Khutbah

Khutbah Jumat: Teladan Nabi dalam Berkomunikasi

Kam, 5 Oktober 2023 | 06:00 WIB

Khutbah Jumat: Teladan Nabi dalam Berkomunikasi

Khutbah Jumat: Teladan Nabi dalam Berkomunikasi. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Komunikasi yang baik akan membuat hubungan dan interaksi sosial kita dengan orang-orang pun baik. Bulan Maulid merupakan kesempatan yang bagus untuk menilik kembali bagaimana gaya Nabi berkomunikasi. Melalui hadits dan juga riwayat para sahabat Nabi, kita dapat mengetahui bagaimana Nabi melakukan komunikasi.


Untuk itu, teks khutbah Jumat berikut ini berjudul: Khutbah Jumat: Teladan Nabi dalam Berkomunikasi. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi).



Khutbah I


الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ   أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin. Takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah ta’ala dan menjalankan perintah-Nya. Semoga dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan menemukan jalan keluar dan solusinya.


Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah ta’ala

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri di dunia. Agar terlahir di dunia ini, manusia memerlukan sosok ibu. Ketika beranjak besar dan masuk sekolah ia membutuhkan seorang guru yang mengajarinya. Sepanjang hidupnya ia membutuhkan seorang teman untuk berbicara dan bermain. Menginjak dewasa ia memerlukan seorang pasangan dari lawan jenisnya. Secara dasar, manusia butuh kepada sosok selain dirinya untuk berkomunikasi.


Dalam berkomunikasi, Islam mengajarkan kita untuk menggunakan kata-kata yang baik. Perkataan yang baik yang diucapkan seseorang merupakan cerminan akhlak dan karakternya dalam berkomunikasi. Bahkan, ucapan yang baik ini lebih baik dari pada memberi sedekah namun diiringi dengan perkataan atau sikap yang membuat penerima sedekah merasa tersinggung dan terhina.


Allah pernah berfirman dalam surat Al-Baqarah Ayat 263:


قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى ۗ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ


Artinya, “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”


Jamaah yang dirahmati Allah swt

Mungkin kita pernah mempelajari bagaimana cara berkomunikasi dari para ahli dan tokoh-tokoh publik di sekitar kita. Kita tiru gaya mereka dalam menyampaikan informasi melalui kata-kata, bagaimana gaya mereka bersikap di hadapan lawan bicara, bagaimana cara efektif dalam berkomunikasi. Namun, pernahkah kita mencari tahu bagaimana Rasulullah saw, teladan kita, ketika berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya?


Jamaah yang dirahmati Allah swt

Nabi Muhammad saw merupakan seorang yang piawai dan ahli dalam berkomunikasi. Ketika berbicara, artikulasi beliau jelas sehingga orang yang mendengarnya dapat menangkap apa yang dikatakan oleh Nabi. Beliau tidak buru-buru ketika berbicara, penjelasan beliau juga rinci bahkan orang-orang yang mendengarnya dapat menghafal apa yang dikatakan oleh Nabi.


Hal ini sebagaimana riwayat yang disampaikan oleh Siti ‘Aisyah ketika mendeskripsikan bagaimana perkataan Nabi. Beliau bercerita:


عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْرُدُ سَرْدَكُمْ هَذَا وَلَكِنَّهُ كَانَ يَتَكَلَّمُ بِكَلَامٍ بَيْنَهُ فَصْلٌ يَحْفَظُهُ مَنْ جَلَسَ إِلَيْهِ 


Artinya, “Dari ‘Aisyah, dia berkata, ‘Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berbicara dengan terburu-buru seperti pembicaraan kalian ini, akan tetapi beliau berbicara dengan penjelasan yang terperinci dan dapat dihafal oleh orang yang duduk bersamanya.’” (Hadits riwayat al-Tirmidzi).


Dalam riwayat lainnya, diceritakan bahwa Rasulullah saw biasa untuk mengulang tiga kali perkataannya supaya yang mendengarkan dapat memahaminya. Hal ini pernah disampaikan oleh Anas bin Malik:


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعِيدُ الْكَلِمَةَ ثَلَاثًا لِتُعْقَلَ عَنْهُ


Artinya, “Dari [Anas bin Malik] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering mengulang perkataannya hingga tiga kali agar dapat di pahami.” (Hadits riwayat al-Tirmidzi).


Jamaah yang dirahmati Allah swt

Perihal sifat dan karakter Rasulullah ketika berbicara pernah ditanyakan oleh cucunya, Hasan bin ‘Ali, kepada Hindun bin Abi Halah, Hasan berkata:
 

سَأَلْتُ خَالِيْ هِنْدَ بْنِ أَبِي هَالَةَ وَكَانَ وَصَّافًا، فَقُلْتُ صِفْ لِيْ مَنْطِقَ رَسُوْلِ اللّهِ ﷺ، قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللّهِ ﷺ مُتَوَاصِلَ الأَحْزَانِ، دَائِمَ الْفِكْرَةِ، لَيْسَتْ لَهُ رَاحَةٌ، طَوِيْلَ السَّكْتِ، لَا يَتَكَلَّمُ فِي غَيْرِ حَاجَةٍ، يَفْتَتِحُ الْكَلَامَ وَيُخْتِمُهُ بِإِسْمِ اللّهِ تَعَالَى، وَيَتَكَلَّمُ بِجَوَامِعِ الْكَلَامِ، كَلَامُهُ فَصْلٌ، لَا فُضُوْلَ وَلَا تَقْصِيْرَ..


Artinya: “Aku bertanya pada pamanku, Hindun bin Abi Halah. Beliau seorang ahli dalam meriwayatkan tentang sifat Nabi Muhammad saw. Aku pun berkata, ‘Ceritakan kepadaku cara Rasulullah saw berbicara, Paman. Pamanku menjawab, “Rasulullah saw adalah orang yang banyak mengalami kesedihan. Beliau tipe orang yang selalu berpikir, bahkan hampir tidak sempat beristirahat santai. Beliau tidak banyak bicara, kecuali apabila perlu. Beliau membuka dan menutup pembicaraannya dengan menyebut nama Allah ta’ala. Kata-katanya singkat namun padat makna, kata-katanya jelas, tidak berlebihan dan tidak kurang."


Jamaah yang dirahmati Allah swt

Dengan demikian, poin penting yang dapat kita ambil dari gaya komunikasi Nabi adalah penggunaan etika yang baik dalam berbicara kepada orang lain. Ketika kita berbicara dengan orang, maka kita perlu melihat kepada siapa kita berbicara agar nantinya kita dapat menyesuaikan kualitas pembicaraan yang akan kita katakan.


Selain itu, dalam berbicara, kita juga hendaknya tenang dan jangan terburu-buru, sebab yang mendengar belum tentu langsung menangkap pesan pada perkataan yang kita ucapkan. Terlebih dalam suatu pidato, khususnya yang dihadiri oleh umat Islam, maka sempatkan untuk menyebut nama Allah pada pembukaan dan juga penutupnya. Demikianlah gaya Nabi dalam berkomunikasi.


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم 


Khutbah II


الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ  ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ 
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences