Ahmad Maimun Nafis
Kolomnis
Pernahkah Anda mendengar seseorang bercanda hingga melampaui batas, menyakiti perasaan orang lain, atau bahkan berbohong hanya demi tawa?
Fenomena ini sering kali dianggap remeh, padahal Islam memberikan perhatian besar terhadap etika dalam bercanda. Humor memang bisa mempererat hubungan, tetapi jika tidak dikendalikan, ia dapat menjadi pintu bagi keretakan hubungan, hilangnya kehormatan, bahkan mematikan hati.
Lalu, bagaimana sebenarnya Islam memandang humor?
Tidak Berlebihan
Rasulullah saw memberikan contoh humor yang ringan namun penuh hikmah. Beliau pernah berkata kepada seorang sahabat, "يَا ذَا الْأُذُنَيْنِ", 'Wahai orang yang memiliki dua telinga'. (HR Abu Dawud).
Contoh lainnya adalah ketika Rasulullah saw berkata kepada seorang nenek tua, "Tidak ada orang tua yang masuk surga". Kemudian beliau membaca ayat:
إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً * فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا
Artinya, "Sungguh, Kami menciptakan mereka (bidadari) secara langsung, dan Kami jadikan mereka perawan-perawan.” (QS Al-Waqi’ah: 35-36).
Beliau dengan bijak memberikan pemahaman bahwa di surga para penghuninya akan diciptakan kembali dalam keadaan muda dan sempurna. Candaan ini menghibur sekaligus menyampaikan kabar gembira dengan cara yang penuh hikmah.
Namun demikian, Islam melarang humor yang berlebihan atau dilakukan terus-menerus. Imam Al-Ghazali berkata:
فَاعْلَمْ أَنَّ الْمَنْهِيَّ عَنْهُ الْإِفْرَاطُ فِيهِ أَوْ الْمُدَاوَمَةُ عَلَيْهِ، أَمَّا الْمُدَاوَمَةُ فَلِأَنَّهُ اشْتِغَالٌ بِاللَّعِبِ وَالْهَزْلِ، وَاللَّعِبُ مُبَاحٌ، وَلَكِنَّ الْمُوَاظَبَةَ عَلَيْهِ مَذْمُومَةٌ، وَأَمَّا الْإِفْرَاطُ فِيهِ فَإِنَّهُ يُورِثُ كَثْرَةَ الضَّحِكِ، وَكَثْرَةُ الضَّحِكِ تُـمِيتُ الْقَلْبَ، وَتُورِثُ الضَّغِينَةَ فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ، وَتَسْقُطُ الْمَهَابَةَ وَالْوَقَارَ، فَمَا يَخْلُو عَنْ هَذِهِ الْأُمُورِ فَلَا يُذَمُّ
Artinya, "Ketahuilah bahwa yang dilarang adalah berlebihan dalam humor atau melakukannya terus-menerus. Humor memang mubah, tetapi jika terus-menerus, itu tercela. Sedangkan berlebihan dapat menyebabkan banyak tertawa, yang akhirnya mematikan hati, menimbulkan permusuhan, dan menghilangkan wibawa serta kehormatan. Humor yang terhindar dari hal-hal ini tidaklah tercela." (Ihya’ ‘Ulumid Din, [Beirut: Darul Ma‘rifah], juz III, halaman 127).
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin sering menjumpai orang yang menjadikan humor sebagai kebiasaan tanpa kendali. Melalui penjelasan Al-Ghazali kita bisa memahami, terlalu banyak bercanda dan tertawa bisa mematikan hati, membuat orang kehilangan kepekaan terhadap dosa, dan bahkan mengurangi rasa hormat orang lain terhadap dirinya.
Tidak Menyakiti Orang Lain
Islam sangat melarang humor yang melukai perasaan orang lain. Rasulullah saw bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يُخْذِلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ
Artinya, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak boleh menzalimi, menghinakan, atau meremehkannya." (HR Muslim).
Refleksi dari sabda ini bisa kita lihat dalam kehidupan Rasulullah saw. Beliau selalu menjaga kata-katanya agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Bahkan dalam momen bercanda sekalipun, beliau memastikan tidak ada hati yang terluka.
Allah saw juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka lebih baik daripada mereka." (QS Al-Hujurat: 11).
Ayat ini mengingatkan kita bahwa merendahkan atau mengejek orang lain adalah perbuatan yang dilarang keras. Ibnu Katsir menafsirkan ayat:
وَالْمُرَادُ مِنْ ذَلِكَ احْتِقَارُهُمْ وَاسْتِصْغَارُهُمْ وَالِاسْتِهْزَاءُ بِهِمْ، وَهَذَا حَرَامٌ، وَيُعَدُّ مِنْ صِفَاتِ الْمُنَافِقِينَ
Artinya, "Yang dimaksud adalah merendahkan, memperkecil, dan mengejek mereka. Hal ini diharamkan dan termasuk sifat-sifat orang munafik." (Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, [Beirut: Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 1419 H], juz III, halaman 351).
Dalam kehidupan modern, mungkin kita melihat humor yang menjadikan kelemahan fisik, kekurangan, atau kesalahan seseorang sebagai bahan olokan. Islam, melalui ayat tersebut, jelas melarang candaan semacam ini karena merusak kehormatan dan menyakiti hati.
Humor yang sesuai syariat dapat menjadi sarana menyegarkan hati dan mempererat hubungan sosial. Namun, humor harus terjaga dari berlebihan, kebohongan, atau melukai perasaan orang lain. Dengan meneladani humor Rasulullah saw kita dapat menjadikan candaan sebagai sarana kebaikan dan dakwah.
Ustadz Ahmad Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan, Sumenep.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua