Ramadhan

Kultum Ramadhan: Keutamaan Memberi Hadiah di Bulan Ramadhan

Ahad, 7 April 2024 | 04:00 WIB

Kultum Ramadhan: Keutamaan Memberi Hadiah di Bulan Ramadhan

Keutamaan memberi hadiah di bulan Ramadhan. (Foto: NU Online/Freepik)

Bulan Ramadhan adalah bulan yang dipenuhi dengan keberkahan dan kemuliaan. Buktinya, seluruh amal ibadah umat Islam dilipatgandakan di bulan ini, dan salah satu amal ibadah itu adalah memberi hadiah.


Jarang sekali keutamaan memberi hadiah di bulan suci ini dibicarakan. Padahal pemberian yang satu ini memiliki keutamaan yang tak dimiliki pemberian-pemberian lainnya.


Hadiah sendiri termasuk dalam pemberian yang dianjurkan. Hanya saja ia diberikan dengan tujuan penghormatan kepada orang yang diberi. Keutamaannya banyak, apa lagi di bulan suci Ramadhan.


Rasulullah sendiri adalah sosok yang sangat gemar memberikan hadiah, terlebih lagi setelah memasuki bulan Ramadhan. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw amat dermawan di bulan tersebut.


وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِيْ رَمَضَانَ


Artinya: “Rasulullah menjadi sosok yang lebih dermawan di bulan Ramadhan.”[H.R Al-Bukhari]


Memang hadits ini tidak menyebutkan dengan jelas model kedermawanan apa yang dimaksud, tapi sejumlah ulama menyatakan bahwa maksud hadits tersebut adalah umum dan mencakup apa saja, tak terkecuali hadiah.


Berikut paparan Ad-Damamini:


أَنَّ الجُوْدَ المَذْكُوْرَ أَعَمُّ مِنَ الصَّدَقَةِ، فَلَوْ أنَّهُ مِنْ جِنْسِ (فَقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً) لَكَانَ جُوْدُهُ حِيْنَئِذٍ يَخْتَصُّ بِالصَّدَقَاتِ، وَقَدْ جَاءَ الكَلَامُ عَامًّا يَشْمُلُ الصَّدَقَاتِ وَالنِّحَلَ وَالعَطَايَا وَالنَّفَقَاتِ


Artinya: “Kedermawanan tersebut lebih umum dari hanya sekedar sedekah, seandainya sedekah tersebut termasuk dalam ayat: [hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu], maka kedermawanan beliau hanya terkhusus pada sedekah, sedangkan teks datang dalam bentuk umum, meliputi sedekah, pemberian mahar, ‘atiyyah (pemberian umum) dan nafkah.” (Ad-Damamini, Masabihul jami’,[Suriah, Darun Nawadir:2009 M}, jilid 1, halaman 53)


Imam An-Nawawi meskipun tidak secara lugas menyinggung hadiah ketika menjelaskan hadits di atas, tapi penjelasan beliau mengarah ke hal tersebut. Berikut paparan beliau dalam Syarhu Shahih Muslim:


وَفِيْ هٰذَا الحَدِيْثِ فَوَائِدُ مِنْهَا بَيَانُ عِظَمِ جُوْدِهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْهَا اسْتِحْبَابُ إِكْثَارِ الجُوْدِ فِيْ رَمَضَانَ وَمِنْهَا زِيَادَةُ الْجُوْدِ وَالْخَيْرِ عِنْدَ مُلَاقَاةِ الصَّالِحِيْنَ وَعَقِبَ فِرَاقِهِمْ لِلتَّأَثُّرِ بِلِقَائِهِمْ.


