Khutbah

Khutbah Jumat: Enam Batasan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Jum, 22 April 2022 | 05:00 WIB

Khutbah Jumat: Enam Batasan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Khutbah Jumat: Enam Batasan Amar Maruf Nahi Munkar

Amar ma’ruf nahi munkar adalah perbuatan mulia. Materi khutbah Jumat ini mengajak kepada jamaah untuk menjaga kemuliaannya dengan cara memperhatikan rambu-rambu dalam beramar ma’ruf nahi munkar.

 


Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Enam Batasan Amar Ma’ruf Nahi Munkar". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)



Khutbah I


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ  أَمَرَنَا بِتَرْكِ الْمَنَاهِيْ وَفِعْلِ الطَّاعَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْمَآبِ


أَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلَاتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Pada hari Jumat yang penuh berkah ini mari kita mengintrospeksi diri kita masing-masing, sejauh mana kualitas ketakwaan kita kepada Allah swt, untuk kemudian berbenah diri terus meningkatkan kepatuhan atas segala perintah dan larangan-Nya.


Hadirin,
Salah satu perintah penting dalam ajaran Islam adalah amar ma’ruf nahi munkar. Pelaksanaan perintah ini bahkan menjadi ciri umat terbaik yang disebutkan dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 110. Secara bahasa al-amr bil ma’ruf berarti memerintah atau mengajak kepada kebaikan dan an-nahyu ‘anil munkar berarti melarang atau mencegah kemungkaran. Anjuran amar ma’ruf nahi munkar secara tersurat terdapat dalam QS Ali Imran ayat 104:


‎وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh untuk berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”


Meski perintah amar ma’ruf nahi munkar bukanlah tugas setiap orang, Syekh Thanthawi dalam Tafsir al-Wasith menegaskan bahwa anjuran itu hanya dibebankan kepada orang tertentu saja. Status hukumnya fardhu kifayah (kewajiban kolektif), bukan fardhu ‘ain (kewajiban perorangan, seperti shalat Jumat bagi laki-laki). Hal itu bisa disimpulkan dari lafaz “minkum” (sebagian kalian) dalam ayat tersebut.


Siapa saja yang layak menunaikan perintah tersebut? Menurut Syekh Thanthawi, yaitu mereka yang memiliki kapasitas nalar (qudrah aqliyyah), ilmu (qudrah ilmiyyah), psikologi (qudrah nafsiyyah), dan akhlak (qudrah khuluquyyah) dalam menjalankannya. Dengan bahasa lain, amar ma’ruf nahi munkar mesti dijalankan dengan dasar pengetahuan yang cukup dan dilaksanakan oleh orang paham bagaimana tahapan-tahapan dan strateginya.


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Secara ringkas bisa dikatakan bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu memang penting dan mulia tapi ada syaratnya. Setidaknya ada enam catatan atau batasan yang perlu diperhatikan yakni: pertama, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar perlu memperhatikan otoritas si pelaku. Dalam tingkat tertentu, amar ma’ruf nahi munkar hanya boleh dilaksanakan negara, bukan masyarakat sipil. Seperti penggusuran, perampasan aset, pemaksaan, dan tindakan bernuansa kekerasan lainnya. Hanya pihak berwenang semisal kepolisian yang berhak melakukannya sesuai undang-undang yang berlaku.


Kedua, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar tidak berdasarkan hawa nafsu. Itulah kenapa sang pelaksana disyaratkan punya psikologi dan mental yang stabil. Sehingga tindakannya memang benar-benar atas landasan ilmu dan argumentasi yang dibenarkan, bukan atas dasar kebencian, dendam kesumat, dengki, atau sekadar lantaran terprovokasi orang lain.


Ketiga, sebelum menerapkannya kepada orang lain, hendaknya amar ma’ruf nahi munkar terlebih dahulu diterapkan kepada diri sendiri. Dengan demikian, reputasi orang tersebut akan terjaga, sekaligus menjadi sarana agar tidak gampang semena-mena kepada orang lain, sementara kepada diri sendiri lalai. Prinsip ini juga selaras dengan anjuran Islam tentang bermuhasabah (introspeksi diri) karena setiap perbuatan manusia akan dihisab di akhirat kelak; serta tidak menjadi sok suci lalu gampang merendahkan orang lain.


فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى


Artinya: “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah (Allah) yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS An-Najm: 32)


Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Ama’ruf nahi munkar adalah sebuah ibadah. Sebagaimana ibadah lain, pelaksanaannya tidak harus memaksakan diri sendiri. Karena itu, catatan keempat adalah amar ma’ruf mesti dijalankan menurut batas kemampuannya. Tidak berlebihan.


Kelima, amar ma’ruf nahi munkar diterapkan secara berjenjang, di mulai dari tahap paling ringan, baru kemudian agak berat, dan seterusnya. Misalnya, dimulai dengan mengingatkan, menasihati atau menegur, sebelum akhirnya mengambil langkah yang lebih tegas ketika cara pertama tidak efektif.


Keenam, amar ma’ruf nahi munkar wajib tidak menimbulkan mudarat yang lebih besar, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Di sinilah jebakan ibadah itu hadir, yakni ketika ia menimbulkan efek samping lain yang justru merusak nilai ibadah itu sendiri. Niat hati ber-amar ma’ruf nahi munkar tetapi malah menciptakan kemungkaran baru, misalnya dengan melontarkan kata-kata kotor, berbuat anarkis, merusak, dan lain sebagainya.


Sayyid Abdullah Ba‘alawi Al-Haddad dalam An-Nasha’ihud Diniyyah wal Washayal Imaniyyah mengingatkan kita semua bahwa:


وَمِنْ أَهَمِّ الْاٰدَابِ وَاٰكِدِهَا عَلَى مَنْ أَمَرَ بِمَعْرُوْف أَوْ نَهَى عَنْ مُنْكَرٍ مُجَانَبَةُ الْكِبْرِ وَالتَّعْنِيْفِ وَالتَّعْيِيْرِ وَالشَّمَاتَةِ بِأَهْلِ الْمَعَاصِي


Artinya: “Etika terpenting dan terkuat perihal amar makruf dan nahi mungkar adalah menjauhi kesombongan, kekerasan, hinaan, dan cacian terhadap orang yang bermaksiat.


Menurut beliau, akhlak tercela yang mengiringi amar ma’ruf nahi munkar itu hanya akan merontokkan pahala dan mendatangkan siksa. Alih-alih membuahkan kesuksesan dakwah, cara semacam itu justru mendorong sasaran dakwah bersikap acuh tak acuh atau bahkan menolak kebenaran. Jika sudah begini, pelaku amar ma’ruf nahi munkar ibarat sedang mencuci baju tetapi media yang digunakan adalah air najis. Tentu tidak menghasilkan apa-apa kecuali kesia-siaan.


Hadirin,
Amar ma’ruf nahi munkar adalah sebuah perbuatan mulia. Kemuliaannya akan terjaga manakala dilaksanakan murni atas dasar menjalankan perintah Allah semata. Tidak terlalu ambisius, menggebu-gebu, apalagi sampai penuh nafsu dan memaksakan kehendak. Karena pada prinsipnya, seorang hamba hanya diperintahkan menyampaikan kebenaran, sementara hidayah atau kesadaran adalah semata kehendak Allah swt.


Semoga kita bisa istiqamah menjalankan amar ma’ruf nahi munkar menurut kemampuan dan batas-batas yang benar.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إلىَ رِضْوَانِهِ.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا


أَمَّا بَعْدُ، فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلَآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


  اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَآءُ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.  اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي الْقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Mahbib Khoiron


Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara NU Online dan UNDP