa,” (HR Muslim).
Kemudian dalam riwayat lain adalah hadits riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i, Al-Baihaqai, dan lain-lain yang menyebutkan bahwa Nabi memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk berpuasa pada bulan-bulan mulia (asyhurul hurum). Sementara salah satu dari empat bulan yang dimuliakan dalam Islam adalah bulan Rajab.
Jadi dengan banyaknya beredar hadits dhaif tentang keutamaan Rajab bukan berati memperbanyak amalan pada bulan itu tidak dibolehkan, karena hadits dhaif itu sendiri masih boleh diamalkan dengan syarat tidak berkaitan dengan akidah dan kelemahannya tidak terlalu parah.
Selain itu juga masih ada riwayat lain yang shahih menyebut Nabi pernah mengerjakan puasa di bulan Rajab dan memerintahkan sahabat puasa di bulan yang mulia. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)
Terpopuler
1
Khutbah Idul Fitri 1446 H: Kembali Suci dengan Ampunan Ilahi dan Silaturahmi
2
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Istri, Anak, Keluarga, hingga Orang Lain, Dilengkapi Latin dan Terjemah
3
Habis RUU TNI Terbitlah RUU Polri, Gerakan Rakyat Diprediksi akan Makin Masif
4
Kultum Ramadhan: Mari Perbanyak Istighfar dan Memohon Ampun
5
Fatwa Larangan Buku Ahmet T. Kuru di Malaysia, Bukti Nyata Otoritarianisme Ulama-Negara?
6
Gus Dur Berhasil Perkuat Supremasi Sipil, Kini TNI/Polri Bebas di Ranah Sipil
Terkini
Lihat Semua