Ramadhan

Perilaku yang Perlu Diperhatikan Jelang Ramadhan

Sen, 20 Maret 2023 | 18:00 WIB

Perilaku yang Perlu Diperhatikan Jelang Ramadhan

Amalan bulan Ramadhan. (Foto: ilustrasi NU Online)

Kita akan menghadapi bulan suci Ramadhan dengan segala keutamaannya. Kita diharapkan dapat melakukan bersih-bersih lahir dan batin menjelang Ramadhan. Kita perlu memperbaiki hubungan dengan sesama dan kepada Allah.


Di tengah besarnya keutamaan Ramadhan, kita berharap Allah mengampuni dan menerima semua amal kita baik ibadah yang wajib maupun ibadah yang sunnah. Untuk kita perlu memperhatikan sabda nabi perihal apa yang dapat mengganjal atau menghalangi penerimaan amal ibadah wajib dan amal ibadah sunnah.


Imam Zakiyuddin Abdul Azhim Al-Mundziri dalam karyanya At-Targhib wat Tarhib mengingatkan agar kita menjauhi tiga amalan yang dapat menghalangi penerimaan amal ibadah terlebih menjelang Ramadhan.


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُمْ صَرْفاً وَلَا عَدْلاً عَاقٌّ، وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِالقَدَر (طبراني).


Artinya, “Dari sahabat Abu Umamah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Ada tiga orang yang tidak diterima ibadah wajib dan ibadah sunnahnya, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, orang yang mengungkit pemberiannya, dan orang yang mendustakan takdir,’” (HR At-Thabarani). (Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H], juz III, halaman 263).


Peringatan ini antara lain sesuai dengan larangan dalam Surat Al-Baqarah ayat 264 perihal mengungkit pemberian. Dari hadits ini, kita dapat menarik simpulan bahwa kita dianjurkan untuk memperbaiki hubungan dengan orang tua baik masih hidup maupun telah meninggal, belajar ikhlas dalam berbagi, dan belajar menerima takdir.


Pada riwayat lain, Rasulullah juga mengingatkan kita untuk menjaga hak orang lain. Jangan sampai kita menzalimi hak orang lain. Kezaliman terhadap hak orang lain juga berpotensi pada penolakan amal ibadah manusia baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah.


مَا مِنْ أَحَدٍ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلَّا طُوِّقَ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ صَرْفاً وَلَا عَدْلاً


Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Tidak ada seseorang yang mengambil sejengkal tanah tanpa hak melainkan akan dikalungkan dari tanah tujuh lapis bumi; Allah tidak menerima ibadah wajib dan ibadah sunnah darinya,’” (HR Al-Baihaki).


Pada riwayat Bukhari, pelaku kezaliman terhadap orang lain baik menyangkut kehormatannya maupun hartanya dinajurkan untuk memohon maaf kepada korban. Kalau terkait harta, maka ia harus mengembalikannya kepada yang berhak. Jika tidak, maka pengadilan di akhirat akan digelar secara adil.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قال رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٌ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُوْنَ دِيْنَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ


Artinya, “Siapa saja yang memiliki kezaliman terhadap kehormatan orang lain atau sesuatu lainnya, hendaklah minta maaf darinya hari ini sebelum (hari kiamat di mana) dinar dan dirham tidak berlaku lagi. Jika dia memiliki amal saleh, maka amalnya akan diambil sesuai kadar kezalimannya. Jika pelaku tidak memiliki kebaikan, maka dosa korbannya akan diambil dan ditanggungkan kepada pelaku yang menzaliminya,” (HR Bukhari).


Dari sini, kita dapat menyimpulkan apa yang harus kita lakukan menjelang Ramadhan agar kita dapat beruntung baik dunia maupun akhirat:

 
  1. Meminta maaf kepada orang tua jika masih hidup;
  2. Menziarahi makam orang tua jika telah meninggal dunia;
  3. Belajar ikhlas dalam berbagi, tidak menyakiti dan mengungkit pemberian;
  4. Belajar menerima dengan ridha kenyataan apapun sebagai takdir Allah;
  5. Meminta maaf kepada orang-orang yang pernah kita aniaya;
  6. Mengembalikan hak orang lain yang ada pada kita kepada yang berhak; dan
  7. Menjaga hubungan baik dengan siapapun (silaturrahmi).


Sebagai penutup, kami mengutip hadits riwayat Imam Bukhari pada Kitab Adabul Mufrad bahwa sahabat Anas ra bercerita, suatu hari Rasulullah saw naik ke atas mimbar. Sampai tangga pertama, ia berkata “Amīn.” Naik anak tangga kedua, ia mengulanginya “Amīn.” Naik satu anak tangga lagi, ia berkata “Amīn.”


Setelah Rasulullah duduk, sahabat bertanya, “Wahai Rasul, kamu mengaminkan apa?” Rasulullah menjawab, “Jibril datang kepadaku dan berkata, ‘Celakalah orang yang mengalami masa tua kedua orang tuanya atau salah satu darinya, lalu ia tidak masuk surga karenanya,’ lalu aku berkata, ‘Amīn;’ ‘Celakalah seseorang yang memasuki Ramadhan tetapi dosanya tidak diampuni,’ aku berkata ‘Amīn;’ dan ‘Celakalah orang yang disebut namamu di dekatnya, tetapi dia tidak bershalawat,’ lalu aku berkata ‘Amīn,’” (HR Bukhari). Wallahu a’lam.


Alhafiz Kurniawan, Wakil Sekretaris LBM PBNU