Ramadhan

Kultum Ramadhan: Bencana Alam dan Komitmen Menjaga Lingkungan

Sen, 25 Maret 2024 | 03:00 WIB

Kultum Ramadhan: Bencana Alam dan Komitmen Menjaga Lingkungan

Ilustrasi bencana alam. (Foto: NU Online/Freepik)

Baru-baru ini, narasi mengenai Selat Muria yang dahulu merupakan wilayah perairan dan telah berubah menjadi daratan ramai diperbincangkan terkait dengan banjir yang terjadi di Jawa Tengah. Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, KH Ubaidillah Shodaqoh mengingatkan bahwa narasi tersebut dapat mengaburkan fakta bahwa banjir yang terjadi di Jawa Tengah sebenarnya memiliki akar permasalahan yang lebih kompleks.

 

Menurut Kiai Ubaid, banjir di Jawa Tengah disebabkan oleh kerusakan alam, eksploitasi berlebihan, dan kurangnya penanganan serius dari pemerintah. Kerusakan alam seperti alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan pertambangan, serta eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, telah menyebabkan daya dukung lingkungan menurun dan meningkatkan potensi terjadinya bencana alam seperti banjir.

 

Sejatinya, Al-Quran telah mengingatkan manusia tentang kerusakan alam yang terjadi akibat perbuatan manusia. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an yang menyatakan bahwa kerusakan di darat dan laut disebabkan oleh tangan manusia.

 

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ ۝٤١

 

Artinya; "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum [30]  ayat 41)

 

Ayat ini menegaskan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi di darat dan laut merupakan akibat dari perbuatan manusia. Allah SWT tidak semata-mata menimpakan azab kepada manusia, melainkan musibah yang terjadi merupakan konsekuensi dari tindakan manusia sendiri.

 

Menurut Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah mengatakan bencana alam yang terjadi di muka bumi juga tidak terlepas dari perilaku manusia yang merusak lingkungan. Manusia yang berbuat dosa dan melanggar aturan akan menyebabkan sistem keseimbangan kehidupan menjadi tidak terkendali. (Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, [Ciputat, Penerbit Lentera Hati: 2005], Volume XI, halaman 76].

 

Lebih lanjut, ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya kerusakan itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan. Misalnya dengan terjadinya pembunuhan dan perampokan di kedua tempat itu, dan dapat juga berarti bahwa darat dan laut sendiri telah mengalami kerusakan, ketidakseimbangan serta kekurangan manfaat. Laut telah tercemar, sehingga ikan mati dan hasil laut berkurang. Daratan semakin panas sehingga terjadi kemarau panjang. 

 

Ibnu Asyur, dalam Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, menjelaskan bahwa kerusakan daratan dan laut dapat menimbulkan kerugian dan dampak negatif bagi kehidupan manusia. Kerusakan daratan, seperti deforestasi dan erosi tanah, dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan bahan pangan, kematian hewan ternak, dan gagal panen. Hal ini akan berakibat pada kelaparan, kekurangan gizi, dan krisis ekonomi.

 

Dampak kerusakan laut tak kalah mengerikan. Pencemaran laut, penangkapan ikan berlebihan, dan perusakan terumbu karang dapat menyebabkan penurunan populasi ikan, kerusakan ekosistem laut, dan hilangnya sumber daya laut. Hal ini akan berakibat pada kesulitan para nelayan dalam mencari nafkah, dan berkurangnya sumber protein bagi manusia.

 

Kerusakan daratan dan laut juga dapat menyebabkan bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, dan tsunami. Bencana alam ini dapat menyebabkan kerusakan infrastruktur, hilangnya tempat tinggal, dan korban jiwa. Simak penjelasan Ibnu Asyur berikut ini:

 

والْفَسادُ: سُوءُ الْحَالِ، وَهُوَ ضِدُّ الصَّلَاحِ، وَدَلَّ قَوْلُهُ: فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ عَلَى أَنَّهُ سُوءُ الْأَحْوَالِ فِي مَا يَنْتَفِعُ بِهِ النَّاسُ مِنْ خَيْرَاتِ الْأَرْضِ بَرِّهَا وَبَحْرِهَا

 

Artinya; "Kerusakan; keadaan yang buruk, dan kebalikan dari kebaikan. Firman Allah "di darat dan di laut" menunjukkan bahwa kerusakan itu adalah keadaan buruk pada hal-hal yang bermanfaat bagi manusia dari kebaikan bumi, baik di daratan maupun di lautan." [Ibnu Asyur, Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, [Tunisia, Dar Tunisiyah lin Nasyar: 1983], jilid XXI, halaman 110].

 

Oleh karena itu, manusia haruslah bertanggung jawab dan mulai membangun komitmen untuk menjaga dan melestarikan alam. Kita perlu melakukan perubahan dalam gaya hidup dan kebiasaan kita agar dapat meminimalisir kerusakan alam. Menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan energi secara bijak, dan beralih ke energi terbarukan adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian alam.

 

Manusia harus introspeksi diri dan kembali ke jalan yang benar dengan berkomitmen dalam menjaga kelestarian alam. Kita harus menyadari bahwa alam adalah titipan dari Tuhan yang harus dijaga dan dipelihara. Kita tidak berhak untuk merusak alam demi kepentingan pribadi atau golongan.

 

Marilah kita bersama-sama membangun komitmen untuk menjaga kelestarian alam dengan melakukan tindakan nyata. Kita dapat memulainya dari hal-hal kecil, seperti membuang sampah pada tempatnya, menghemat air dan energi, serta menggunakan produk yang ramah lingkungan. Dengan menjaga kelestarian alam, kita telah menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan dan memastikan kelangsungan hidup generasi mendatang.

 

Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat.