Ramadhan

Kultum Ramadhan: Strategi I’tikaf untuk Meraih Lailatul Qadar

Sab, 6 April 2024 | 17:30 WIB

Kultum Ramadhan: Strategi I’tikaf untuk Meraih Lailatul Qadar

I'tikaf mencari Lailatul Qadar. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia dan ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Karena pada bulan ini, semua amal ibadah akan dilipatgandakan oleh Allah swt. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari:


فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ، فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ مَا لا تُضَاعَفُ فِيمَا سِوَاهُ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَاتُ


Artinya: “Bertakwalah kalian kepada Allah swt pada bulan Ramadhan! Karena pada bulan tersebut, semua amal kebaikan dan keburukan akan dilipatgandakan olehnya.” (Al Imam Badruddin Al ‘Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, [Darul Fikr, 2016], halaman 26)


Penggalan hadits di atas menekankan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa. Karena khusus pada bulan tersebut semua amal kebaikan kita akan dilipatgandakan oleh Allah. Akan tetapi, terdapat hal yang perlu digarisbawahi adalah amal yang dilipatgandakan oleh Allah tidak hanya amal kebaikan, melainkan amal keburukan akan dilipatgandakan olehnya. 


Kemulian bulan Ramadhan dijelaskan juga dalam hadits lain yang berbunyi:


مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ


Artinya: “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka dosa-dosanya terdahulu akan diampuni oleh Allah.” (Ahmad bin Syuaib An-Nasa'I, Shahih Sunan Nasa’i, [Riyadh: Maktabah Al Ma’arif], juz 2, halaman 118)


Berdasarkan argumentasi ini, maka tidak mengherankan apabila terdapat anjuran untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita saat bulan Ramadhan. Selain ibadah puasa, kita juga dianjurkan untuk melakukan ibadah lain, seperti melakukan i’tikaf di masjid. 


Syekh Ibnu Qasim al-Ghazi mendefinisikan i’tikaf dari aspek etimologis sebagai berikut:


اْلإِقَامَةُ عَلَى الشَّيْءِ مِنْ خَيْرٍ أَوْ شَرٍّ


Artinya: “Menetapi sebuah perbuatan yang baik atau buruk


Sedangkan secara terminologi adalah:


إِقَامَةٌ بِمَسْجِدٍ بِصِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ


Artinya: “Berdiam diri di dalam masjid dengan keadaan tertentu.” (Ibnu Qasim Al Ghazi, Fathul Qarib, [Mathba’ah Kastaliah, 1864], halaman 79) 


Menurut definisi ini, dapat disimpulkan bahwa i’tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid. Lebih lanjut, Syekh Ibnu Qasim al-Ghazi menekankan bahwa i’tikaf sangat dianjurkan setiap waktu, terlebih pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Hal ini ditujukan untuk menyongsong malam Lailatul Qadar yang diprediksi sering terjadi pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. 


Akan tetapi, malam ganjil adalah malam yang dimungkinkan datangnya Lailatu Qadar. Sedangkan malam 21 dan 23 Ramadhan adalah malam yang sangat potensial terjadinya malam Lailatul Qadar. (Syekh Ibnu Qasim al-Ghazi, Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfadhit Taqrib, [Mathba’ah Kastaliah, 1864], halaman 79)


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ibadah sunnah yang sangat mudah dilakukan di bulan Ramadhan adalah i’tikaf. Karena hanya dengan berdiam diri di dalam masjid kita akan mendapatkan pahala sunnah yang dilipatgandakan. Bahkan terdapat sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa nabi Muhammad saw selalu melakukan i’tikaf setiap kali datang bulan Ramadhan. 


كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَان عَشْرَةَ أَيَّامٍ, فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ. 


Artinya: “Bahwa Nabi Muhammad saw selalu melakukan i’tikaf 10 hari setiap datangnya bulan Ramadhan. Akan tetapi, saat beliau menerima wahyu (Al-Qur’an) beliau akan beri’tikaf selama 20 hari.” (Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Umdatul Qari fi Syarhi Shahih Bukhari, [Mathba’ah Kastaliah, 1864], halaman 79)


Bahkan diriwayatkan oleh Sayyidah A’isyah:


كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْاَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ.


Artinya: “Nabi Muhammad SAW melakukan i’tikaf di 10 akhir bulan Ramadhan sampai beliau wafat.” (Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, [Islam Kotob], juz 3, halaman 175)


Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa i’tikaf mempunyai banyak keutamaan. Di sisi lain, dengan melakukan i’tikaf, kita dapat mengendalikan hawa nafsu untuk menghindari hal-hal buruk yang berpotensi merusak amal ibadah puasa.  Sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin juz 2 halaman 289:


لِاَنَّهُ أَقْرَبُ لِصَوْنِ النَّفْسِ عَنْ ارْتِكَابِ مَا لَا يَلِيْقُ


Artinya: “Karena i’tikaf dapat menjaga hawa nafsu dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik.” (Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, [Islam Kotob], juz 3, halaman 175) 


Adapun panduan teknis sederhana pelaksanaan i’tikaf yaitu: pertama adalah niat dengan lafal:


نَوَيْتُ اْلِاعْتِكَافَ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى


Artinya: “Aku niat i’tikaf sunnah karena Allah.
 

Kedua adalah berdiam diri di dalam masjid dengan durasi waktu minimal kadar tuma’ninah


Marilah kita manfaatkan bulan Ramadhan tahun ini untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas takwa kepada Allah swt dengan selalu melakukan amal-amal kebaikan. Serta berharap semoga kita semua tergolong orang-orang yang dijelaskan dalam hadits di atas yakni : “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka dosa-dosanya terdahulu akan diampuni oleh Allah .” Amin.


Muhammad Ulil Albab, Santri Pondok Pesantren Mansajul Ulum sekaligus Mahasiswa Institut Pesantren Mathali’ul Falah Pati.