Kebrobrokan Bathin Merusak Urusan Dhahir
NU Online · Kamis, 16 Mei 2013 | 05:01 WIB
Rasulullah saw pernah bersabda قَالَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ : ثَلاثٌ Ù…ÙهْلÙكَاتٌ Ø´ÙØÙŒÙ‘ Ù…ÙØ·ÙŽØ§Ø¹ÙŒ ØŒ وَهَوًى Ù…ÙØªÙŽÙ‘بَعٌ ØŒ ÙˆÙŽØ¥ÙØ¹Ù’جَاب٠الْمَرْء٠بنÙْسÙÙ‡Ù “Tiga perkara yang merusak yaitu, menuruti kebakhilan, mengikuti hawa nafsu dan megagumi diri sendiri”. Sesungguhnya ketiga perkara itu adalah urusan bathiniyah tetapi jika dibiarkan ketiganya dapat merusak urusan lahiriyah, mulai dari merusak tatanan keluarga, budaya hingga tataran ekonomi.<>
إن الØÙ…د لله الذى أرسل رسوله بالهدى ودين الØÙ‚ ليظهره على الدين كله. أرسله بشيرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا. أشهد ان لا اله الا الله ÙˆØØ¯Ù‡ لا شريك له. شهادة اعدها للقائه ذخرأ. واشهد ان Ù…ØÙ…دا عبده Ùˆ رسوله. Ø§Ø±ÙØ¹ البرية قدرا. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا Ù…ØÙ…د وعلى أله ÙˆØ£ØµØØ§Ø¨Ù‡ وسلم تسليما كثيرا. أما بعد. Ùياأيها الناس اتقوالله ØÙ‚ تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون
Pada kesempatan ini pertama-tama khatib ingin mengajak diri sendiri dan jama’ah semua untuk meningkatkan taqwa. Sesungguhnya taqwa itu Bermuda dari mengihdar larang-larangannya. Seperti halnya menghindar berbagai keburukan yang yang dijabarkan dalam salah satu hadits pendek:
قَالَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ : ثَلاثٌ Ù…ÙهْلÙكَاتٌ Ø´ÙØÙŒÙ‘ Ù…ÙØ·ÙŽØ§Ø¹ÙŒ ØŒ وَهَوًى Ù…ÙØªÙŽÙ‘بَعٌ ØŒ ÙˆÙŽØ¥ÙØ¹Ù’جَاب٠الْمَرْء٠بنÙْسÙÙ‡Ù
Tiga perkara yang dapat merusak yaitu, menuruti kebakhilan, mengikuti hawa nafsu dan megagumi diri sendiri.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Jika kita baca sekilas saja, hadits ini seolah hanya berfungsi sebagai hadits motifasi, semacam golden ways, yang memebri tips bagaimana tata cara hidup yang sukses dan benar. Padahal tidak demikian, karena sesungguhnya teks ini adalah hadits Rasulullah saw yang kadar kebenarannya seratus persen. Hadits Rasulullah saw bukan sekedar motifasi yang member janji, tetapi hadits itu berbicara bukti.
Marilah kita ungkap bersama, bahwa ada tiga hal yang merusak hidup manusia yaitu menuruti kebakhilan, mengikuti hawa nafsu dan megagumi diri sendiri. Memang ketiga hal ini sangatlah bersifat bathiniah, karena ketiganya beroperasi dalam hati. Sehingga ketiganya sangat bersifat individualis dan sangat pribadi sekali.
Tetapi jika dibiarkan, ketiga masalah tersebut yang bathiniah dan privasi itu akan merusak tatanan dhahir dan social. Kita akan melihat bagaimana penyakit hati yang tersimpan rapat dan sangat rahasia ini dapat merusak kehidupan nyata, kehidupan bermasyarakat, bahkan juga berbangsa dan bernegara. Jika ketiga penyakit itu menjalar kesebagian besar bangsa ini, maka hadits ini akan berlaku bagi bangsa Indonesia.
Jama’ah Jum’ah yang Dirahmati Allah
Perkara pertama yang dapat merusak adalah شخ مطاع syukkhun mutha’un (kikir yang dituruti). Kata syukkun, meskipun memiliki padanan dalam bahasa Arab bakhil, tetapi kata syukhkhun menunjukkan tingkat kebakhilan yang lebih tinggi, tidak sekedar pelit atau kikir biasa. Karena jika bakhil itu bermakna orang yang mempertahankan miliknya jangan sampai kepada orang lain. Namun sykhkhun lebih dari itu, ia adalah orang yang memepertahakan dan tidak rela, kalau ada kenikmatan Allah swt yang diberikan kepada orang lain. Walaupun ia sadari bahwa rahmat dan nikmat itu milik Allah swt dan bukan miliknya.
Secara tidak langsung, sifat inilah akar dari sifat madzmumah yang terkenal dan berbahaya yaitu hasud. Hasud adalah perasaan iri dan dengki dengan kenikmatan dan rahmat yang diterima orang lain serta menginginkan rahmati itu berpindah kepadanya. Sungguh inilah karakter terburuk manusia. Kebrobrokan moral yang paling tinggi, dibandingkan dengan kenakalan remaja dan praktik kekerasan dimanapun juga. Karena tindak kekerasan hanyalah kembangan dari sifat hasud ini.
Karena itu pantaslah jika Rasulullah saw berpesan dengan sangat ‘mewanti-wanti’ dalam haditsnya:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال إياكم ÙˆØ§Ù„ØØ³Ø¯ ÙØ¥Ù† Ø§Ù„ØØ³Ø¯ يأكل Ø§Ù„ØØ³Ù†Ø§Øª كما تأكل النار Ø§Ù„ØØ·Ø¨
Jagalah dirimu dari hasud, akan hasud akan meruntuhkan amal kebajikan sebagaimana api membakar kayu bakar’
Meski demikian para Jama’ah yang berbahagia, karena begitu seringnya kita mendengar dan membaca hadits ini, sehingga telinga terasa familier dan hatipun tidak tergugah. Akibatnya seringkali kita menganggap hadits ini sebagai intimidasi tak berkelanjutan, atau sekedar surat peringatan yang tidak pernah ditindak lanjuti. Na’udzubillah min dzalik, sungguh itu bisikan syaitan yang terkutuk.
Andaikata syukhkhun yang mengembang menjadi hasud itu berdampak pada hilangnya amal baik, dan perkara amal itu urusan nanti diakhirat, terus dimanakah bahaya syukhkhun muthoun dalam kehidupan nyata ini? ada sebuah hadits tentang kekikiran yang sangat beroreintasi pada kehidupan bermasyarakat ijtimaiyyah yaitu
قال رسول الله صلى الله عليه وآله : السخي قريب من الله قريب من الناس ، قريب من الجنة ، والبخيل بعيد من الله بعيد من الناس قريب من النار
Bahwasannya Rasulullah saw bersabda: orang yang dermawan dekat dengan Allah swt, dekat dengan manusia dan dekat dengan surga. Sedangkan orang kikri itu jauh dari Allah, jauh dari manusia dan dekat dekat dengan neraka.
Pemahaman yang baik atas hadits ini adalah betapa ragam dalam kehidupan merupakan sunnatullah maka kaya-miskin, ada-tiada, adalah kenyataan. Dan semua itu dapat berjalan saling harmoni jika mereka yang kaya dan ada suka berbagi. Begitu pula sebaliknya, jika mereka kelompok yang kaya, yang mampu malah melakukan monopoli dan dominasi. Maka perputaran ekonomi tidak akan normal dan sehat lagi. Karena yang kaya akan makin kaya dan yang melarat akan tambah sekarat. Bukankah itu namanya sykhiyyun jika dia berekonomi dengan kaedah ‘memperoleh untung sebesar-besanya dengan modal sedikit-dikitnya?’
