Syariah

3 Tips Ibnu Sina saat Menghadapi Krisis Kesehatan

Jumat, 3 April 2020 | 14:45 WIB

3 Tips Ibnu Sina saat Menghadapi Krisis Kesehatan

(Ilustrasi Ibnu Sina: estethica-word.com)

Salah satu teori kesehatan yang sangat terkenal baik di Barat maupun di Timur adalah bahwa sakit tidak melulu disebakan oleh lemahnya fisik tetapi bisa juga disebabkan oleh kondisi kejiwaan yang lemah. Teori ini dikemukakan oleh seorang ulama terkenal sekaligus seorang ahli di bidang kedokteran kelahiran Bukhara Uzbekistan tahun 980 M. Tokoh itu bernama Abu ʿAli al-Ḥusayn ibn ʿAbdillah ibn Sina atau lebih dikenal dengan Ibnu Sina dengan digelari Bapak Kedokteran. Di dunia Barat beliau dikenal dengan nama Avicenna.

 

Teori Ibnu Sina tersebut setidaknya memberikan keseimbangan terhadap teori yang telah mapan sebelumnya, yakni bahwa kesehatan jiwa bergantung pada kesehatan badan. Dalam bahasa Latin teori ini berbunyi: Mens sana in corpore sano, artinya: “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.” Dalam bahasa Arab teori itu berbunyi:

 

العقل السليم في الجسم السليم

 

Artinya: “Akal yang sehat terdapat dalan badan yang sehat.”

 

Di tengah ancaman pandemi virus Corona yang mematikan sebagaimana tengah berlangsung saat ini di seluruh dunia, banyak orang mengalami kecemasan bahkan tidak sedikit yang mengalami kepanikan. Keadaan semacam ini dapat menurunkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit, virus Corona misalnya. Dalam kaitan ini Ibnu Sina menganjurkan 3 tips menjaga diri agar tetap sehat jasmani rohani atau segera sembuh dari sakit sebagaimana dikutip oleh Musthofa Husni dalam kitabnya berjudul ‘Isy Allahzah (Athlas lin Nashri wal Intaji wal I’lamiy , 2015, Cet.I, hal. 161) sebagai berikut:

 

1. الوهم نصف الداء (Kepanikan adalah separuh penyakit)

 

Secara umum panik dipahami sebagai sebuah serangan yang muncul tiba-tiba akibat rasa takut yang luar biasa. Rasa takut itu sendiri bisa muncul karena ada bahaya yang nyata-nyata mengancam atau hanya karena berpikir terlalu buruk dan tidak rasional alias mengkahayal. Ibnu Sina menasihati agar kita tidak mudah panik dalam situasi apapun baik aman maupun bahaya sebab panik itu sendiri merupakan bagian masalah kejiwaan yang bisa berdampak langsung pada munculnya penyakit fisik seperti serangan jantung, hipertensi dan sebagainya.

 

Di saat krisis seperti ini karena adanya ancaman pandemi virus Corona yang mewabah ke seluruh penjuru dunia, sikap menjaga diri agar tidak panik perlu dilakukan dengan berbagai pendekatan seperti pendekatan teologis dan pendekatan ilmiah rasional. Agama mengajarkan bahwa kapan seseorang mati telah ditetapkan oleh Allah jauh sebelum kelahirannya ke dunia. Hal ini harus menjadi keyakinan setiap Muslim sehingga betapapun dahsyatnya ancaman virus Corona tidak akan mengancam nyawa seseorang jika memang Allah belum menghendakinya mati. Secara aqidah memang harus demikian, tetapi Islam tidak hanya mengenai Aqidah. Islam juga mengenai Syariah dimana setiap Muslim berkewajiban berikhtiar dengan mengambil sikap hati-hati dalam mengahadapi sesuatu yang membahayakan nyawa.

 

Pendekatan ilmiah rasional juga harus ditempuh, yakni jika pola hidup sehat dan semua protokol kesehatan dalam menghadapi virus Corona telah kita tempuh dengan baik kita harus berpikir positif bahwa Allah subhanu wata’ala akan melindungi kita. Berpikir positif ini juga akan menjauhkan kita dari rasa panik meskipun mendengar atau membaca sendiri berbagai berita menakutkan baik di media mainstream maupun media sosial tentang ganasnya wabah virus Corona yang hingga kini telah merenggut nyawa lebih dari 48.000 orang di seluruh dunia. Di Indonesia saja telah lebih dari 157 orang meninggal dunia.

