Ilmu Hadits

Ini Hadits yang Pertama Kali Dipelajari Kalangan Muhadditsin

NU Online  ยท  Senin, 25 Maret 2019 | 23:00 WIB

Ini Hadits yang Pertama Kali Dipelajari Kalangan Muhadditsin

(Foto: @hamzetwasl.net)

Belajar hadits tidak bisa sembarangan. Selain dibutuhkan tuntunan guru yang kredibel di bidang ini, kajian ini juga harus berurutan sesuai tradisi yang dilakukan oleh para ahli hadits.

Belajar hadits juga tidak bisa dilakukan dengan asal baca dan belajar dari terjemahnya. Selain bisa menimbulkan kesalahpahaman dalam memahami hadits, praktik ini juga dapat berujung pada diskriminasi kelompok yang dianggap tidak sesuai dengan isi hadits.

Salah satu upaya ulama dalam membuat semacam tuntunan dan mentradisikan tuntunan tersebut adalah mengawali belajar dan mengajari hadits dengan hadits yang biasa disebut Musalsal bil awwaliyah.

Dalam istilah ilmu hadits, musalsal adalah hadits yang disampaikan para perawi secara berurutan dan sama dalam keadaan dan situasi tertentu, baik secara perbuatan maupun perkataan.

ู‡ูˆ ุชุชุงุจุน ุฑุฌุงู„ ุฅุณู†ุงุฏู‡ ุนู„ู‰ ุตูุฉ ุฃูˆุญุงู„ุฉ ู„ู„ุฑูˆุงุฉ ุชุงุฑุฉุŒ ูˆู„ู„ุฑูˆุงูŠุฉ ุชุงุฑุฉ ุฃุฎุฑู‰

Artinya, โ€œHadits Musalsal adalah hadits yang disampaikan para perawi secara berurutan dan sama dalam sifat dan keadaan tertentu, baik terkadang terdapat pada periwayatnya maupun dalam riwayat haditsnya sendiri,โ€ (Lihat Mahmud At-Thahhan, Taysฤซru Musแนญalฤแธฅil แธคadฤซts, [Riyadh, Maktabah Maสฝฤrif: 2004 M], halaman 229).

Dalam definisi yang lebih mudah, Imam Al-Bayquni dalam Nazam-nya menjelaskan:

ู…ูุณูŽู„ู’ุณูŽู„ูŒ ู‚ูู„ู’ ู…ุง ุนูŽู„ู‰ ูˆูŽุตูู ุฃุชูŽู‰ ... ู…ุซู„ู: ุฃู…ุง ูˆุงู„ู„ู‡ ุฃู†ุจูŽุฃู†ูŠ ุงู„ููŽุชู‰
ูƒุฐุงูƒูŽ ู‚ุฏู’ ุญุฏูŽุซูŽู†ูŠู‡ ู‚ุงุฆู…ุง ... ุฃูˆ ุจุนุฏูŽ ุฃู† ุญุฏูŽู‘ุซูŽู†ููŠ ุชูŽุจูŽุณูŽู‘ู…ูŽุง

Artinya, โ€œHaditsย  Musalsal adalah hadits yang diriwayatkan dengan menyertakan sifat (yang selalu sama) seperti perkataan perawi โ€˜Ketahuilah, Demi Allah telah memberitahuku oleh seorang pemuda.โ€™ Begitu juga seperti โ€˜Si Fulan Telah bercerita kepadaku sambil berdiriโ€™ atau โ€˜setelah bercerita kepadaku, ia tersenyum.โ€™โ€

Dari definisi ini menunjukkan bahwa secara mudah musalsal adalah sifat atau ucapan yang selalu diucapkan seorang perawi sebelum meriwayatkan sebuah hadits.

Adapun musalsal bil awwaliyah adalah hadits yang selalu disisipkan oleh para ahli hadits sebelum mulai mengajar atau belajar hadits. Hal itu ditradisikan hingga para murid-murid di bawahnya.

Hadits musalsal bil awwaliyah yang terkenal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi berikut.

ุงู„ุฑู‘ูŽุงุญูู…ููˆู†ูŽ ูŠูŽุฑู’ุญูŽู…ูู‡ูู…ู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ุŒ ุงุฑู’ุญูŽู…ููˆุง ู…ูŽู†ู’ ูููŠ ุงู„ุฃูŽุฑู’ุถู ูŠูŽุฑู’ุญูŽู…ู’ูƒูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ูููŠ ุงู„ุณู‘ูŽู…ูŽุงุกู

Artinya, โ€œOrang-orang yang suka mengasihi (sesamanya) akan dikasihi oleh Zat Yang Maha Pengasih. Maka kasihilah penghuni bumi, maka kalian akan dikasihi para penghuni langit,โ€ (Lihat Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz III, halaman 217).

Hadits ini biasanya diucapkan oleh seorang ahli hadits sebelum mengajar para muridnya. โ€œSaya telah mendengar dari fulan dan itu adalah hadits yang pertama kali didengar dari-nya (begitu seterusnya hingga sanad terakhir, baru kemudian menyebutkan hadits di atas).โ€ Setelah hadits tersebut disebutkan, baru seorang guru mengajarkan hadits-hadits yang lain.

Ini menunjukkan bahwa para ahli hadits memiliki komitmen untuk menjaga perdamaian di dunia. Hadits yang pertama kali diajarkan adalah hadits tentang kasih sayang, bukan hadits tentang akidah, fikih, dan lain sebagainya.

Ini adalah modal utama bagi setiap orang yang mengaku sebagi pembelajar hadits atau bahkan ahli hadits, yaitu mengasihi semua makhluk yang ada di bumi, karena jaminannya jelas, dikasihi oleh Allah dan para makhluk yang ada di langit.

Al-Mubarakfuri menjelaskan bahwa yang dimaksud โ€˜penghuni bumiโ€™ dalam hadits musalsal bil awwaliyah tersebut adalah semua makhluk Allah yang ada di bumi, baik orang yang baik maupun buruk perangainya, hewan-hewan dan makhluk ciptaan Allah SWT yang lain.

ุฃุชูŠ ุจุตูŠุบุฉ ุงู„ุนู…ูˆู… ู„ูŠุดู…ู„ ุฌู…ูŠุน ุฃุตู†ุงู ุงู„ุฎู„ู‚ ููŠุฑุญู… ุงู„ุจุฑ ูˆุงู„ูุงุฌุฑ ูˆุงู„ู†ุงุทู‚ ูˆุงู„ุจู‡ู… ูˆุงู„ูˆุญูˆุด ูˆุงู„ุทูŠุฑ ุงู†ุชู‡ู‰ ูˆููŠู‡
ุฅุดุงุฑุฉ ุฅู„ู‰ ุฃู† ุฅูŠุฑุงุฏ ู…ู† ู„ุชุบู„ูŠุจ ุฐูˆูŠ ุงู„ุนู‚ูˆู„ ู„ุดุฑูู‡ู… ุนู„ู‰ ุบูŠุฑู‡ู…

Artinya, โ€œ(Kata โ€˜penghuni bumiโ€™ dalam hadits) disebutkan dengan sighat yang umum karena mencakup seluruh golongan makhluk. Maka kasihilah orang baik, penjahat, manusia, hewan, binatang yang liar, burung. Hal ini juga sebagai petunjuk bahwa keistimewaan manusia adalah ketika memulyakan makhluk ciptaan Allah yang lain,โ€ (Lihat Abdurrahmฤn Al-Mubarakfuri, Tuแธฅfatul Aแธฅwฤdzฤซ bi Syarแธฅi Jฤmiสฝit Tirmidzi, [Beirut, Darul Kutb: tanpa catatan tahun], juz XII, halaman 51).

Al-Munawi juga menjelaskan pemahaman hadits di atas dalam kitabnya Faidhul Qฤdir dengan mengutip qaul Al-Bลซni, bahwa orang yang mengaku rindu dengan rahmat Allah harus terlebih dahulu mengasihi para makhluk-Nya.

ู‚ุงู„ ุงู„ุนุงุฑูย  ุงู„ุจูˆู†ูŠ : ูุฅู† ูƒุงู† ู„ูƒ ุดูˆู‚ ุฅู„ู‰ ุฑุญู…ุฉ ู…ู† ุงู„ู„ู‡ ููƒู† ุฑุญูŠู…ุง ู„ู†ูุณูƒ ูˆู„ุบูŠุฑูƒ ูˆู„ุง ุชุณุชุจุฏ ุจุฎูŠุฑูƒ ูุงุฑุญู… ุงู„ุฌุงู‡ู„ ุจุนู„ู…ูƒ ูˆุงู„ุฐู„ูŠู„ ุจุฌุงู‡ูƒ ูˆุงู„ูู‚ูŠุฑ ุจู…ุงู„ูƒ ูˆุงู„ูƒุจูŠุฑ ูˆุงู„ุตุบูŠุฑ ุจุดูู‚ุชูƒ ูˆุฑุฃูุชูƒ ูˆุงู„ุนุตุงุฉ ุจุฏุนูˆุชูƒ ูˆุงู„ุจู‡ุงุฆู… ุจุนุทููƒ ูˆุฑูุน ุบุถุจูƒ ูุฃู‚ุฑุจ ุงู„ู†ุงุณ ู…ู† ุฑุญู…ุฉ ุงู„ู„ู‡ ุฃุฑุญู…ู‡ู… ู„ุฎู„ู‚ู‡

Artinya, โ€œAl-สฝArif Al-Bลซni berpendapat bahwa jika engkau mengaku rindu kepada rahmat Allah, maka kasihilah dirimu, orang lain, jangan hanya terbatas pada kebaikan untuk dirimu sendiri. Kasihilah orang yang bodoh dengan ilmumu, orang yang rendah dengan jabatanmu, orang yang fakir dengan hartamu, orang besar maupun kecil dengan belas kasih dan santunmu, orang yang bermaksiat dengan dakwahmu, hewan-hewan dengan belas kasih dan menghilangkan kemarahan atas hewan-hewan itu. Adapun orang yang paling dekat dengan rahmat Allah SWT adalah orang yang paling mengasihi makhluk-makhluk-Nya,โ€ (Lihat Abdurrauf Al-Munฤwฤซ, Faidhul Qadir Syarแธฅu Jฤmiสฝis แนขaghir, [Beirut, Daru Kutub Ilmiyah: 1994 M], juz XIV, halaman 105). Wallahu aโ€™lam.


(Muhammad Alvin Nur Choironi, pegiat kajian tafsir dan hadits, alumnus Pesantren Luhur Darus Sunnah).