Ilmu Hadits

Kajian Hadits: Maksud Dosa Dilipatgandakan Sepanjang Ramadhan

Ahad, 31 Maret 2024 | 17:00 WIB

Kajian Hadits: Maksud Dosa Dilipatgandakan Sepanjang Ramadhan

Dosa berlipat ganda di bulan Ramadhan Ramadhan. (NU Online).

Kajian mengenai keistimewaan Ramadhan menjadi tema yang banyak diminati kaum muslimin.Namun, alangkah baiknya jika pengetahuan tentang bulan suci ini tidak satu arah. Bukan hanya memahami besarnya pahala di bulan Ramadhan, namun juga mengetahui sebesar apa dosa yang dilakukan di bulan suci ini. Agar kita bukan hanya lebih giat dalam beribadah, namun juga lebih berhati-hati dalam berperilaku.
 

At-Thabarani dalam kitab Al-Mu'jamus Shaghir dan Al-Ausath meriwayatkan hadits tentang tema ini. Berikut penggalan sabda beliau saw:
 

اتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَاتُ
 

Artinya, "Berhati-hatilah di bulan Ramadhan, karena sesungguhnya pahala dilipatgandakan di bulan tersebut, begitu juga dosa." (HR. At-Thabarani). (Abul Qasim Sulaiman At-Thabarani, Al-Mu’jamul Ausath, [Kairo: Darul Haramain: 1995], juz IV, halaman 90).
 

Sanad Hadits

Mengenai derajat validitas sanad hadits ini, belum ditemukan penilaian para ulama. Penulis baru menemukan dua ulama yang berkomentar tentang status hadits ini, yaitu Ibnu Rajab dalam Jami'ul 'Ulum wal Hikam dan Badruddin Al-'Aini dalam 'Umdatul Qari. Ibnu Rajab mengatakan:
 

وقد روي في حديثين مرفوعين أنَّ السيِّئاتِ تُضاعَفُ في رمضان، ولكن إسنادهما لا يصحُّ
 

Artinya, "Ada dua hadits tentang pelipatgandaan dosa di bulan Ramadhan, tetapi sanadnya tidak shahih."
 

Dalam catatan kaki, Dr Mahir Yasin sebagai editor (muhaqqiq) menyatakan, salah satu hadits yang dimaksud Ibnu Rajab adalah hadits riwayat At-Thabarani di atas. Sedangkan satu hadits yang lain tidak disebutkan.  (Ibnu Rajab, Jami'ul 'Ulum wal Hikam, [Damaskus, Dar Ibnu Katsir: 2008], halaman 759).
 

Al-'Aini dalam 'Umdatul Qari memberi penjelasan lebih spesifik:
 

وَفِي إِسْنَاده عِيسَى بن سُلَيْمَان أَبُو طيبَة الْجِرْجَانِيّ، ذكره ابْن حبَان فِي الثِّقَات، وَضَعفه ابْن معِين
 

Artinya, "Dalam sanadnya ada Isa bin Sulaiman, Ibnu Hibban menyebutnya dalam deretan rawi yang kredibel, sedangkan Ibnu Ma'in menilainya lemah."
(Badruddin Al-'Aini, 'Umdatul Qari, [Beirut, Darul Fikr], juz X, halaman 270).
 

Memang hadits di atas masih diperdebatkan kesahihannya, namun yang pasti disepakati adalah hadits di atas bukan hadits palsu. Karena muatan hadits tersebut bukan tentang halal-haram, maka tetap dapat digunakan.
 

Makna Hadits

Sebagaimana derajat validitasnya, makna hadits ini pun sangat jarang yang menjelaskannya, hadits tersebut memang dikutip banyak ulama, namun baru Ibnu Hajar Al-Haitami yang penulis temukan memberi penjelasan (syarah) secara langsung. Dalam Ithafu Ahlil Islam ia menjelaskan:
 

ينبغي حمل مضاعفة السيئات على عظم مقابلها دون الزيادة على كميتها، لقوله تعالى: فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا. وكذا يقال بمثل ذلك في السيئات في حرم مكة. وقول مجاهد وغيره رحمهم الله تعالى بمضاعفتها فيه، إن أرادوا به ما ذكرته كان قريبًا، أو زيادة كميتها على مائة ألف في مقابلة السيئة الواحدة كالحسنة، كان بعيدًا من ظواهر نصوص الكتاب والسُّنَّة
 

Artinya, "Pelipatgandaan dosa dalam hadits tersebut mestinya dipahami sebagai besarnya konsekuensi yang didapat, bukan berlipatgandanya jumlah dosa. Karena firman Allah swt: "Dia tidak dibalas kecuali seimbang dengan amal buruknya." (QS Ghafir: 40).
 

Begitu juga pemahaman ini berlaku dalam hadits tentang dosa yang dilakukan di Makkah. Pendapat Mujahid dan ulama lain yang mengatakan dosa dapat berlipat ganda, jika yang dimaksud adalah seperti yang aku jelaskan, maka benar.
 

Namun jika yang dimaksud adalah berlipatgandanya jumlah dosa hingga 100.000 kali lipat untuk satu perbuatan dosa sebagaimana berlipatgandanya pahala, maka pemahaman ini jauh dari kebenaran. Berdasarkan dzahirnya dalil Al-Quran dan hadits". (Ahmad Ibnu Hajar, Ithafu Ahlil Islam, [Beirut, Mu'assasatul Kutubits Tsaqafiyyah: 1990], halaman 52).
 

Menurut Ibnu Hajar satu dosa yang dilakukan di bulan Ramadhan tetap terhitung satu, tidak berlipat ganda sebagaimana pahala. Namun konsekuensi atau kualitas dosa yang didapat lebih besar.
 

Konsekuensi ini ada yang bersifat duniawi sebagaimana berhubungan badan di siang hari bulan Ramadhan yang berkonsekuensi membayar kafarah. Ada pula yang bersifat ukhrawi. Dengan kata lain, dosa kecil yang dilakukan di bulan Ramadhan terhitung menjadi dosa besar, sehingga di akhirat kelak akan dibalas dengan balasan dosa besar.
 

Beberapa ulama seperti Ar-Rahibani dalam Mathalib Ulin Nuha, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad memang membahas tentang pelipatgandaan dosa, namun hanya secara umum, tidak spesifik menyebut Ramadhan.

Ada pula yang memberi penjelasan sama seperti Ibnu Hajar sebagaimana dikutip Ar-Rahibani dalam Mathalib-nya, namun dalam konteks pelipatgandaan dosa yang dilakukan di Makkah.
 

Sayyid Abdullah Al-Ghumari dalam Ghayatul Ihsan juga mengutip hadits riwayat At-Thabarani di atas dalam bab Mudha'afatul Hasanat was Sayyi'at fi Ramadhan (Pelipatgandaan Pahala dan Dosa di Bulan Ramadhan), namun tidak menjelaskan lebih lanjut maksud dari pelipatgandaan tersebut sebagaimana yang dilakukan Ibnu Hajar. 
 

Simpulan Kajian

Hanya Ibnu Hajar Al-Haitami yang penulis temukan menjelaskan maksud pelipatgandaan dosa di Bulan Ramadhan secara spesifik.
 

Menurutnya, pelipatgandaan dosa bukan bertambahnya jumlah dosa, melainkan kadar besar-kecilnya dosa seperti yang telah dijelaskan. Wallahu a'lam.
 

Ustadz Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo