Syariah

Bolehkah Jenazah Muslim Dikremasi atas Permintaan Keluarga?

NU Online  ·  Selasa, 23 Juli 2024 | 17:00 WIB

Bolehkah Jenazah Muslim Dikremasi atas Permintaan Keluarga?

Ilustrasi jenazah, (Foto: NU Online)

Kremasi atau pengabuan adalah praktik penghilangan jenazah manusia setelah meninggal dengan cara membakarnya. Setelah proses kremasi selesai dilakukan, abunya disimpan oleh pihak keluarga atau ditebar di tempat tertentu, misalnya laut. Kremasi dipercayai untuk menyempurnakan jenazah kembali ke Sang Pencipta. Lantas pertanyaannya, bolehkah kremasi dilakukan untuk Jenazah Muslim atas permintaan keluarga? 

 

Agama Islam telah mengatur tentang penanganan jenazah hanya dengan cara dikubur di dalam tanah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

 

اَلَمْ نَجْعَلِ الْاَرْضَ كِفَاتًاۙ  اَحْيَاۤءً وَّاَمْوَاتًاۙ
 

Artinya: "(25) Bukankah Kami menjadikan bumi sebagai (tempat) berkumpul, (26) bagi yang (masih) hidup dan yang (sudah) mati." (Al-Mursalāt 25 -26).

 

Menurut Ibnu Asyur (w. 1393 H), dalam ayat ini terdapat anugerah bahwa Allah menjadikan bumi layak untuk mengubur mayit. Allah telah mengilhamkan hal itu kepada anak Adam ketika dia membunuh saudaranya (Qabil dan Habil), seperti yang disebutkan dalam Surah Al-Ma'idah. 

 

Dari ayat ini beliau menyimpulkan wajibnya mengubur mayit di dalam tanah kecuali jika hal itu tidak memungkinkan, seperti orang yang meninggal di kapal jauh dari daratan atau tidak dapat berlabuh, atau berlabuh akan membahayakan penumpang, atau dikhawatirkan jasad akan membusuk, maka jasad tersebut dilemparkan ke laut dan diberi pemberat agar tenggelam ke dasar laut. 

 

Pada akhir penjelasanya beliau mengatakan:

 

 وَعَلَيْهِ فَلَا يَجُوزُ إِحْرَاقُ الْمَيِّتِ كَمَا يَفْعَلُ مَجُوسُ الْهِنْدِ، وَكَانَ يَفْعَلُهُ بَعْضُ الرُّومَانِ، وَلَا وَضْعُهُ لِكَوَاسِرِ الطَّيْرِ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ مَجُوسُ الْفُرْسِ، وَكَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَتَمَدَّحُونَ بِالْمَيِّتِ الَّذِي تَأْكُلُهُ السِّبَاعُ أَوِ الضِّبَاعُ وَهُوَ الَّذِي يَمُوتُ قَتِيلًا فِي فَلَاةٍ

 

Artinya: "Oleh karena itu, tidak diperbolehkan membakar mayit seperti yang dilakukan oleh Majusi India, atau seperti yang dilakukan oleh beberapa bangsa Romawi, ataupun meletakkannya untuk dimakan burung pemangsa seperti yang dilakukan oleh Majusi Persia. Orang-orang jahiliyah dahulu memuji mayit yang dimakan oleh binatang buas atau serigala, yaitu orang yang mati terbunuh di padang gurun." (Muhammad at-Thohir Asyur, At-Tahrir wa At-Tanwir, [Tunis, Dar-At-Tunisia: 1984 M], juz 29 halaman 433).

 

Al-Bahuti (w. 1051 H), ulama mazhab Hanbali dalam kitabnya Kisyaful Qina' menegaskan atas keharaman membakar bagian dari tubuh mayit, sebagai berikut:

 

وَيَحْرُمُ قَطْعُ شَيْءٍ مِنْ أَطْرَافِ الْمَيِّتِ وَإِتْلَافُ ذَاتِهِ، وَإِحْرَاقُهُ) لِحَدِيثِ «كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِ عَظْمِ الْحَيِّ» وَلِبَقَاءِ حُرْمَتِهِ. (وَلَوْ أَوْصَى بِهِ) أَيْ: بِمَا ذُكِرَ مِنْ الْقَطْعِ وَالْإِتْلَافِ وَالْإِحْرَاقِ فَلَا نَتَّبِعُ وَصِيَّتَهُ لِحَقِّ اللَّهِ تَعَالَى (وَلَا ضَمَانَ فِيهِ) أَيْ: الْمَيِّتِ إذَا قُطِعَ طَرَفُهُ أَوْ أُتْلِفَ أَوْ أُحْرِقَ (وَلِوَلِيِّهِ) أَيْ: الْمَيِّتِ (أَنْ يُحَامِيَ عَنْهُ) أَيْ: يَدْفَعَ عَنْهُ مَنْ أَرَادَ قَطْعَ طَرَفِهِ وَنَحْوِهِ بِالْأَسْهَلِ فَالْأَسْهَلِ، كَدَفْعِ الصَّائِلِ.

 

Artinya: "Haram memotong bagian dari tubuh mayit, menghancurkan tubuhnya, atau membakarnya, berdasarkan hadits: 'Mematahkan tulang mayit sama seperti mematahkan tulang orang hidup,' dan karena kehormatannya masih tetap ada. Dan meskipun mayit tersebut berwasiat untuk hal itu, yaitu tentang pemotongan, penghancuran, atau pembakaran, maka tidak boleh melaksanakan wasiatnya karena ini termasuk hak Allah Ta'ala. Tidak ada kewajiban ganti rugi (diyat) pada mayit jika bagian tubuhnya dipotong, dihancurkan, atau dibakar. Namun, wali mayit harus melindunginya dan menolak dari orang yang ingin memotong bagian tubuhnya dengan cara yang paling mudah, seperti menolak penyerang yang mengancamnya." (Manshur bin Yunus al-Bahuti al-Hanbali, Kisyaful Qina' [Saudi, Wazirotul Adl: 2008] Juz IV, cet I, halaman 224)

 

Dengan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam syariat Islam, jenazah harus dikubur di dalam tanah. Tidak diperbolehkan membakar bagian tubuh mayit apalagi seluruh tubuhnya, karena membakar jenazah bukan tradisi Agama Islam. Selain itu, membakar mayit dapat merusak kemuliaan dan kehormatan mayit. Pembakaran jenazah tidak boleh dilaksanakan walaupun itu adalah keinginan atau wasiat dari mayit sendiri. Dalam Islam, kehormatan mayit masih tetap terjaga sebagaimana ia hidup. 

 

Wali mayit atau pihak keluarga seharusnya menolak dan menjaga agar tidak sampai terjadi pembakaran terhadap mayit, terutama yang beragama Islam. Sebab yang demikian itu tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Adapun keluarganya yang non muslim seharusnya tidak memaksakan diri untuk mengikuti tradisi kepercayaan agamanya, sebab di Indonesia menjamin keragaman beragama dan menjunjung tinggi toleransi beragama, sesuai ajaran agamanya masing-masing. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo