Amien Nurhakim
Penulis
Suatu hari, ‘Abdullah bin Muhammad al-Hanafiyah bersama ayahnya mengunjungi kerabat mereka dari kalangan Anshar yang sedang sakit. Saat masuk waktu shalat, ayahnya memanggil seorang pelayan, “Tolong ambilkan air yang suci untuk berwudhu, supaya aku dapat melaksanakan shalat kemudian merasa tenang.”
Seketika, para kerabat yang hadir menatap ayahnya dengan tatapan yang bingung sekaligus mengingkari akan maksud ucapannya. Pasalnya, mereka baru mendengar perkataan tersebut.
Di sisi lain, seolah perkataan tersebut menandakan Muhammad bin al-Hanafiyah shalat untuk sekedar menggugurkan kewajiban saja. Ketika kewajiban telah selesai dilaksanakan, maka tidak ada lagi beban yang perlu dilaksanakan.
Melihat rang-orang di sekitarnya kebingungan, Muhammad bin al-Hanafiyah langsung mengklarifikasi, “Aku pernah mendengar hadits Nabi saw yang meminta Bilal untuk mengumandangkan azan dengan ucapan demikian, supaya beliau dapat shalat kemudian merasa tenang.”
Kisah pendek tersebut merupakan penggalan dari riwayat yang terdapat dalam Musnad Ahmad sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ دَخَلْتُ مَعَ أَبِي عَلَى صِهْرٍ لَنَا مِنْ الْأَنْصَارِ فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَقَالَ يَا جَارِيَةُ ائْتِينِي بِوَضُوءٍ لَعَلِّي أُصَلِّي فَأَسْتَرِيحَ فَرَآنَا أَنْكَرْنَا ذَاكَ عَلَيْهِ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قُمْ يَا بِلَالُ فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ
Artinya, “Dari Abdullah bin Muhammad bin al-Hanafiyah, ia berkata, ‘Aku masuk bersama ayahku menemui kerabat kami dari kalangan Anshar. Ketika waktu shalat tiba, ia berkata, ‘Wahai pelayan, bawakan aku air wudhu agar aku bisa shalat dan merasa tenang.’ Kami melihatnya dan merasa aneh dengan perkataannya itu, lalu ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Bangunlah, wahai Bilal, tenangkanlah kami dengan shalat’.” (Hadits riwayat Ahmad dalam Musnad-nya, [Beirut: Muassasatur Risalah, 1999], jilid XXXVIII, hal. 225).
Baca Juga
Posisi Istimewa Shalat dalam Islam
Jalaluddin as-Suyuthi menjelaskan bahwa shalat merupakan aktivitas untuk rehat dari kegiatan duniawi yang membuat hati menjadi sibuk dan tidak tenang. Shalat merupakan media untuk mengistirahatkan seorang muslim dari hingar bingar duniawi, karena di dalamnya terdapat munajat kepada Allah. (As-Suyuthi, Mirqatush Shu’ud ila Sunan Abi Dawud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 2012], jilid III, hal. 1265).
Ad-Dahwlawi mengutip al-Jazari dalam Lama’atut Tanqih menjelaskan lebih detail, yaitu ada dua pendapat tentang makna sabda Rasulullah saw di atas. Pertama, maknanya adalah perintah untuk Bilal agar mengumandangkan shalat agar merasa tenang setelah melaksanakannya, dengan demikian hati tidak lagi sibuk memikirkan kewajiban shalat.
Kedua, bahwa kesibukan Rasulullah saw dalam shalat adalah sumber ketenangan, karena beliau menganggap kegiatan lain sebagai urusan duniawi yang membebani, dan beliau merasa tenang dengan shalat karena dapat komunikasi dengan Allah. Oleh karena itu, Nabi saw pernah juga bersabda, “Dan jadikan kesenangan hatiku dalam shalat.”
Jika memerhatikan kembali pendapat pertama, ketenangan diperoleh melalui gugurnya kewajiban shalat. Terdapat indikasi bahwa shalat merupakan kewajiban yang memunculkan beban, sehingga kewajiban tersebut dilaksanakan hanya untuk membebaskan diri beban syariat.
Sementara pada makna kedua, ketenangan diperoleh melalui aktivitas spiritual di dalam shalat berupa komunikasi dengan Allah. Dalam konteks hadits di atas, tidak diragukan lagi bahwa makna kedua lebih sempurna dan sesuai dengan keadaan Rasulullah saw. (Ad-Dahlawi, Lama’atut Tanqih syarh Misykatil Mashabih, [Damaskus: Darun Nawadir, 2014] jilid III, hal. 359).
Shalat merupakan salah satu ibadah utama dalam Islam yang memiliki peran penting dalam menenangkan jiwa dan hati. Sebagai kewajiban harian, shalat tidak hanya sekadar ritual fisik, tetapi juga menjadi sarana komunikasi langsung antara hamba dan Tuhannya.
Dalam keheningan shalat, seorang muslim diajak untuk merenung, memohon ampunan, serta memperkuat ketenangan batin. Dengan melaksanakan shalat secara khusyuk, seorang muslim dapat menemukan ketenangan yang sejati, membebaskan diri dari stres dan tekanan kehidupan sehari-hari.
Apabila shalat sudah menjadi aktivitas yang merehatkan jiwa dan raga, tidak menutup kemungkinan bahwa seorang muslim akan mendapat kemuliaan di sisi Allah dan Rasul-nya, sebagaimana Rasulullah saw sebut dalam sebuah hadits:
إِنَّ أَغْبَطَ أَوْلِيَائِي عِنْدِي لَمُؤْمِنٌ خَفِيفُ الْحَاذِ ذُو حَظٍّ مِنْ الصَّلَاةِ أَحْسَنَ عِبَادَةَ رَبِّهِ وَأَطَاعَهُ فِي السِّرِّ وَكَانَ غَامِضًا فِي النَّاسِ لَا يُشَارُ إِلَيْهِ بِالْأَصَابِعِ وَكَانَ رِزْقُهُ كَفَافًا فَصَبَرَ عَلَى ذَلِكَ
Artinya, “Sesungguhnya wali-wali yang terbaik menurutku adalah orang beriman yang sederhana, memiliki porsi besar dalam shalat, menyembah Rabbnya dengan baik, menaati-Nya saat sepi, tidak dikenali banyak orang dan orang-orang tidak begitu tertuju padanya, rejekinya pas-pasan, kemudian ia bersabar atas kondisinya.” (HR At-Tirmidzi).
Menurut al-Munawi, makna ‘memiliki porsi besar’ dalam hadits di atas adalah banyaknya shalat sunnah yang dilaksanakan, seperti shalat tahajud dan lain-lain. Atau juga maknanya adalah seseorang yang telah tenggelam dalam pengalaman spiritual dalam shalat sehingga mendapatkan ketenangan. (Al-Munawi, Faydhul Qadir, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994], jilid VIII, hal. 36).
Dalam kehidupan yang penuh dengan hiruk-pikuk dan tekanan, shalat menjadi penawar yang mendalam bagi jiwa dan hati. Sebagai ibadah utama dalam Islam, shalat tidak hanya menjadi kewajiban ritual, tetapi juga menjadi momen istimewa untuk berkomunikasi dengan Allah SWT.
Dengan mengamalkan shalat dengan penuh kekhusyukan, seorang muslim tidak hanya memenuhi kewajiban agamanya, tetapi juga mendapatkan ketenangan dan kedamaian batin, serta mendekatkan diri kepada Allah. Wallahu a’lam
Amien Nurhakim, Penulis Keislaman dan Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas PTIQ Jakarta.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua