Khutbah

Khutbah Jumat: Belajar dari Kisah Nabi Ibrahim dan Orang Majusi

Sen, 4 April 2022 | 04:30 WIB

Khutbah Jumat: Belajar dari Kisah Nabi Ibrahim dan Orang Majusi

Khutbah Jumat: Belajar dari Kisah Nabi Ibrahim dan Orang Majusi

Materi khutbah Jumat ini menimba pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim yang ditegur Allah lantaran sempat memberi syarat masuk Islam ketika beliau dimintai makanan oleh seorang Majusi. Hal ini menunjukkan betapa luasnya kasih sayang Islam, baik pada orang mukmin maupun tidak, baik pada mereka yang taat maupun yang tidak.
 

 

Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Belajar dari Kisah Nabi Ibrahim dan Seorang Majusi". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)


Khutbah I
 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله. اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ 

أمَّا بَعْدُ، فَيَاعِبَادَ الله أُوْصِيْكُم وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:  يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 

Jamaah shalat Jumat hafidhkumullah,

Pada siang yang penuh berkah ini khatib mengingatkan diri sendiri dan mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa bertakwa kepada Allah kapan pun dan di mana pun berada. Yakni, dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. 

 

Anjuran takwa selalu diulang-ulang dari mimbar ke mimbar karena memang penting. Namun, jangan sampai pengulang-ulangan tersebut menjadikannya semakin samar nilai pentingnya, dan anjuran takwa sebatas rutinitas dan formalitas belaka. 

 

Hadirin,

Manusia adalah makhluk pembelajar. Nalarnya didesain untuk bisa menyerap pelajaran apa saja dari berbagai peristiwa, pengalaman hidup, dan sejarah. Sebagaimana dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang akan disampaikan dalam khutbah kali ini.

 

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Suatu ketika seorang Majusi (penyembah api) meminta jamuan makanan kepada Nabi Ibrahim sang khalilullah, kekasih Allah. Nabi Ibrahim lalu mengajukan syarat kepada sang Majusi bahwa ia harus memeluk agama Islam. Orang Majusi itu pun lantas pergi meninggalkan Nabi Ibrahim dengan tangan hampa.

 

Allah pun menurunkan wahyu kepada Nabi Ibrahim: “Selama 50 tahun Aku (Allah) memberinya makan dalam kondisi tetap dalam kekafirannya. Tidak sudikah kau memberinya sesuap makanan saja tanpa menuntutnya berpindah agama?”

 

Nabi Ibrahim lalu pergi mengejar si Majusi. Ia ikuti jejaknya hingga saat ketemu Nabi Ibrahim tanpa rasa sungkan meminta maaf kepadanya. Orang Majusi itu pun heran, apa gerangan yang membuat Nabi Ibrahim berubah pikiran, bahkan rela meminta maaf. Sang khalilullah menceritakan kejadian tadi kepadanya, yang akhirnya justru membuat si Majusi terkesima dan masuk Islam secara sukarela.

 

Cerita ini bisa kita jumpai dalam salah satu kitab induk tasawuf, ar-Risalah al-Qusyairiyah karya Imam Abul Qasim al-Qusyairi an-Naisaburi.

 

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Kisah Nabi Ibrahim ini memiliki keterkaitan substansi dengan hadits yang diriwayatkan al-Hakim at-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul:

 

وَقَالَ صلى الله عليه وسلم: أوْحَى اللهُ إلى إِبراهيمَ: يَا إبْرَاهِيْمُ، حَسِّن خُلُقَكَ وَلَوْ مَعَ الكُفَّارِ، تَدخلْ مَداخِلَ الأَبْرارِ، فإنَّ كَلِمَتِيْ سَبَقَتْ لِمَن حَسُنَ خُلُقَهُ أنْ أُظِلَّهُ في عَرْشِي ، وَأنْ أُسْكِنَهُ فِيْ حَظِيرةِ قُدْسِي، وَأنْ أُدْنِيَه مِنْ جِوارِي

 

Rasulullah saw bersabda: Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim, “Wahai Ibrahim, baguskanlan akhlakmu walaupun terhadap kaum kafir, niscaya engkau akan masuk ke tempat orang-orang yang berbuat baik. Sebab ketetapan-Ku telah mendahului bagi orang yang bagus akhlaknya, yaitu Aku akan menaunginya di (bawah) Arsy-Ku, Aku menempatkannya dari di dalam surga-Ku dan Aku akan mendekatkannya dengan rahmat-Ku” (HR at-Tirmidzi dalam kitab Nawadir-nya).

 

Dalam hadits tersebut sangat jelas bahwa Allah menghendaki Nabi Ibrahim berbuat baik kepada siapa pun tanpa pandang bulu, termasuk kepada orang yang masih durhaka kepada Allah. Allah juga menjanjikan perlindungan dan rahmat atau kasih sayang bagi orang yang sanggup melaksanakannya. Perintah ini tentu bukan hanya untuk Nabi Ibrahim semata, melainkan untuk kisah semua, umat manusia.

 

Hadirin rahimakumullah,

Perbedaan adalah sunnatullah. Kiranya mustahil kita dapati dunia ini berada dalam satu warna kulit, satu etnis, satu agama, satu bahasa, satu budaya, dan seterusnya. Sekarang maupun yang akan datang. Sebab, Allah sendiri yang berfirman:

 

وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ

 

Artinya, “Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan” (QS al-Maidah: 48).

 

Keniscayaan akan keragaman ini harus menjadi asas bagi setiap tindakan yang berhubungan dengan manusia lainnya. Memaksakan kehendak, berarti melanggar ketentuan ini. Jikapun kita ingin berdakwah atau beramar ma’ruf nahi munkar maka itu seyogianya sebatas melaksanakan perintah Allah. Bukan penentu perubahan pada sasaran dakwah kita. Kita hanya diperintah untuk mengajak kepada kebaikan, bukan menjamin datangnya hidayah. Kita tidak punya kemampuan membolak-balik kondisi hati orang, termasuk kondisi hati kita sendiri.

 

Jamaah shalat Jumat hafidhkumullah,

I’tibar lain yang bisa kita serap dari kisah Nabi Ibrahim dan seorang Majusi tadi adalah bahwa kita didorong untuk melaksanakan tauhid secara sejati. Berbuat baik kepada siapa saja merupakan ekspresi dari keyakinan bahwa semua adalah makhluk Allah yang mesti dicintai, bagaimanapun keadaannya. Diskriminatif terhadap manusia lain hanya lantaran perbedaan keyakinan atau agama menggambarkan bahwa kita lebih mengunggulkan ego kelompok daripada Allah. Sebab, Allah sendiri yang Rahman dan Rahim tidak pernah membeda-bedakan mereka dalam hal karunia. Semua memperoleh limpahan rezeki.

 

Islam memang mengajarkan umatnya untuk membenci kekufuran, tetapi bukan berarti membenci orang kafir; membenci kemaksiatan, tetapi bukan berarti membenci orang maksiat. Hal ini yang sering disalahpahami sehingga saat bergaul dengan para pendosa maka seolah akhlak yang baik tidak berlaku bagi mereka. Andai Rasulullah dulu mempraktikkan perilaku semacam ini kepada masyarakat jahiliyah, mungkin kita tak akan menjumpai keagungan Islam seperti sekarang ini.

 

Sebagaimana dikutip Abdurrauf al-Munawi dalam Faidhul Qadir, Al-Arif billah Syekh Ibnu ‘Arabi pernah mengatakan:

 

يَنْبَغِي لِطَالِبِ مَقَامِ الخُلَّةِ أَنْ يُحَسِّنَ خُلُقَهُ لِجَمِيْع الخَلْقِ مؤْمِنِهِمْ وَكَافِرِهِمْطَائِعِهِمْ وَعَاصِيْهِمْ

 

Artinya, “Orang yang mencari derajat sebagai kekasih Allah hendaknya berakhlak baik kepada seluruh manusia, baik yang mukmin maupun yang kafir, baik yang taat maupun yang maksiat.”

 

Umumnya kekasih adalah mencontoh perilaku sosok yang dikasihi, seperti yang dilakukan kebanyakan orang ketika mengidolakan figur tertentu. Nah, di sini kita diajak untuk memperlakukan makhluk dan jagat raya ini sebagaimana Allah memperlakukan mereka. Takhallaqu bi akhlaqillah (berakhlaklah sebagaimana akhlak Allah). Belas kasih Allah meluas kepada seluruh makhluk, menembus sekat-sekat agama, ras, usia, status sosial, dan lainnya.

 

Semoga kita dikaruniai kokoh iman dan Islam, serta kelapangan hati untuk menerima kenyataan akan perbedaan. 

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إلىَ رِضْوَانِهِ.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا 

أَمَّا بَعْدُ، فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلَآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَآءُ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.  اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي الْقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

Mahbib Khoiron


Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara NU Online dan UNDP