Syariah

Fenomena Azan Keliru dan Risikonya

Sen, 16 Januari 2023 | 05:00 WIB

Fenomena Azan Keliru dan Risikonya

Ilustrasi: Azan harus sudah masuk waktu shalat (Freepik).

Azan adalah dzikir khusus yang dikumadangkan untuk memberitahu telah masuknya waktu shalat fardhu. Dengan demikian azan erat kaitannya dengan waktu shalat, dimana azan harus dilakukan setelah masuknya waktu shalat.

 

Fatalnya, kadang di beberapa daerah terdengar azan sebelum masuk waktu shalat karena muazin ​​​​​​beranggapan bahwa jam 18:00 WIB sudah Magrib dan jam 19:00 WIB sudah Isya. Padahal kita ketahui bersama bahwa, sebenarnya waktu shalat tidak ditetapkan berdasarkan jam, melainkan berdasarkan fenomena astronomi dari peredaran matahari dari timur ke barat. Lantas bagaimana azan yang dikumadangkan padahal belum masuk waktu? Bagaimana pula shalat yang dikerjakan?
 

 

Hukum Azan Sebelum Masuknya Waktu

Syekh Wahbah Az-Zuhaili (wafat 2015 M) seorang pakar fiqih kontemporer dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami menjelaskan keharaman dan ketidakabsahan azan sebelum masuk waktu shalat. Berikut penjelasannya:
 

 

دخول الوقت: فلا يصح الأذان ويحرم باتفاق الفقهاء قبل دخول وقت الصلاة، فإن فعل أعاد في الوقت؛ لأن الأذان للإعلام، وهو قبل دخول الوقت تجهيل. ولذا يحرم الأذان قبل الوقت لما فيه من التلبيس والكذب بالإعلام بدخول الوقت


 

Artinya, "Syarat azan adalah masuk waktu shalat. Karenanya azan sebelum masuk waktu shalat hukumnya tidak sah dan haram menurut kesepakatan fuqaha. Jika oran​​​​​g melakukan azan sebelum masuk waktu shalat maka harus mengulanginya setelah waktu shalat masuk, karena azan bertujuan untuk pemberitahuan.  Sedangkan azan sebelum masuk waktu shalat adalah pembodohan. Karena itu, azan sebelum masuknya waktu shalat hukumnya haram sebab merupakan pemalsuan dan kebohongan atas pemberitahuan telah masuknya waktu shalat." (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adilatuh, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz I, halaman 698).
 

 

Syekh Bakri Syatha (wafat 1310 H) dalam kitabnya menjelaskan larangan dan tidak sahnya azan dan iqomah sebelum masuknya waktu shalat, alasannya dan kejelasan dosa melakukannya sebagai berikut:
 

فلا يجوز كل من الأذان والإقامة ولا يصح قبل دخول الوقت، أي للتلبس بعبادة فاسدة، ولأنه قد يؤدي إلى التلبيس على غيره، ويكون صغيرة لا كبيرة
 

Artinya, "Tidak diperbolehkan dan tidak sah azan dan iqamah sebelum masuk waktu shalat, karena termasuk melakukan ibadah yang fasid (rusak karena tidak terpenuhinya syarat azan yaitu telah masuknya waktu shalat), dan terkadang hal itu akan menjadi informasi waktu shalat yang salah untuk orang lain. Hal itu termasuk dosa kecil, bukan dosa besar".
 

Kecual azan subuh. Adapun azan subuh sah dilakukan sejak pertengahan malam, karena adanya hadits yang secara khusus memperbolehkannya. 
 

إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى تَسْمَعُوا تَأْذِينَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ
 

Artinya, "Sesungguhnya Bilal menguman​​​​​​​dan​​​​​​​gkan​​​​​​​ azan di waktu yang masih malam, maka hendaklah kalian tetap makan dan minum hingga mendengar azan Ibnu Ummi Maktum." (HR At-Tirmidzi dan An-Nasai).
 

 

Syekh Bakri Syatha menjelaskan hikmah dibalik bolehnya azan sebelum masuk waktu subuh sebagai berikut:
 

وحكمته أن الفجر يدخل وفي الناس الجنب والنائم فجاز بل ندب تقديمه ليتهيؤا لإدراك فضيلة أول الوقت
 

Artinya, "Hikmahnya adalah ketika fajar shadiq atau waktu subuh masuk, kadan​​​​​​​g masih ada yan​​g​masih junub dan tidur, maka diperbolehkan bahkan disunahkan azan sebelum waktu subuh supaya orang-orang itu bersiap-siap terlebih dahulu dan supaya mereka mendapatkan keutamaan shalat di awal waktu." (Abu Bakar Ustman bin Muhammad Syatha, I'anatut Thalibin, [Bairut: Darul Fikr: 1997 M] juz 1 halaman 283).
 

Penjelasan di atas meniscayakan azan dikumandangkan setelah masuknya waktu shalat kecuali azan Subuh. Azan yang dikumandangkan sebelum masuknya waktu shalat selain azan Subuh itu hukumnya tidak diperbolehkan dan berdosa karena termasuk melakukan ibadah yang tidak memenuhi syarat (fasid) dan berpotensi mengelabuhi orang lain tentang telah masuknya waktu shalat.

 


Waktu Shalat

Mengetahui telah masuknya waktu shalat merupakan syarat sah shalat, sebagaimana diterangkan dalam kitab Fathul Qarib sebagai berikut:
 

 

والرابع (العلم بدخول الوقت) أو ظن دخوله بالاجتهاد؛ فلو صلى بغير ذلك لم تصح صلاته وإن صادف الوقت


 

Artinya, " Adapun syarat sah shalat keempat adalah mengetahui masuknya waktu atau menduga telah masuknya waktu dengan ijtihad. Apabila seseorang shalat tanpa hal itu, maka shalatnya tidak sah sekalipun secara kebetulan waktunya sudah benar."  (Syamsuddin Al-Ghazi, Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazhi Taqrib).