Bukankah ini yang terjadi dengan perekonomian di Negara kita. Ketika modal asing yang sangat kuat menggempur ekonomi mandiri masyarakat kecil dan menengah. Maka pemilik modal itulah yang sekarang menguasai pasar ekonomi negeri ini. Dengan berkedok investasi mereka ingin menguasai perdagangan dalam negeri dan anehnya mereka diberi jalan oleh penguasa atau pemerintah dengan dalih mengatur hajat-hidup bangsa ini.
Pertanyaannya kemuddian, bagaimanakah bisa para pejabat, penguasa dan pemerintah itu member jalan kepada para investor/pemilik modal dan para syakhiyyun itu?
Saudara-saudara Jama’ah Jum’ah yang dilindungi Allah swt. jawabnya ada dalam penyakit keduaوهوى متبع wa hawan muttaba’ (nafsu yang selalu dituruti). Nafsu atau kesenangan memang urusan pribadi, daftar keinginan dan kesenanga itu berderet dalam hati. Mungkin jika dituliskan dalam kertas akan menghabiskan berlembar-lembar.
Jika seseorang telah bertekad untuk menuruti segala keinginan memenuhi kesenangannya, maka apapun akan dilakukan. Tidak perduli kelakuannya akan mengorbankan masyarakat yang di dalam masyarakat itu ada keluarganya, ada orang-orang yang berjasa padanya. Inilah yang dalam Negara ini tergambar dalam tindakan korupsi.
Korupsi adalah contoh termudah dari penurutan hawa nafsu, nafsu memiliki rumah yang mewah-mewah, mobil baru-baru, dan perempuan canti-cantik. Maka ketika para syakhiyyun itu menawarkan kerja sama dengan keuntungan yang memikat dan para pemilik kebijakan menuruti hawa nafsunya, maka terjadilah tindak korupsi. Membeli Sapi dari luar negeri, membeli buah dari luar negeri, membeli kedelai dari luar negeri, member songkong dari luar negeri, membeli gula dari luar negeri. Semua dilakukan demi keuntungan pribadi, demi memenuhi keinginan pribadi tanpa merasa iba kepada petani sapi, petani bauah, petani singkong dan petani tebu. Bukankah ini merusak tatanankehidupan berbangsa dan bernegara.
Sekali lagi memang syakhiyy dan nafsu adalah masalah bathin adanya terselubung jauh dalam hati, tapi jika ia telah bergerak dan menguasai badan ini, ia mampu merusak tatanan kehidupan nyata, mengotak-ngoyak tatanan ekonomi riil dan mempercuram jenjang social kehidupan. Na’udzubillah min dzalik
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Katiga, adalah إعجاب المرء Ø¨Ù†ÙØ³Ù‡ I’jabul mar’I binafsih mengagumi diri sendiri yang terkenal dengan ‘ujub. ‘ujub adalah satu penyakit hati paling akut yang susah sekali mengobatinya. Dokter sekaliber apapun tidak sanggup mengobati. Pada praktiknya penyakit ini akan membawa penderita menganggap dirinya paling baik, paling pintar, paling cantik, paling berwibawa dan lain seterusnya.
Ingatkah kita dengan perkataan Iblis ketika diperintah untuk tunduk kepada Nabi Adam as. dalam al-A’raf 12 disebutkan:
قَالَ أَنَا خَيْرٌ Ù…Ùنْه٠خَلَقْتَنÙÙŠ Ù…Ùنْ نَار٠وَخَلَقْتَه٠مÙنْ Ø·ÙينÙ
Saya lebih baik dari padanya, Engkau ciptakan saya dari api sedangkan ia, Engkau ciptakan dari tanah
Biasanya ‘ujub akan melahirkan penyakit laian yaitu ‘thulul amal’ angan-angan yang panjang. Mereka yang merasa diri lebih dari orang lain selanjutnya akan mengangan-angan dalam lamuanan. “Karena aku orang paling berwibawa di kampung ini, maka jika ada pejabat datang pastilah nanti akan menemuiku, jika menemuiku pastilah aku jadi banyak relasi, jika banyak relasi, maka aku akan…” dan terus tidak ada ujungnya. Jika penyakit ini telah menyergap pada diri seseorang, maka ia akan menjadi serang penghayal yang malas untuk bertindak dan berkreasi, karena lamunan yang panjang. Seperti malasnya pemasang lotre menunggu nasib.
Maka sudah seharusnya, jika kita ingin menyelamatkan diri, keluarga, lingkungan bahkan juga bangsa tercinta ini, marilah kita bersama-sama berusaha dan melatih diri menghindari ketiga penyakit itu. Dan tidak lupa berdo’a kepada Allah swt agar memberikan petunjukNya mempermudah jalan kita menghindari dari penyakit tersebut. Bukankah sesungguhnya iman dan taqwa yang ada dalam diri kita merupakan anugrah dari-Nya?
Demikianlah khotbah Jum’ah kali ini, meskipun sekelumit semoga bermanfaat.
بَارَكَ الله٠لÙيْ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙƒÙمْ ÙÙيْ Ø§Ù’Ù„Ù‚ÙØ±Ù’آن٠اْلعَظÙيْم٠وَنَÙَعَنÙÙŠ وَإيَّاكÙمْ ÙØ¨Ù…َا ÙÙيْه٠مÙÙ†ÙŽ اْلآياَت٠وَالذكْر ÙØ§Ù„Ù’ØÙŽÙƒÙيْم٠وَتَقَبَّلَ Ù…ÙÙ†Ùّي ÙˆÙŽÙ…ÙنْكÙمْ تÙلاَوَتَه٠إنَّه٠هÙÙˆÙŽ السَّمÙيْع٠اْلعَلÙيْمÙ
Khutbah II
اَلْØÙŽÙ…ْد٠لله٠عَلىَ Ø§ÙØÙ’Ø³ÙŽØ§Ù†Ùه٠وَالشÙّكْر٠لَه٠عَلىَ تَوْÙÙيْقÙه٠وَاÙمْتÙنَانÙÙ‡Ù. وَاَشْهَد٠اَنْ لاَ اÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ اÙلاَّ الله٠وَالله٠وَØÙ’دَه٠لاَ شَرÙيْكَ لَه٠وَاَشْهَد٠اَنَّ سَيÙّدَنَا Ù…ÙØÙŽÙ…ÙŽÙ‘Ø¯Ù‹Ø§ عَبْدÙه٠وَرَسÙوْلÙه٠الدَّاعÙÙ‰ اÙلىَ Ø±ÙØ¶Ù’وَانÙÙ‡Ù. اللهÙÙ…ÙŽÙ‘ صَلÙÙ‘ عَلَى سَيÙّدÙنَا Ù…ÙØÙŽÙ…ÙŽÙ‘Ø¯Ù ÙˆÙØ¹ÙŽÙ„ÙŽÙ‰ اَلÙه٠وَاَصْØÙŽØ§Ø¨Ùه٠وَسَلÙّمْ تَسْلÙيْمًا ÙƒÙØ«ÙŠÙ’رًا
اَمَّا بَعْد٠Ùَياَ اَيÙّهَا Ø§Ù„Ù†ÙŽÙ‘Ø§Ø³Ù Ø§ÙØªÙŽÙ‘Ù‚Ùوااللهَ ÙÙيْمَا اَمَرَ وَانْتَهÙوْا عَمَّا Ù†ÙŽÙ‡ÙŽÙ‰ وَاعْلَمÙوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكÙمْ Ø¨ÙØ§ÙŽÙ…ْر٠بَدَأَ ÙÙيْه٠بÙÙ†ÙŽÙْسÙه٠وَثَـنَى بÙمَلآ ئÙكَتÙه٠بÙÙ‚ÙØ¯Ù’سÙه٠وَقَالَ تَعاَلَى اÙÙ†ÙŽÙ‘ اللهَ وَمَلآ ئÙÙƒÙŽØªÙŽÙ‡Ù ÙŠÙØµÙŽÙ„Ùّوْنَ عَلىَ النَّبÙÙ‰ يآ اَيÙّهَا الَّذÙيْنَ آمَنÙوْا صَلÙّوْا عَلَيْه٠وَسَلÙّمÙوْا تَسْلÙيْمًا. اللهÙÙ…ÙŽÙ‘ صَلÙÙ‘ عَلَى سَيÙّدÙنَا Ù…ÙØÙŽÙ…ÙŽÙ‘Ø¯Ù ØµÙŽÙ„ÙŽÙ‘Ù‰ الله٠عَلَيْه٠وَسَلÙّمْ وَعَلَى آل٠سَيÙّدÙناَ Ù…ÙØÙŽÙ…ÙŽÙ‘Ø¯Ù ÙˆÙŽØ¹ÙŽÙ„ÙŽÙ‰ اَنْبÙيآئÙÙƒÙŽ ÙˆÙŽØ±ÙØ³ÙÙ„ÙÙƒÙŽ وَمَلآئÙكَة٠اْلمÙقَرَّبÙيْنَ وَارْضَ اللّهÙÙ…ÙŽÙ‘ عَن٠اْلخÙÙ„ÙŽÙÙŽØ§Ø¡Ù Ø§Ù„Ø±ÙŽÙ‘Ø§Ø´ÙØ¯Ùيْنَ اَبÙÙ‰ بَكْرÙوَعÙÙ…ÙŽØ±ÙˆÙŽØ¹ÙØ«Ù’مَان وَعَلÙÙ‰ وَعَنْ بَقÙيَّة٠الصَّØÙŽØ§Ø¨ÙŽØ©Ù ÙˆÙŽØ§Ù„ØªÙŽÙ‘Ø§Ø¨ÙØ¹Ùيْنَ ÙˆÙŽØªÙŽØ§Ø¨ÙØ¹ÙÙŠ Ø§Ù„ØªÙŽÙ‘Ø§Ø¨ÙØ¹Ùيْنَ Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ Ø¨ÙØ§ÙØÙ’سَان٠اÙلَىيَوْم٠الدÙّيْن٠وَارْضَ عَنَّا مَعَهÙمْ Ø¨ÙØ±ÙŽØÙ’Ù…ÙŽØªÙÙƒÙŽ يَا اَرْØÙŽÙ…ÙŽ الرَّاØÙÙ…Ùيْنَ
اَللهÙÙ…ÙŽÙ‘ اغْÙÙØ±Ù’ Ù„ÙÙ„Ù’Ù…ÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†Ùيْنَ ÙˆÙŽØ§Ù’Ù„Ù…ÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†ÙŽØ§ØªÙ ÙˆÙŽØ§Ù’Ù„Ù…ÙØ³Ù’Ù„ÙÙ…Ùيْنَ ÙˆÙŽØ§Ù’Ù„Ù…ÙØ³Ù’Ù„Ùمَات٠اَلاَØÙ’يآء٠مÙنْهÙمْ وَاْلاَمْوَات٠اللهÙÙ…ÙŽÙ‘ Ø§ÙŽØ¹ÙØ²ÙŽÙ‘ Ø§Ù’Ù„Ø§ÙØ³Ù’لاَمَ ÙˆÙŽØ§Ù’Ù„Ù…ÙØ³Ù’Ù„ÙÙ…Ùيْنَ وَأَذÙÙ„ÙŽÙ‘ الشÙّرْكَ ÙˆÙŽØ§Ù’Ù„Ù…ÙØ´Ù’رÙÙƒÙيْنَ ÙˆÙŽØ§Ù†Ù’ØµÙØ±Ù’ Ø¹ÙØ¨ÙŽØ§Ø¯ÙŽÙƒÙŽ Ø§Ù’Ù„Ù…ÙÙˆÙŽØÙّدÙيَّةَ ÙˆÙŽØ§Ù†Ù’ØµÙØ±Ù’ مَنْ نَصَرَ الدÙّيْنَ وَاخْذÙلْ مَنْ خَذَلَ Ø§Ù’Ù„Ù…ÙØ³Ù’Ù„ÙÙ…Ùيْنَ ÙˆÙŽ دَمÙّرْ اَعْدَاءَالدÙّيْن٠وَاعْل٠كَلÙمَاتÙÙƒÙŽ اÙÙ„ÙŽÙ‰ يَوْمَ الدÙّيْنÙ. اللهÙÙ…ÙŽÙ‘ ادْÙَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزÙÙ„ÙŽ ÙˆÙŽØ§Ù’Ù„Ù…ÙØÙŽÙ†ÙŽ وَسÙوْءَ اْلÙÙØªÙ’Ù†ÙŽØ©Ù ÙˆÙŽØ§Ù’Ù„Ù…ÙØÙŽÙ†ÙŽ مَا ظَهَرَ Ù…Ùنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدÙنَا اÙنْدÙونÙيْسÙيَّا خآصَّةً ÙˆÙŽØ³ÙŽØ§Ø¦ÙØ±Ù اْلبÙÙ„Ù’Ø¯ÙŽØ§Ù†Ù Ø§Ù’Ù„Ù…ÙØ³Ù’Ù„ÙÙ…Ùيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمÙيْنَ. رَبَّنَا آتÙناَ ÙÙÙ‰ الدÙّنْيَا ØÙŽØ³ÙŽÙ†ÙŽØ©Ù‹ ÙˆÙŽÙÙÙ‰ Ø§Ù’Ù„Ø¢Ø®ÙØ±ÙŽØ©Ù ØÙŽØ³ÙŽÙ†ÙŽØ©Ù‹ ÙˆÙŽÙ‚Ùنَا عَذَابَ النَّارÙ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْÙÙØ³ÙŽÙ†ÙŽØ§ÙˆÙŽØ§Ùنْ لَمْ تَغْÙÙØ±Ù’ لَنَا وَتَرْØÙŽÙ…ْنَا Ù„ÙŽÙ†ÙŽÙƒÙوْنَنَّ Ù…ÙÙ†ÙŽ Ø§Ù’Ù„Ø®ÙŽØ§Ø³ÙØ±Ùيْنَ. Ø¹ÙØ¨ÙŽØ§Ø¯ÙŽØ§Ù„له٠! اÙÙ†ÙŽÙ‘ اللهَ ÙŠÙŽØ£Ù’Ù…ÙØ±Ùنَا Ø¨ÙØ§Ù’Ù„Ø¹ÙŽØ¯Ù’Ù„Ù ÙˆÙŽØ§Ù’Ù„Ø§ÙØÙ’Ø³ÙŽØ§Ù†Ù ÙˆÙŽØ¥Ùيْتآء٠ذÙÙ‰ Ø§Ù’Ù„Ù‚ÙØ±Ù’بىَ وَيَنْهَى عَن٠اْلÙÙŽØÙ’شآء٠وَاْلمÙنْكَر٠وَاْلبَغْي ÙŠÙŽØ¹ÙØ¸ÙÙƒÙمْ لَعَلَّكÙمْ تَذَكَّرÙوْنَ ÙˆÙŽØ§Ø°Ù’ÙƒÙØ±Ùوااللهَ اْلعَظÙيْمَ ÙŠÙŽØ°Ù’ÙƒÙØ±Ù’ÙƒÙمْ ÙˆÙŽØ§Ø´Ù’ÙƒÙØ±Ùوْه٠عَلىَ Ù†ÙØ¹ÙŽÙ…ÙÙ‡Ù ÙŠÙŽØ²ÙØ¯Ù’ÙƒÙمْ وَلَذÙكْر٠الله٠اَكْبَرْ
Red: Ulil Hadrawy
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Laksanakan Puasa Tarwiyah Lusa, Berikut Dalil, Niat, dan Faedahnya
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
Terkini
Lihat Semua