 

2. والاطمئنان نصف الدواء (Ketenangan adalah separuh obat)

 

Ibnu Sina menekankan perlunya orang memiliki ketenangan baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Dalam keadaan sehat orang yang memiliki ketenangan jiwa tidak mudah terserang oleh berbagai-penyakit jasmani dan rohani sebab ketenangan itu sendiri merupakan benteng sehingga memiliki imunitas yang kuat. Ketengangan akan mudah dicapai juga melalui berbagai pendekatan, yakni pendekatan teologis dan pendekatan ilmiah rasional. Al-Quran mengingatkan pentingnya berdzikir kepada Allah sebab senantiasa mengingat Allah akan menghasilkan ketenangan batin yang kokoh sebagaiamana firman Allah berikut ini:

 

أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

 

Artinya: Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang. (QS Ar-Ra’d: 28)

 

Selalu mengingat Allah termasuk dalam wilayah akhlak kepada Allah. Seorang hamba yang salih senantiasa mengingat Tuhannya dan Tuhan pun akan membalas dengan selalu mengigat sang hamba. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai berikut:

 

يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »

 

Artinya,Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Jadi, seorang hamba yang senantiasa mengigat Allah dalam arti yang sebenarnya tentulah memiliki ketenangan yang luar bisa sebab begitu dekatnya hubungan dia dengan Allah sehingga ia meyakini Allah senantiasa membersamainya baik dalam keadaan sedirian maupun bersama orang lain. Ketenangan ini sudah merupakan separuh obat yang dia butuhkan ketika dia benar-benar sakit karena Allah sedang menghendakinya demikian. Dengan kata lain orang yang memiliki ketenangan batin karena kedekatannya dengan Allah akan lebih cepat sembuh dari sakitnya dari pada orang yang selalu resah gelisah dan gundah karena tidak memiliki akhlak yang baik kepada Allah, yakni tidak pernah berdzikir kepada-Nya.
 
3. والصبر أول خطوات الشفاء (Kesabaran adalah awal dari kesembuhan).   

 

Kesabaran itu ibarat jamu yang rasanya pahit tetapi hasil dari kesabaran adalah manis. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam pepatah Arab yang berbunyi:

 

الصبر كالدواء المر مذاقه سيء ولكن نتائجه جميلة

 

Artinya: “Sabar itu seperti obat pahit yang tidak enak rasanya, tetapi hasilnya indah.”

 

Orang sabar tentu telaten untuk berbuat apa saja yang dibutuhkan.Seorang pasien yang sabar akan sanggup mematuhi aturan-aturan kesehatan yang diberikan dokter. Berbagai obat yang diberikan ia sanggup meminumnya secara teratur sesuai aturannya. Jika diberikan terapi pun ia juga sanggup menjalaninya dengan telaten tanpa keluh kesah betatapun berat terapi itu.

 

Ketika ia berbuat salah dalam masa perawatan dokter dan kemudian sang dokter memarahinya, ia pun sabar menerima kemarahan itu karena secara jujur mengakui telah berbuat salah. Demikian pula ia pun sabar menerima sakitnya karena menyakini Allah sedang mengujinya dengan tetap terus berdoa memohon kesembuhan kepada-Nya. Ujian memang selalu diberikan kepada siapa saja yang akan dinaikkkan derajatnya oleh Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana nasihat ketiga Ibnu Sina di atas, sabar adalah awal dari kesembuhan karena sekali lagi sebagaimana pepatah di atas sabar itu sendiri adalah obat mujarab sehingga dengan kesabaran separuh kesembuhan telah diraih.

 

Di saat krisi seperti sekarang ini, siapa saja harus memililki kesabaran dengan mewabahnya virus Corona. Ia harus sabar terhadap berbagai pembatasan dari berbagai pihak yang berwenang baik terkait dengan masalah kesehatan, sosial, politik, pendidikan, ekonomi hingga agama sekalipun. Tidak mungkin mereka yang berwenang dan memiliki kompetensi di bidang masing-masing itu bermaskud menjerumuskan masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan kesabaran dari berbagai pihak baik dari kalangan regulator maupun dari masyarakat yang harus mematuhi regulasi itu, tidak mustahil wabah virus Corona bisa segera teratasi karena separuh kesembuhan telah dicapai secara bersama-sama.

 

Demikianlah tiga tips dari Ibnu Sina yang kesemuanya merupakan ikhtiar spiritual. Hal ini sangat penting karena persoalan penyakit seperti virus Corona tidak cukup hanya dilihat dari perspektif material saja, tetapi juga harus melibatkan perspektif spiritual karena faktanya manusia terdiri dari dua unsur, yakni jasmani dan ruhani. Ikhtiar-ikhtiar jasmani harus dijalani sebagaiamana mestinya. Demikian pula ikhtiar-iktiar ruhani seperti ketenangan dengan menguatkan sisi aqidah (qadha dan takdir), sisi akhlak (tawakal) dan sisi syari’at (sabar melaksanakan ikhtiar dan doa) juga harus ditekankan. Semoga Allah segera melenyapkan wabah virus Corona dari muka bumi ini. Amin ya rabbal alamin.

 

 

Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.