 

3 Cara Mengetahui Waktu Shalat

Awal waktu shalat seperti dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab fiqih diketahui berdasarkan fenomena astronomi akibat dari peredaran matahari, bukan berdasarkan jam. Awal waktu shalat Subuh adalah munculnya fajar shadiq. Waktu Zuhur saat matahari tergelincir. Waktu Asar masuk jika panjang bayangan suatu benda sedikit lebih panjang daripada ukuran panjang bendanya. Waktu Magrib saat terbenamnya matahari. Demikian pula waktu Isya masuk ketika hilangnya mega merah.


 

Jadi, memastikan dan mengunakan patokan jam, semisal jam 18:00 WIB telah masuk Magrib dan jam 19:00 WIB waktu shalat Isya, tidak selamanya benar, karena terkadang terbenamnya matahari itu terjadi pukul 18:00 WIB lebih, seperti di bulan Januari ini. Semisal di daerah Penulis, di Kabupaten Purworejo Jawa Ten​​​​​gah, khususnya pada pukul 18:00 WIB langit masih terang dan matahari masih terlihat belum tenggelam, yang berarti belum masuk waktu Magrib sekalipun sudah pukul 18:00 WIB.


 

Syekh Sulaiaman Al-Jamal (wafat 1204 H) dalam kitabnya menjelaskan tiga tingkatan mengetahui masuknya waktu shalat sebagai berikut:
 

 

Pertama, melihat dengan mata kepala sendiri, seperti halnya orang ​​​​​​melihat tergelincir atau terbenamnya matahari. Atau mendapat berita dari orang yang terpercaya yang telah melihat matahari sendiri secara langsung. Atau mendengar muazin yang terpercaya dan mengetahui ilmunya di saat langit dalam kondisi terang. Atau dengan jam bayangan matahari yang akurat. Atau dengan jam arloji yang teruji kebenarannya. Beberapa cara ini masuk dalam kategori tingkatan pertama, sehingga seseorang yang akan melakukan shalat bisa memilih salah satu dari beberapa cara tersebut.


 

Kedua, berusaha mengetahui waktu shalat dengan seperangkat dalil-dalil yang menunjukkannya (ijtihad). Ijtihad ini bisa dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian tentang seperangkat dalil-dalil yang menunjukkan waktu shalat. Seperti dengan jumlah wiridan atau pekerjaannya. Masuk dalam kategori tingkatan kedua ini adalah mendengar muazin yang terpercaya dan mengetahui ilmu-ilmunya dalam kondisi langit sedang berawan.


 

Ketiga, mengikuti arahan informasi dari orang yang mengetahui waktu shalat dari hasil berijtihad. (Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal, [Beirut, Darul Fikr], juz I, halaman 281).


 

Penjelasan Syekh Al-Jamal di atas memberikan pemahaman kebolehan menjadikan muazin dan jam jadwal shalat sebagai patokan masuknya waktu shalat. Tentunya suara azan yang terpercaya dan jam jadwal shalat yang valid serta teruji kebenarannya, seperti jadwal shalat pada aplikasi SuperApp NU Online, sebab telah ditashih oleh Lembaga Falakiyah Nadhlatul Ulama.


 

Hukum Shalat Berdasarkan Azan yang Keliru 

Lantas bagaimana hukum shalat yang dikerjakan berdasarkan mengikuti azan yang ternyata belum masuk waktu shalat atau azan yang keliru?



Syekh Zainuddin Al-Malibari (wafat 987 H) dalam Fathul Mu'in menjelaskan:
 

 

فمن صلى بدونها لم تصح صلاته وإن وقعت في الوقت لان الاعتبار في العبادات بما في ظن المكلف وبما في نفس الأمر


 

Artinya, "Barangsiapa mengerjakan shalat tanpa mengetahui masuknya waktu secara yakin atau berdasarkan ​​​​​​dugaan kuat, maka shalatnya tidak sah sekalipun bertepatan dengan waktu shalat sebenarnya, ​​​​​​​karena yang dijadikan acuan dalam ibadah adalah dugaan kuat orang yang terbebani hukum (mukallaf) serta sesuai kenyataan yang ada." ( Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu'in, [Beirut, Dar Ibnu Jazm], halaman 78).



Walhasil, azan yang dikumandangkan sebelum masuknya waktu shalat tidak sah dan haram dilakukan, kecuali azan Subuh, karena termasuk pemalsuan dan kebohongan terhadap masuknya waktu shalat. Sedangkan shalat yang dikerjakan dengan berdasarkan pada azan yang tidak dapat dipercaya hukumnya tidak sah, karena tidak memenuhi syarat sah mengerjakan shalat, yakni mengetahui masuknya waktu shalat dengan yakin atau berdasarkan ​​​​​​duga kuat. Adapun​​​​​​​ yang dilakukan itu termasuk kecerobohan.


 

Terakhir, bagi orang​​​​ ​​yang hendak azan dan atau melaksanakan shalat di awal waktu, sebaiknya memastikan terlebih dahulu waktu shalatnya sudah masuk dengan melihat keadaan matahari, atau setidaknya melihat aplikasi jadwal waktu shalat yang juga tersedia dalam aplikasi SuperApp NU Online mengingat banyaknya azan di sekeliling kita yang kurang dapat dipercaya validitasnya. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo