Muhammad Ulil Albab
Kolomnis
Pada bulan Ramadhan seluruh umat Islam wajib melakukan rukun Islam ketiga, yaitu puasa. Kewajiban berpuasa lantas menimbulkan pertanyaan, wajibkah berpuasa bagi musafir?
Sebelum membahas kewajiban berpuasa bagi musafir, perlu diketahui terlebih dahulu syarat wajib yang harus dipenuhi bagi orang yang berpuasa.
Kewajiban berpuasa hanya diperuntukan bagi orang Islam, baligh, berakal dan mampu melaksanakan puasa. Ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qasim Al-Ghazi dalam kitabnya Fathul Qarib. (Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib, [Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2016], halaman 66).
Sebaliknya, puasa tidak diwajibkan bagi orang-orang yang tidak sesuai dengan kriteria di atas, seperti anak kecil, orang sakit (tidak mampu berpuasa satu hari penuh), dan orang gila.
Hukum Puasa Musafir
Di sisi lain, dalam surat Al-Baqarah ayat 138 dijelaskan:
وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ
Artinya, “Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain.”
Ayat menjelaskan, terdapat keringanan untuk tidak berpuasa bagi seseorang yang sedang bepergian. (musafir). Lantas bagaimana penjelasan lebih lanjut terkait dengan ayat?
Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menjelaskan bahwa diperbolehkan bagi seseorang yang bepergian untuk tidak berpuasa dengan catatan melakukan perjalanan yang diperbolehkan melakukan mengqashar shalat.
وَيُبَاحُ فِطْرٌ) فِيْ صَوْمٍ وَاجِبٍ (بِمَرَضٍ مُضِرٍّ) ضَرَرًا يُبِيْحُ التَّيَمُّمُ كَأَنْ خَشِيَ مِنَ الصَّوْمِ بُطْءُ بُرْءٍ (وَفِيْ سَفَرِ قَصْرٍ) دُوْنَ قَصِيْرٍ وَسَفَرِ مَعْصِيَةٍ
Artinya, “Dalam puasa wajib, terdapat 2 orang yang diperbolehkan tidak berpuasa, yaitu seseorang yang sedang sakit dengan catatan apabila ia berpuasa, maka kesembuhannya akan tertunda. Kemudian seseorang yang sedang dalam perjalanan yang diperbolehkan meng-qashar shalat. Yaitu perjalanan yang jauh dan tidak untuk maksiat.” (Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu’in, [Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1998], halaman 91).
Melansir NU Online dalam artikel berjudul: “Tata Cara dan Ketentuan Qashar Shalat”, seseorang diperbolehkan mengqashar shalat apabila telah memenuhi persyaratan qashar shalat, diantaranya adalah bepergian tidak untuk tujuan maksiat dan menempuh jarak minimal dua marhalah atau 80,64 km mengutip kitab Tanwirul Qulub.
Akan tetapi, hal ini berlaku apabila seseorang telah melewati batas diperbolehkannya mengqashar shalat (melewati batas desa) sebelum fajar tiba.
Kendati demikian, apabila seorang musafir mampu untuk melakukan puasa satu hari penuh, maka sebaiknya ia tetap melakukan ibadah puasa.
وَصَوْمُ الْمُسَافِرِ بِلاَ ضَرَرٍ أَحَبُّ مِنَ الْفِطْرِ
Artinya: “Alangkah baiknya seseorang yang bepergian untuk tetap berpuasa apabila tidak adanya bahaya.” .” (Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu’in, [Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1998], halaman 91).
Berdasarkan paparan dapat disimpulkan, orang yang bepergian atau musafir tetap mendapatkan hukum kewajiban berpuasa. Akan tetapi, diperbolehkan untuk tidak berpuasa apabila memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan, serta wajib mengqadha di kemudian hari. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Ulil Albab, Santri PP Mansajul Ulum dan Mahasiswa IPMAFA Pati
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menghadapi Ujian Hidup dengan Ketakwaan
2
Khutbah Jumat: Menghindari Buruk Sangka kepada Tuhan dan Sesama
3
Ini Link Download Logo Hari Santri 2024
4
Khutbah Jumat: Larangan Bekerja Sama dalam Kemaksiatan
5
Khutbah Jumat: Mari Memuliakan Tamu
6
Timnas Garuda, Bahrain, dan Politik Timur Tengah
Terkini
Lihat Semua