Khutbah

Khutbah Jumat: Kurban Bentuk Kepasrahan Total pada Allah

Rab, 21 Juni 2023 | 10:00 WIB

Khutbah Jumat: Kurban Bentuk Kepasrahan Total pada Allah

Ilustrasi khatib sedang berkhutbah. (Foto: NU Online/Suwitno).

Menyambut datangnya Idul Adha, maka khutbah Jumat kali ini mengangkat tema tentang kurban. Dengan judul khutbah,  “Kurban Bentuk Kepasrahan Total pada Allah swt.” diharapkan mampu menguatkan kesadaran kita akan pentingnya kepatuhan dan kepasrahan pada Allah dalam bentuk kurban.

 

Bercermin kepada kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, semoga kita semakin sadar bahwa apa pun yang Allah perintahkan, maka harus kita laksanakan. Apa pun yang Allah minta dari kita, maka harus kita korbankan meski sesuatu yang paling berharga sekalipun. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat..

 


Khutbah I

 

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمُنْعِمِ عَلَى مَنْ أَطَاعَهُ وَاتَّبَعَ رِضَاهُ، الْمُنْتَقِمِ مِمَّنْ خَالَفَهُ وَعَصَاهُ، الَّذِى يَعْلَمُ مَا أَظْهَرَهُ الْعَبْدُ وَمَا أَخْفَاهُ، الْمُتَكَفِّلُ بِأَرْزَاقِ عِبَادِهِ فَلاَ يَتْرُكُ أَحَدًا مِنْهُمْ وَلاَيَنْسَاهُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى مَاأَعْطَاهُ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ عَبْدٍ لَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي اخْتَارَهُ اللهُ وَاصْطَفَاهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ

 

 أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ ، وَتَفَكَّرُوْا فِي نِعَمِ رَبِّكٌمْ وَاشْكُرُوْهُ، وَاذْكُرُوا آلَاءَ اللهِ وَتَحَدَّثُوا بِفَضْلِهِ وَلَا تَكْفُرُوْهُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ﴿ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ﴾، صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمِ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ الْحَبِيْبُ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ

 

Hadirin sidang Jumah rahimakumullah 
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah swt. Dzat yang maha mengatur dan memberi nikmat kepada kita semua. Terutama nikmat panjang umur, nikmat sehat, dan iman-islam, sehingga pada kesempatan ini kita bisa bersama-sama menunaikan shalat Jumat berjamaah. Semoga setiap langkah kaki menuju tempat ini dan setiap amaliah yang kita tunaikan pada kesempatan ini senantiasa mendapat rida Allah swt.

 

Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Baginda Alam, Nabi Besar Muhammad saw. Nabi pembawa rahmat ke seluruh alam, sekaligus Nabi pembawa cahaya ketauhidan di tengah gelapnya kesyirikan. Shalawat dan salam juga semoga tercurah kepada keluarganya, para sahabatnya, tabiin dan tabiaatnya, hingga kepada kita selaku umatnya yang senantiasa berharap syafaatnya kelak di hari Kiamah.

 

Sidang Jumah yang dimulyakan Allah   
Pada kesempatan yang mulia ini, marilah kita sama-sama meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Takwa dalam arti imtisalul awamir wajtinabun nawaahi atau menunaikan perintah-perintah Allah dan menjauhi  larangan-larangan-Nya. Sebab, tidak ada bekal paling baik menghadapi perjalanan hidup ini selain  ketakwaan  kepada Allah swt. Tidak ada hamba paling mulia di sisi-Nya selain hamba yang bertakwa kepada Allah.

 

Hadirin kaum Muslimin 
Cikal bakal pensyariatan ibadah kurban berawal dari peristiwa Nabi Ibrahim yang hendak  menyembelih putranya Ismail alaihissalam. Kala itu Nabi Ibrahim ikhlas menyanggupi perintah Allah sebagai bentuk kepasrahan dan kepatuhan total kepada-Nya. Perintah itu diterima langsung melalui mimpinya, sebagaimana yang dilansir dalam Al-Quran.

 

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرى فِي الْمَنامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرى قالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

 

Artinya, “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,” (QS. ash-Shafat [37]:102).

 

Mendapat informasi demikian dari ayahnya, Nabi Ismail pun tak gentar sedikit pun. Ia justru  meminta Sang Ayah untuk menyanggupinya. Hal itu jelas terlihat dalam bunyi ayat di atas, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

 

Mendapat kesanggupan itu, Nabi Ibrahim bergegas menajamkan pisau dan membaringkan putranya Ismail untuk disembelih. Namun, goresan pisau Ibrahim di leher Ismail ternyata tak membekas apa-apa. Sebab, begitu cepat Allah mengganti leher Ismail dengan leher kambing.

 

Rupanya, perintah Allah pada Ibrahim untuk menyembelih putranya hanyalah ujian. Intinya, Ibrahim telah membenarkan mimpinya. Ibrahim sudah terbukti hamba yang ikhlas menjalankan perintah Allah. Itu terbukti dari seruan Allah kepada mereka berdua, sebagaimana termaktub dalam surah ash-Shaffat.

 

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ ، قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ، إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ ، وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

 

Artinya: Dan Kami panggillah dia, “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikian Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar,” (QS. ash-Shafat [37]: 104-107).

 

Peristiwa penyembelihan ini kemudian menjadi cikal bakal pensyariatan ibadah kurban yang dikukuhkan dalam syariat umat Nabi Muhammad dan selalu mereka peringati di setiap Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban.

 

Kaum muslimin sidang Jum’at rahimakumullah
Berkurban sendiri merupakan konsekuensi dan kepatuhan kita sebagai hamba. Pada hakikatnya, apa pun yang Allah perintahkan, harus kita tunaikan, meskipun harus mengorbankan sesuatu yang paling berharga sekalipun, baik berupa jiwa, raga, waktu, harta dan sebagainya seperti halnya yang dicontohkan Nabi Ibrahim yang  mengorbankan putra kesayangannya.

 

Secara spesifik, ibadah kurban sendiri didasarkan pada firman  Allah  dalam Al-Qur’an sebagaimana berikut.

 

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

 

Artinya, "Sungguh, Kami telah memberimu, Muhammad, nikmat yang banyak, maka shalatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang yang membencimu adalah orang yang terputus dari rahmat Allah,” (QS. Al-Kautsar [108]: 1-3).

 

Berdasar ayat tersebut, madzhab Syafi’i menetapkan hukum kurban sebagai sunnah muakkad, sementara madzhab yang lain ada yang menetapkan hukum wajib, terlebih bagi mereka yang berkecukupan, sesuai dengan bunyi hadis:

 

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

 

Artinya, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami,” (HR. Ibnu Majah).

 

Namun, ada pula di antara ulama madzhab Syafi’i yang menarik hukum sunah muakkad kepada sunnah kifayah. Ini artinya, jika ada beberapa orang dalam satu keluarga, maka cukup terwakili atau terpenuhi status sunahnya jika ada salah seorang dari mereka yang menunaikan. Ini menunjukkan, tidak lagi diorientasikan bagi yang mampu, tetapi dianggap sebagai ibadah kolektif yang berstatus sunah dalam setiap keluarga.

 

Bahkan, disampaikan Ibnu ‘Abbas, jika seseorang tidak mampu berkurban dengan domba atau kambing, maka hendaklah  berkurban pada hari raya Idul Adha  dengan hewan yang halal walaupun berupa ayam, itik, atau kelinci sebagai wujud iraqotud dam.

 

Hadiri sekalian
Hukum sunah dan wajib di atas memberi pengertian dua hal. Pertama, ibadah kurban merupakan ibadah penting. Bahkan, dalam hadis dijelaskan bahwa amalan yang paling bagus dilakukan pada saat hari raya Idul Adha adalah iraqutud dam atau menyembelih hewan kurban. Karena itu, jika kita mampu maka tunaikanlah ibadah kurban tersebut.

 

Kedua, ibadah kurban merupakan wujud kesadaran dan kepasrahan hamba yang tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Ingatlah apa yang dipasrahkan Nabi Ibrahim berupa anak tercinta, Ismail, walau kemudian diganti oleh Allah dengan domba.

 

Lantas secara spesifik kapan kita diperintah untuk menyembelih hewan kurban? Sebagaimana yang telah disinggung, pelaksanaan kurban adalah pada Hari Raya Idul Adha, yakni pada tanggal ke-10 Dzulhijjah ditambah tiga hari Tasyriq, yaitu tanggal ke-11, ke-12, dan ke-13.

 

Adapun ketentuan pembagian daging hewan kurban, para ulama fiqih telah memberi ketetapan. Jika kurbannya berupa nadzar, maka orang yang berkurban tidak boleh memakannya sedikit pun, termasuk keluarga yang wajib dinafkahinya. Sementara untuk kurban sunah, si pengurban masih boleh memakan sesuap atau dua suap bagian hatinya demi mencari keberkahan, bahkan mengambil hingga sepertiganya.

 

Hal itu dilakukan demi ittibaur-rasul atau mengikuti Rasulullah saw. sekaligus tafa’ul atas para penduduk surga. Sebab, hidangan pertama yang diberikan kepada mereka adalah hati.

 

Meski status kurbannya sunah dan si pengurban boleh mengambil hingga sepertiganya, tetapi menyedekahkan dan menghadiahkan seluruhnya tentu lebih baik. Tujuannya supaya lebih menunjukkan rasa ikhlas dan pengorbanan total dalam berkurban.

 

Namun, yang diniatkan dalam kurban adalah membersihkan sifat-sifat kehewanan yang ada dalam diri, menjauhkan sifat kikir, meraih kesucian jiwa, serta memperindahnya dengan sifat-sifat terpuji. Lagi pula yang sampai pada Allah dalam berkuran bukan dagingnya, melainkan ketakwaannya, sebagaimana firman-Nya:

 

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

 

Artinya, “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu,” (Q.S. al-Hajj [22]: 37).

 

Hadirin sidang Jumah yang dirahmati Allah
Semoga kita termasuk orang-orang yang pasrah dan berserah terhadap perintah Allah. Apa pun yang Allah perintahkan, termasuk perintah berkurban dengan harta kita, kita mampu menunaikannya.

 

Mari bersiap menyambut perintah kurban pada waktunya. Sesungguhnya, dengan berkurban, kita tidak akan pernah rugi. Dengan kurban, kita terlepas dari sifat kikir dan jauh dari sifat-sifat kehewanan. Sesungguhnya Allah pasti sudah menyiapkan balasan dan keberkahan bagi siapa pun yang  menjalankan  perintah-Nya. Semoga kita termasuk di dalamnya. Amin ya rabbal alamin.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

 

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

 

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِوَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ.  اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 

 

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

Ustadz M Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.