Ramadhan

Kultum Ramadhan: Korelasi Puasa dan Kesehatan

Kam, 14 Maret 2024 | 16:00 WIB

Kultum Ramadhan: Korelasi Puasa dan Kesehatan

Ilustrasi korelasi puasa dan kesehatan (Envato)

Puasa adalah ibadah yang dilakukan dengan cara menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal lain yang dapat membatalkan, mulai dari fajar sampai masuk Maghrib. Saat puasa, seorang muslim dituntut untuk dapat mengontrol pola makan dan minumnya dengan baik, serta membiasakan diri untuk mengosongkan perut yang secara medis dianggap sebagai sumber penyakit. 
 

Dalam salah satu hadits marfu’ riwayat Abu Hurairah ra tentang manfaat puasa disebutkan:
 

صُوْمُوْا تَصِحُّوْا
 

Artinya, “Puasalah, maka kalian sehat.” (HR At-Thabarani).
 

Al-Harali berkata: "Hadits ini menunjukkan orang yang berpuasa akan mendapat kebaikan badan, kesehatan dan rezeki yang melimpah, serta pahala yang besar di akhirat. Puasa adalah makanan bagi hati. Karena itu ulama sepakat bahwa kunci hidayah dan kesehatan adalah rasa lapar, karena jika organ-organ menjadi lemah, maka Allah akan menerangi hati, menyucikan jiwa, dan menguatkan tubuh." (Abdurrauf Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1994], juz IV, halaman 280).
 

Ulama dalam menjelaskan makna hadits tersebut sepakat bahwa puasa dapat membawa kesehatan pada tubuh. Karena makanan yang ada di dalam perut merupakan sumber utama dari berbagai macam penyakit. Imam Al-Ghazali mengutip satu hadits dalam kitab Ihya’nya yang berbunyi:
 

الْبِطْنَةُ أَصْلُ الدَّاءِ وَالْحِمْيَةُ أَصْلُ الدَّوَاءِ
 

Artinya, “Perut adalah asal muasal penyakit, dan pola makan adalah asal muasal obatnya.” (Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah], juz III, halaman 87).
 

Al-Harits bin Kaldah At-Tsaqafi (wafat 13 H/634–35 M), seorang tabib (dokter) terkenal bangsa Arab yang berasal dari kota Thaif, berkata: “Pantangan makan adalah obat”.
 

Pernyataan ini didukung oleh para tokoh, mereka mengatakan bahwa rasa lapar adalah salah satu obat yang paling mujarab dalam menyembuhkan segala penyakit karena faktor kegemukan atau kekenyangan, dan dapat lebih baik dalam mengobatinya. (Abdullah Muhammad Ibnu Muflih Al-Maqdisi, Al-Adabus Syar’iyah, [Beirut, Muassasah Ar-Risalah: 2005], juz II, halaman 348).
 

Rasulullah saw bersabda: 
 

مَا مَلَأَ ابْنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ بِحَسَبِ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يَقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

Artinya, “Tidak ada anak Adam yang mengisi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukup bagi anak Adam beberapa suapan kecil yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak mampu, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk nafasnya." (HR Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
 

Beberapa dokter ahli menyebutkan bahwa ciri-ciri lambung adalah organ saraf berongga yang bentuknya mirip labu, terdiri dari tiga lapisan. Mulut perut lebih banyak saraf, bagian bawah perut lebih berdaging, dan di dalamnya terdapat benjolan pada bagian tengah perut dan condong ke kiri, dan itu merupakan tempat penyakit." (Al-Maqdisi, II/ 348).
 

Abu Ishaq Al-Iraqi dalam kitabnya Asbabusy Syifa’ menjelaskan, alasan puasa penting bagi tubuh adalah karena puasa membantunya melakukan proses katabolisme, yaitu membuang sel-sel tua dan sel-sel berlebih. Sistem puasa yang dianut dalam Islam–menahan rasa lapar dan haus setidaknya selama empat belas jam, kemudian berbuka–adalah sistem yang ideal untuk mengaktifkan proses pembongkaran dan pembangunan dalam perut. 
 

Hal ini kebalikan dari apa yang selama ini dibayangkan orang, bahwa puasa menyebabkan kekurusan dan kelemahan. Asalkan puasa dilakukan pada kadar yang wajar, sebagaimana dalam Islam, yang mana umat Islam berpuasa selama satu bulan penuh dalam setahun, dan setelah itu dianjurkan berpuasa selama tiga hari dalam tiap bulan sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. (Abu Ishaq Al-Iraqi, Asbabus Syifa’ Minal Asqam Wal Ahwa’, [Iraq, Mathba’ah Al-Baghdadi: 2004], juz I, halaman 20).
 

Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan, bahwa mengurangi makanan bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan pencegahan penyakit, Karena penyebab penyakit adalah makan berlebihan dan adanya sisa-sisa cairan di lambung dan pembuluh darah. Kemudian penyakit menghalangi ibadah, mengacaukan hati, mencegah zikir, menjadikan hidup menjadi sulit, memerlukan obat-obatan, dan dokter, serta menghabiskan biaya yang besar. (Al-Ghazali, III/87).
 

Dari uraian di atas kita dapat memahami, puasa memiliki korelasi yang kuat dengan kesehatan. Perut adalah sumber penyakit. Dengan berpuasa perut akan menjadi bersih dan proses pencernaan akan berjalan dengan baik. Dengan tubuh yang sehat, banyak amal kebaikan dan pahala yang dapat kita raih. Semoga Allah swt selalu melindungi kita dari berbagai penyakit dlohir dan batin. Amin. Wallahu a'lam
 

 

Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pengasuh Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar Jatim dan Mahasiswa Pascasarjana IAIN Kediri