Artinya: “Dan hadits ini mengandung sejumlah pelajaran, di antaranya adalah menjelaskan luasnya sifat dermawan Rasulullah saw, dan menetapkan tentang sunnahnya memperbanyak pemberian di bulan Ramadhan, dan juga menegaskan hendaknya sifat dermawan seseorang semakin bertambah ketika bertemu para shalihin dan berpisah dari mereka.” (An-Nawawi, Syarhu Shahi Muslim, [Beirut, Daru ihyait turots:1392 H], jilid 15, halaman 69)


Hal yang menarik dari ungkapan imam An-Nawawi di atas adalah poin ketiga, yaitu “hendaknya sifat dermawan seseorang semakin bertambah ketika bertemu para shalihin dan berpisah dari mereka ”.


Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa yang dimaksud adalah hadiah, karena hadiah sebagaimana uraian sebelumnya, bertujuan untuk penghormatan dan kasih sayang. Sedangkan pemberian kepada shalihin tidak lain dan tidak bukan adalah bukti penghormatan dan kasih sayang kepada mereka. 


Selain itu, memberi hadiah dapat menimbulkan rasa cinta antara pemberi dan penerima. Bahkan, Nabi kita sangat memotivasi dan mendorong umatnya untuk saling bertukar hadiah. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:


تَهَادُّوْا تَحَابُّوْا


Artinya: “Hendaklah kalian saling bertukar hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” [H.R Al-Bukhari]


Dorongan ini bukan hanya sekedar ucapan Nabi saw, tapi beliau juga ikut mempraktikkannya. Itu tercermin dalam banyak riwayat, bahwa beliau tidak diberikan hadiah melainkan ia membalasnya.


Memberi hadiah adalah salah satu cara berbagi kebahagiaan dengan saudara Muslim kita, apalagi di bulan Ramadhan. Ketika hal tersebut dilaksanakan, maka kita akan mendapatkan pahala, bahkan pahala kita pun akan berlipat ganda.


Hadiah tidak disyaratkan pada sesuatu yang berharga atau bernilai tinggi. Tetapi, sesuatu yang kecil pun tidak mengapa jika dilakukan dengan ikhlas dan mengharapkan ridha Allah swt.


Imam As-Sya’rawi mengungkapkan bahwa dahulu para tabi’in mengirimkan hadiah kepada saudara mereka, sembari mengirimkan surat yang isinya: “Kami mengetahui bahwa kamu tidak membutuhkan hal kecil seperti ini, tapi kami mengirimkannya untukmu agar engkau tahu bahwa kami sangat mempedulikanmu.” (Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Mesir, Al-Maktabah At-Tijariah Al-Kubro: 1356 H],jilid 3, halaman 272)


Memberi hadiah juga dapat membuka pintu rezeki. Sebab memberi, sejatinya bukan mengurangi harta seorang Muslim, tapi justru menambahnya. Sebagaimana dicantumkan oleh Al-Munawi dalam Faidhul Qadir:


تَهَادُّوْا الطَّعَامَ بَيْنَكُمْ فَإِنَّ ذٰلِكَ تَوْسِعَةٌ فِيْ أَرْزَاقِكُمْ


Artinya: “Hendaklah kalian saling bertukar hadiah, karena itu akan membuka pintu rezeki.” (Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Mesir, Al-Maktabah At-Tijariah Al-Kubro: 1356 H],jilid 3, halaman 273)


Terakhir, hadiah dapat menghilangkan kedengkian dari hati penerimanya, karena tabiat hati manusia cenderung untuk mencintai harta, dan jika harta datang menghampirinya maka segumpal darah tersebut berubah menjadi gembira dan hilang seluruh gundah gulana.


Oleh karena itu, Ramadhan dengan segala keutamaannya tentu harus didukung dengan amalan-amalan yang baik dan hadiah salah satunya. Kabar baiknya, tradisi di Indonesia berupa pembagian THR menjelang hari raya adalah bentuk hadiah yang dianjurkan.


Semoga tradisi seperti ini dapat terawat dengan baik, karena selain bernilai ibadah, ia juga dapat mengeratkan hubungan sosial yang awalnya renggang, serta menyatukan ukhuwah yang dahulunya terpisah.


Muhamad Sunandar, Alumni Universitas Al-Ahgaff