Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Membangun Peradaban Melalui Persatuan dan Solidaritas

Sab, 6 April 2024 | 13:00 WIB

Khutbah Idul Fitri: Membangun Peradaban Melalui Persatuan dan Solidaritas

Khutbah Idul Fitri tentang upaya membangun peradaban melalui persatuan umat dan solidaritas sosial. (NU Online).

Belakangan ini kita sering menyimak perbedaan masalah-masalah yang bukan bersifat prinsip dalam agama. Namun karena selalu diperuncing membuat keretakan sosial tidak terhindarkan. Sentimen negatif menjadi dampak selanjutnya yang menjadikan antarsesama umat tampak mudah bersitegang.

Khutbah Idul Fitri kali ini berjudul: “Khutbah Idul Fitri: Membangun Peradaban Melalui Persatuan dan Solidaritas.” Untuk mencetak naskah khutbah, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat.
 

Khutbah I
 

(x 9) اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ. اَللهُ أَكْبَرْ
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِعَفْوِهِ تُغْفَرُ الذُّنُوْبُ وَالسَّيِّئَاتُ، وَبِكَرَمِهِ تُقْبَلُ الْعَطَايَا وَالْعِبَادَاتُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ، الْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ، الْمُرْسَلِ إِلَى كَافَّةِ الْمَخْلُوْقِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَذُرِّيَتِهِ الْأَطْهَارِ، وَصَحَابَتِهِ الْأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِالْاِبْتِعَادِ مِنَ الْأَشْرَارِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْنُ. أَمَّا بَعْدُ
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، فَمَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى وَاتَّقَى فَقَدْ أَفْلَحَ وَفَازَ، إِنَّ اللهَ لَايُخْلِفُ الْمِيْعَادَ


Para hadirin yang dimuliakan Allah

Segala pujian yang kita terima selama ini pada hakikatnya adalah milik Allah. Maka sudah sepatutnya kita kembalikan seluruh pujian kepada pemilik aslinya, yakni Dzat Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam selalu kita doakan bagi baginda Nabi Muhammad saw, keluarga serta para sahabatnya, yang telah memberikan kontribusi tidak ternilai bagi agama. Semoga pujian dan doa ini menjadikan ketakwaan kita senantiasa dijaga dan ditingkatkan, sehingga kelak kita layak berjumpa dengan mereka. Amin.
 

Para jamaah shalat Idul Fitri hafidzakumullah

Islam lebih menyukai persatuan daripada perpecahan. Islam lebih mencintai perdamaian ketimbang pertengkaran. Islam mengakui perbedaan adalah keniscayaan yang tidak akan pernah bisa dihindarkan. Hal ini sebagaimana dipertegas dalam surat Hud ayat 118:
 

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
 

Artinya, “Dan seandainya Tuhanmu mengkehendaki niscaya akan menjadikan manusia sebagai satu umat. Dan (ternyata) mereka selalu berada dalam perbedaan.” (QS Hud: 118).
 

Berdasarkan ayat ini menjadi jelas bahwa perbedaan yang terjadi di tengah-tengah kita pada hakikatnya berdasarkan kehendak Allah. Karena itu sudah seyogianya kita menjadi sadar atas realita ini, sehingga bisa memaklumi atas perbedaan-perbedaan yang terjadi.
 

Perbedaan di sini mencakup banyak aspek. Seperti lintas keyakinan dan berbagai perbedaan pendapat dalam internal agama kita sendiri.
 

Berdasarkan kesadaran seperti ini, orientasi kita tidak lagi sibuk mencari perbedaan dan kesalahan orang lain, melainkan kita fokus mencari titik temu demi menciptakan keakraban dan kerukunan di tengah-tengah perbedaan.
 

Hal inilah yang dilakukan Nabi Muhammad dulu saat awal-awal tiba di Madinah. Beliau berinisiatif merangkul seluruh elemen sosial masyarakat dengan membuat kesepakatan yang dikenal dengan Piagam Madinah.
 

Pada pasal pertama disebutkan bahwa masyarakat Madinah dengan bermacam-macam agama dan suku merupakan satu komunitas yang berbeda dengan komunitas manusia yang lain:
 

إِنَّهُمْ أُمَّةٌ وَاحِدَةٌ مِّنْ دُوْنِ النَّاسِ
 

Artinya, “Sesungguhnya mereka (masyarakat Madinah) merupakan satu umat yang berbeda dari umat manusia yang lain.”
 

Gagasan genius Nabi sa diterima oleh seluruh petinggi masyarakat Madinah. Tujuan Nabi pun bukan semata-mata ingin mengunggulkan kelompok muslim. Lebih dari itu, beliau hendak membangun sebuah komunitas sosial yang lebih beradab dan solid tanpa mepersoalkan perbedaan agama dan suku. Tujuan ini hanya bisa dicapai bila masyarakatnya menyatu dan kompak satu sama lain.
 

Para hadirin yang dirahmati Allah

Berdasarkan sejarah singkat tersebut, ada kesesuaian antara kondisi Madinah saat Nabi saw baru hijrah dengan kondisi Indonesia saat ini. Yaitu beragamnya keyakinan dan suku. Nabi pada saat itu masih menjadi bagian minoritas, namun mampu menjadi komando untuk menyatukan seluruh pihak. Apalagi kita di sini selaku mayoritas, sudah sepatutnya memberikan teladan dalam persatuan dan perdamaian.
 

Kita juga menyadari di dalam internal kita sendiri banyak perbedaan. Namun jangan sampai hal ini menjadi aral untuk tidak bersatu dan berdamai satu sama lain. Pada zaman yang semakin canggih ini, kita harus berfikir maju dan progresif demi membangun peradaban yang lebih baik daripada sebelumnya. Kita tidak boleh lagi disibukkan dengan hal-hal kontra produktif sehingga umat tidak kunjung berkembang.
 

Tentu goal semacam ini membutuhkan waktu yang panjang. Namun tidak boleh pesimis, hal itu bisa dimulai dari hal-hal terkecil seperti saling membantu sama lain. Meskipun ada perbedaan dalam berbagai masalah keagamaan, namun tolong-menolong dan memberikan bantuan tidak boleh terhambat hanya disebabkan perbedaan.
 

Terlebih dalam masalah kebaikan dan ketakwaan, kita harus berlomba-lomba untuk mengingatkan dan membantu saudara kita untuk melakukannya. Dalam surat Al-Maidah ayat 2 Allah berfirman:
 

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
 

Artinya, “Dan kalian hendaklah tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, sesungguhnya Allah (bersifat) sangat pedih siksaan-Nya.”
 

Kalau kita mencermati ayat tersebut, redaksi yang digunakan bersifat perintah dan larangan. Kita diperintahkan saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan pada saat yang sama kita dilarang untuk saling membantu dalam berbuat maksiat dan permusuhan, sebab kedua perbuatan tersebut akan menjadikan Allah murka. Ketika Allah murka maka akan menyiksa dengan siksaan yang pedih.
 

Selain itu, kalau kita mencermati, ayat tersebut tidak membeda-bedakan umat Islam berdasarkan mazhab dan ormasnya. Selama statusnya sebagai muslim maka wajib hukumnya untuk diingatkan agar melakukan berbagai kebaikan dan hal-hal yang dapat meningkatkan ketakwaan. 
 

Sufyan bin ‘Uyainah saat ditanya perihal ayat tadi mengatakan: "Kita mengamalkan kebaikan dan ketakwaan, kemudian mengajaknya, membantunya, dan menunjukkan jalan terhadapnya." Artinya, kita harus mulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu, setelah itu baru kita mengajak dan membantu orang lain untuk melakukan perbuatan tersebut.
 

Jamaah shalat Idul Fitri hafizakumullah

Kebaikan yang disebutkan di dalam ayat bersifat umum, sehingga mencakup dalam berbagai sektor kehidupan, seperti memberi bantuan terhadap korban bencana, sedekah kepada fakir miskin, dan menolong orang kecelakaan. Bahkan sekadar membuang barang membahayakan yang ada di jalan. Ini semua termasuk kebaikan, apalagi yang terakhir tadi biasa disebut sebagai tingkat iman paling bawah.
 

Lebih dari itu, berbuat kebaikan tidak mesti menunggu momentum. Makanya dalam agama kita ada istilah infaq, sedekah, dan hadiah yang dapat diberikan kapan pun dan kepada siapa pun, termasuk orang kaya. Semua perbuatan ini akan bernilai ibadah karena ada unsur kebaikan berupa membahagiakan si penerimanya.
 

Begitu juga ketakwaan dalam ayat tidak mesti melakukan ibadah mahdlah seperti shalat dan puasa. Ketakwaan bisa diwujudkan dengan tidak melakukan maksiat dan dosa, serta tidak bertikai satu sama lain.
 

Meskipun jurang perbedaan cukup lebar, tapi selama tidak terjadi permusuhan antarsatu sama lain maka itu juga termasuk dari ketakwaan.
 

Selain itu, termasuk juga tolong-menolong dalam kebaikan adalah memudahkan urusan dan menutup aib orang lain. Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan:
 

وَمَن يَسَّرَ علَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَن سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ في الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللَّهُ في عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ العَبْدُ في عَوْنِ أَخِيهِ
 

Artinya, “Siapa saja yang memudahkan (urusan) orang yang sedang kesulitan maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutup aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan sejatinya Allah berada dalam pertolongan seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim).
 

Para hadirin yang dimuliakan Allah

Saling tolong-menolong merupakan simbol persatuan sebuah umat, yang akan berdampak pada menciptakan solidaritas sosial yang sangat kuat. Selaku umat mayoritas di negeri ini, kita mempunyai beban moral yang cukup berat dalam masalah sosial semacam ini. Karenanya kita harus satu suara dalam persoalan ini.
 

Kita harus menjadikan anugerah mayoritas sebagai ajang untuk berkontribusi dalam membangun peradaban. Kita ambil peran kita masing-masing sesuai potensi yang kita miliki, kita gali dan asah lalu mengembangkannya. Pada momen Idul Fitri ini, marilah kita bertekad untuk tidak lagi mengotak-otakkan diri atau masyarakat. Kita harus berada di bawah satu naungan umat Islam, memberikan bantuan dan kontribusi sesuai kemampuan, sehingga terciptalah komunitas Islam yang kompak dan saling peduli satu sama lain.
 

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
 

 

Khutbah II
 

   وَلِلَّهِ الْحَمْدُ ،(x 7) اَللهُ أكْبَرُ
اَللهُ أكْبَرُ مَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ، اَللهُ أكْبَرُ مَا حَمِدَهُ الْحَامِدُوْنَ، اَللهُ أكْبَرُ مَا تَقَلَّبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ،اَللهُ أكْبَرُ فِي كُلِّ حَالٍ وَفِي سَائِرِ الظُّرُوْفِ وَالْأَحْوَالِ، اَللهُ أكْبَرُ مَا أَقْبَلَ التَّائِبُوْنَ إِلَى رَبِّهِمْ مُسْتَغْفِرِيْنَ، اَللهُ أكْبَرُ مَا تَجَلَّى اللهُ عَلَى عِبَادِهِ فِي هَذَا الشَّهْرِ الْمُبَارَكِ وَفِي سَائِرِ الشُّهُوْرِ وَالْأَيَّامِ بِالرَّحْمَةِ وَالْغُفْرَانِ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَ كَفَرَ، وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقَ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَ سَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً۰ اَمَّا بَعْدُ ۰
 فَيَاعِبَادَ ﷲ ... اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالى فِيْ الْقُرْآنِ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴْﻢِ:  ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّٰﻪَ ﻭَﻣَﻼَﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ، ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬﺎَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮْﺍ ﺻَﻠُّﻮْﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮْﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴْﻤًﺎ ... ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ سَيِّدِنَا ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁلهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْن
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَتَجَاوَزْ عَنْهُمْ السَيِّئَاتِ وَارْفَعْ لَهُمُ الدَّرَجَاتِ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ. اللَّهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ. اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا حُبَّكَ وُحُبَّ نَبِيِّكَ، وَحُبَّ مَنْ أَحَبَّكَ وَأَحَبَّ نَبِيَّكَ. اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا مُتَابَعَةَ نَبِيِّكَ وَالتَّمَسُّكَ بِكِتَابِكَ وَبِسُنَّةِ نَبِيِّكَ، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا، وَلَا تَجْعَلْ الدُنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَاجْعَلْ الجَنَّةَ هِيَ دَارُنَا وَقَرَارُنَا، وَلَا إِلَى النَّارِ مَصِيْرُنَا. اَللهُ أكْبَرُ، اَللهُ أكْبَرُ،اَللهُ أكْبَرُ، لَا إِلهَ إِِلَّا اللهُ وَاللهُ أكْبَرُ، اَللهُ أكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ



Ustadz M Syarofuddin Firdaus