Sirah Nabawiyah

Sejarah Pembuangan Anak sebelum Datangnya Islam

Sel, 22 Agustus 2023 | 09:08 WIB

Sejarah Pembuangan Anak sebelum Datangnya Islam

Sejarah Pembuangan Anak sebelum Datangnya Islam. (Foto: NU Online/Freepik)

Bangsa Arab sebelum datangnya Islam dikenal dengan bangsa yang berpengetahuan. Mereka mampu melahirkan banyak penyair-penyair hebat yang sastranya begitu indah dan penuh makna. namun sayangnya, peradaban di sana lebih dekat pada tradisi amoral, perbuatan dan perilaku kesehariannya tidak menunjukkan kepedulian pada moral dan kemanusiaan yang disebabkan oleh pandangan mereka yang nihil tentang kesopanan. Itu sebabnya bangsa Arab dikenal dengan bangsa Jahiliyah pada masa itu.


Salah satu perilaku dan kebiasaan tidak manusiawi yang mereka lakukan pada masa itu adalah membuang anak wanitanya. Mereka beranggapan bahwa anak wanita hanya membawa sial bagi keluarganya dan tidak akan memberikan manfaat apa-apa, berbeda dengan anak laki-laki, mereka sangat bangga dan bahagia dengan kehadiran laki-laki.


Imam Fakhruddin ar-Razi (wafat 606 H) dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa penyebab orang Arab membuang bayi wanita saat itu karena setidaknya tiga alasan, (1) karena khawatir ditimpa kemiskinan, baik kemiskinan orang tua yang memeliharanya, atau kemiskinan anak itu ketika dewasa; (2) anak wanita tidak bisa bekerja sebagaimana anak laki-laki; dan (3) karena khawatir anak perempuan mereka diperbudak. (Imam ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya at-Turats: 1420], juz 20 halaman 330).


Peradaban ini terus berlanjut di Arab. Mereka tidak rela jika dalam keluarganya terdapat anak perempuan. Gengsi, khawatir tidak makan, dan takut tidak bisa bekerja dijadikan alasan untuk membuang anak perempuan di zaman itu.


Sejarah Pembuangan Anak

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat 852 H) dalam kitabnya mengisahkan awal mula terjadinya kebiasaan membuang anak perempuan di kalangan bangsa Arab. Dalam kitabnya dikisahkan bahwa orang pertama yang melakukan perbuatan tidak manusiawi ini adalah Qais bin Ashim at-Tamimi,


أَوَّلُ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ قَيْسُ بْنُ عَاصِم التَّمِيْمِي


Artinya, “Orang pertama yang melakukan itu (mengubur anak wanita hidup-hidup) adalah Qais bin Ashim at-Tamimi.” (Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1379], juz X, halaman 406).


Kisah ini bermula ketika Nu’man bin Mundzir (penguasa Iraq) memimpin pasukan besar untuk menyerang musuh-musuhnya (termasuk Bani Tamim) dan mereka berhasil memenangkan peperangan ini. Mereka menyita harta dan membawa gadis-gadis Bani Tamim sebagai tawanan. Tidak lama setelah itu, para pembesar Bani Tamim memohon kepada Nu’man bin Mundzir agar gadis-gadis yang dijadikan tawanan itu dikembalikan.


Namun sayangnya, beberapa di antara gadis-gadis Bani Tamim telah menikah selama ditawan, sehingga ia memberi kesempatan kepadanya untuk memilih antara memutuskan hubungan dengan orang tuanya atau bercerai dengan suaminya dan kembali pada orang tuanya.


Salah satu pembesar Bani Tamim yang memohon agar gadis-gadis itu dikembalikan kepada Bani Tamim adalah Qais bin Ashim. Namun sayang, putrinya lebih memilih untuk tinggal bersama suaminya dan memutus hubungan dengan orang tuanya.


Keputusan putrinya itu sungguh sangat menyakitkan hati Qais bin Ashim. Ia merasa telah dikhianati oleh putrinya sendiri, hingga kemudian ia bertekad untuk membunuh anak wanitanya yang lahir di kemudian hari. Tradisi ini kemudian menyebar di kalangan Bani Tamim dan suku-suku lainnya,


ثم حصل بينهم صلح فخير ابنته فاختارت زوجها فآلى قيس على نفسه أن لا تولد له بنت إلا دفنها حية فتبعه العرب في ذلك


Artinya, “Kemudian setelah terjadi perdamaian antara Bani Tamim dan penguausa Iraq, ia mempersilahkan untuk memilih, kemudian putrinya lebih memilih suaminya, sehingga (pilihan itu) membuat marah Qais, bahkan ia berjanji pada dirinya untuk tidak melahirkan anak perempuan kecuali akan menguburnya hidup-hidup. Kejadian ini terus diikuti oleh orang-orang Arab.” (Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, 10/406).


Islam Datang

Setelah kejadian tidak manusiawi ini terus berlanjut di Arab, kemudian datanglah Islam untuk mengajarkan moralitas yang luhur kepada mereka. Islam datang sebagai penolong bagi kaum perempuan yang diperlakukan dengan tidak manusiawi di sana. Nabi Muhammad dengan risalah yang dibawanya membimbing masyarakat Arab dan mengarahkan mereka perihal moral yang mulia.


Dengan ajaran dari nabi, akhirnya tradisi Arab yang biasa mengubur anak perempuan itu terkikis dan tidak lagi terjadi penguburan anak perempuan. Alasan khawatir tidak bisa makan tidak lagi bisa dibenarkan, karena pada hakikatnya Allah yang akan menanggung semua itu. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:


وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا


Artinya, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.” (QS Al-Isra’, [17]: 31).


Demikian penjelasan perihal kisah pembuangan anak yang terjadi sebelum datangnya Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur