Khutbah

Khutbah Jumat: Kisah Ismail dan Larangan Menumpahkan Darah Manusia

Kam, 14 Juli 2022 | 16:00 WIB

Khutbah Jumat: Kisah Ismail dan Larangan Menumpahkan Darah Manusia

Khutbah Jumat: Kisah Ismail dan Larangan Menumpahkan Darah Manusia

Khutbah Jumat ini mengingatkan kita semua untuk mengambil hikmah dari kisah Nabi Ibrahim yang mendapat perintah menyembelih putranya, Ismail. Cerita digantikannya atau ditukarnya Nabi Ismail dengan seekor domba saat akan disembelih mengandung pesan bahwa manusia dilarang keras melakukan pertumpahan darah dan menghilangkan nyawa orang lain karena itu merupakan dosa yang sangat besar. Seharusnya kita menjadi agent of peace (pembawa perdamaian) di tengah-tengah masyarakat sehingga harmoni dalam kehidupan bisa semakin membawa maslahat.

  

Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Kisah Ismail dan Larangan Menumpahkan Darah Manusia ". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)

 

Khutbah I

 

الْحَمْدُ لِلّٰه رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِِلٰهَ إِِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Dalam momentum khutbah Jumat kali ini, tak bosan-bosan khatib berwasiat kepada seluruh jamaah wabil khusus kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Takwa adalah takut untuk melanggar larangan Allah dan terus berkomitmen untuk menjalankan segala perintah-Nya. Komitmen ketakwaan yang terus dijaga ini bukan hanya mampu menjaga keseimbangan hubungan vertikal kita, yakni dengan Allah swt, tetapi juga bisa menumbuhkan hubungan horizontal yang harmonis dengan sesama manusia.

 

Sebagai insan yang bertakwa, hubungan dengan Allah melalui wujud terus beribadah menyembah-Nya, merupakan tugas dan misi utama hidup di dunia. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat: 56:

 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

 

Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”

 

Sementara hubungan dengan sesama manusia juga harus terus kita wujudkan dalam bentuk terus menebar kasih sayang dan saling menghormati. Dengan menebar kasih sayang kepada sesama manusia, kita pun akan memiliki posisi khusus di mata manusia dan juga di sisi Allah yakni menjadi orang disayang oleh-Nya. Dalam hadits dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah saw bersabda:

 

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ؛ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

 

Artinya: “Orang-orang yang penyayang akan disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa yang ada di atas muka bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh siapa yang ada di langit” (HR. Tirmidzi).

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Sebagai agama rahmatan lil alamin, Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa menebar kasih sayang dan saling tolong-menolong dalam kebaikan. Islam melarang umat manusia untuk saling menyakiti apalagi sampai dengan menumpahkan darah manusia atau menghilangkan nyawa orang lain. Hal ini telah dicontohkan oleh Allah melalui kisah digantikannya Nabi Ismail dengan seekor domba saat akan dikurbankan oleh Nabi Ibrahim.

 

Kita perlu menyadari bahwa tekad Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail, yang diiringi dengan keikhlasan Nabi Ismail untuk dijadikan kurban, berawal dari ketaatan dan ketakwaan mereka kepada Allah swt. Apa yang dilakukan mereka bukanlah berdasarkan emosi dan kebencian. Ini merupakan ujian bagi keduanya untuk menunjukkan komitmen ketakwaan kepada Allah. Namun setelah mengetahui kualitas ketakwaan mereka, Allah pun memberi hikmah berharga bagi keduanya dan juga bagi seluruh umat manusia di dunia, yakni larangan menumpahkan darah manusia.

 

Allah swt dalam firman-Nya mengecam keras orang yang membunuh orang lain dengan balasan neraka jahanam. Hal ini ditegaskan dalam surat an-Nisa' ayat ke-93:

 

وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا

 

Artinya: “Barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Perlu kita ingat, bahwa keberadaan agama khususnya agama Islam di dunia ini adalah ditujukan untuk mewujudkan kedamaian, bukan untuk saling menyakiti apalagi membunuh. Agama diturunkan oleh Allah swt untuk menumbuhkan kasih sayang dalam diri manusia guna mewujudkan tatanan sosial yang penuh harmoni dan kebahagiaan. Tidak ada kata pembenaran bagi kejahatan menumpahkan darah manusia dalam ajaran Islam. Baik itu dilakukan oleh perorangan terlebih oleh orang banyak, apalagi mengatasnamakan Islam.

 

Tentunya kita prihatin karena sampai saat ini peristiwa penganiayaan dan pembunuhan masih terus terjadi. Bahkan bisa secara massal melalui peperangan. Ini tentunya menjadi bahan renungan kita agar terus berupaya mencegah hilangnya nyawa manusia tanpa dosa akibat pembunuhan. Dalam Al-Qur’an ditegaskan:

 

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا ۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا

 

Artinya: “Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia” (QS: Al-Maidah: 32).

 

Mengapa membunuh satu orang sama saja dengan membunuh seluruh manusia? Hal ini sangatlah mudah kita pahami. Setiap jiwa yang dihilangkan nyawanya tentu memiliki keluarga. Ia juga memiliki keturunan, teman, dan masyarakat yang banyak sehingga menghilangkan nyawanya adalah sama saja dengan menyakiti orang-orang tersebut. Saat kita menengok sejarah, kita akan membaca bahwa Perang Dunia I dipicu oleh pembunuhan satu orang. Setelah itu perang dunia pertama mengakibatkan sekitar 9 juta nyawa melayang sia-sia.

 

Oleh karenanya tak heran jika dalam Islam, menumpahkan darah manusia merupakan perbuatan dosa besar kedua setelah syirik. Selain itu Nabi Muhammad juga menyamakan dosa membunuh seorang Muslim tanpa hak dengan sebuah kekufuran.

 

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

 

Artinya: “Mencaci maki seorang Muslim adalah dosa besar dan membunuhnya menyerupai kekufuran” (HR Imam al-Bukhari).

 

Ketika banyak pembunuhan dan pembantaian di bumi ini, Rasulullah juga sudah mengingatkan bahwa fenomena itu merupakan tanda-tanda dari akhir zaman. Hal ini termaktub dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari sahabat Abu Hurairah ra:

 

 لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَكْثُرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ الْقَتْلُ

 

Artinya: “Kiamat tidak akan tiba hingga ilmu diangkat oleh Allah, banyak terjadi gempa, waktu berjalan semakin cepat, banyak terjadi fitnah dan banyak terjadi al-harj, yaitu pembunuhan dan pembantaian” (HR al-Bukhari).

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Oleh karenanya, mari kita jaga diri kita dan keluarga kita dari perbuatan-perbuatan jahat seperti saling menumpahkan darah. Kita harus mengambil ibrah dan teladan dari digantinya Nabi Ismail dengan seekor binatang, yakni kita harus membunuh sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita. Insting hewan itu hanya membunuh dengan berkelahi jika berselisih dengan hewan lainnya. Ini yang tidak boleh kita lakukan. Harus ada ruang komunikasi sehingga kita tidak sama dengan hewan ketika terjadi konflik.

 

Mari warnai kehidupan kita dengan kebahagiaan dan kasih sayang. Keburukan dan kebaikan dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat itu dimulai dari setiap individu yang ada di dalamnya. Jika sebuah masyarakat diisi oleh pribadi-pribadi yang cinta kebaikan, maka daerah tersebut juga akan diselimuti kebaikan, kerukunan, ketenteraman, dan perdamaian. Namun sebaliknya, jika suatu daerah selalu diliputi masalah, kehidupan di dalamnya tidak tenteram dan penuh dengan kejahatan, maka itu sebenarnya berasal dari pribadi-pribadi negatif yang ada di dalamnya.

 

Dalam kehidupan bermasyarakat, mari kita menjadi agent of peace (pribadi pembawa perdamaian) dengan mengurangi ataupun menghilangkan konflik, walaupun itu terlihat kecil. Karena bagaimanapun api yang kecil jika didiamkan bisa berubah membesar lalu menjadi bencana yang membahayakan. Kita harus menjadi jiwa-jiwa yang baik dan juga mampu memberi kebaikan dan manfaat bagi orang lain sebagaimana hadits Rasulullah yang sangat masyhur yang diriwayatkan dari Jabir berikut:

 

 خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

 

Artinya “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (lainnya).”

 

Semoga apa yang disampaikan ini bisa menjadi pengingat kita semua dan semoga bermanfaat.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ، وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah II

 

 اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا 

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ 

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ 

عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ

 

H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung