Syariah

Larangan Mencampuri Istri saat Haid dan Hikmah Ilmiahnya

Kam, 24 Agustus 2023 | 17:30 WIB

Larangan Mencampuri Istri saat Haid dan Hikmah Ilmiahnya

Larangan Mencampuri Istri saat Haid dan Hikmah Ilmiahnya. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Salah satu larangan dalam syariat Islam adalah mencampuri istri yang sedang haid. Lebih sering haid disebut dengan menstruasi, datang bulan, datang tamu, atau siklus bulanan dalam dunia kedokteran. 


Dalam mazhab Syafi’i, masa haid paling singkat selama satu hari satu malam atau 24 jam. Sementara paling lama selama 15 hari. Di luar itu, disebut dengan istihadhah atau darah penyakit yang tidak menghalangi aktivitas ibadah. 


Normalnya, siklus haid berlangsung selama 28 hari. Terhitung sejak hari pertama keluarnya darah sampai hari pertama keluarnya darah pada bulan berikutnya. Namun, yang dinamai haid atau menstruasi adalah masa di mana keluarnya darah.         


Al-Quran sendiri menyebut haid sebagai “kotoran”. Dan selama masa haid, wanita harus “dijauhi”. Dalam arti tak boleh dicampuri atau diajak hubungan intim sementara oleh suaminya hingga mereka kembali suci dan mensucikan diri. Sedangkan bersama atau bergaul di luar hubungan intim tetap diperbolehkan. Demikian sebagaimana dalam ayat berikut ini.       


وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ


Arrtinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah (Muhammad): haid itu suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri,” (Q.S. al-Baqarah [2]: 222). 


Pertanyaannya, mengapa wanita haid tidak boleh dicampuri? Apa hikmah dan pandangan ilmiah terkait hukum tidak diperbolehkannya wanita yang haid dicampuri?.


Sebagaimana diketahui, haid merupakan peristiwa penuhnya darah dalam rahim sehingga darahnya meluap dan mengalir keluar melalui kemaluan. Di sinilah ketepatan Al-Quran dalam memilih diksi mahîdh yang berarti ‘meluber’ dan ‘mengalir’. Pasalnya, pada saat Al-Quran turun, banyak istilah lain yang dipergunakan untuk menyebut peristiwa haid, seperti nafisat, nafusat, darasat, thamisat, dhahikat, kadat, akbarat, dan shamat. Demikian yang disebutkan Ibnu Khulawaih sebagaimana dikutip dalam kamus Lisanul-‘Arab. 


Sementara wanita yang sedang menjalani masa haid, menurut Al-Qurthubi, memiliki tujuh sebutan di samping istilah haid sendiri, yaitu (1) ‘arik, (2) farik, (3) thamis, (4) daris, (5) kabir, (6) dhahik, (7) thamits. Ini tak lain merupakan mukjizat Al-Quran yang sangat jelas dalam penggunaan diksinya. (Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, Jilid III, hal. 82).   


Pada titik ini kian terbukti bahwa mukijzat ayat di atas tak sebatas ketinggian gaya bahasanya, keindahan susunan, ketepatan pilihan diksi, dan ketajaman ungkapannya, tetapi juga kejelasan makna-maknanya dan kemuliaan tujuan-tujuannya, yang sudah dibuktikan oleh dunia medis dan sains.    


Lantas, apa hikmah di balik larangan tersebut? Ilmu kedokteran melihat, meski merupakan keadaan alami pada wanita, siklus haid dapat menyebabkan rasa sakit pada badan dan menurunnya hasrat seksual. Bahkan tak jarang wanita haid merasakan mules yang luar biasa disertai perasaan hati yang tidak menentu (sensitif). 


Tak hanya itu, organ reproduksi wanita pada saat haid juga rentan terkena berbagai penyakit. Sebab, pada saat haid vagina menjadi terbuka terhadap berbagai jenis kuman dan bakteri. Karena itu, hubungan suami-istri pada saat wanita sedang haid dapat menyebabkan peradangan (infeksi) pada indung telur (ovarium) yang adakalanya mengakibatkan rasa sakit yang amat sangat.

 
Kemudian, berhubungan seksual dengan wanita yang sedang haid, juga dapat menyebabkan infeksi pada laki-laki yang mencampurinya, terutama infeksi pada organ reproduksi. Untuk itu, berhubungan badan di saat haid sangat tidak direkomendasikan bagi laki-laki karena bisa membahayakan kedua belah pihak. 


Inilah  pedoman Al-Quran yang sangat layak diikuti demi kesehatan dan keselamatan manusia sendiri. Sesungguhnya, Allah adalah Dzat yang maha penyantun dan maha penyayang kepada hamba-hamba-Nya. (Lihat: Madahat Husain Khalil Muhammad, ‘Ilmu Hayatil-Insan, Cet. Pertama, [Kairo: Darut-Thaba‘ah wan-Nasyr al-Islamiyyah, 1419 H], halaman 76).        


Lebih lengkapnya lagi, bahaya-bahaya lain akibat berhubungan badan dengan wanita yang sedang haid juga pernah dikemukakan oleh Doktor Muhammad Ali al-Bar dalam bukunya Khuliqal-Insan bainal-Thibb wal-Quran (Manusia Tercipta di antara Dunia Medis dan al-Quran), yaitu:  


Pertama,  penetrasi penis ke dalam vagina sama dengan memasukkan mikroba di saat sejumlah organ tubuh tidak mampu melakukan perlawanan terhadap mikroba jahat yang masuk. Demikian pula keberadaan darah pada vagina dan rahim justru membantu menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroba yang kemudian rentan menyebabkan infeksi rahim dan infeksi vagina. 


Kedua, bila terjadi infeksi, biasanya infeksi itu akan menjalar ke saluran rahim atau mempengaruhi kapiler yang berperan besar dalam mendorong sel telur dari indung telur ke dalam rahim. Kondisi itu memperbesar kemungkinan terjadinya kemandulan atau kehamilan di luar kandungan. 


Ketiga, menjalarnya infeksi pada saluran kencing. Sementara itu, infeksi kandung kemih, infeksi ureter, infeksi ginjal, dan penyakit organ kencing lainnya merupakan penyakit berbahaya dan kronis.  


Keempat, berkurangnya gairah seksual pada wanita, khususnya pada awal masa haid, bahkan adakalanya sama sekali tidak memiliki gairah seksual. Wanita haid cenderung ingin mengurung diri dan menenangkan pikiran. 


Kelima, sebagaimana kita ketahui, di dalam darah, mikroba semakin ganas, terutama mikroba gonorhoe. Demikian halnya dalam darah haid.  


Keenam, berhubungan badan di saat haid dapat menyebabkan kanker leher rahim dan tidak memungkinkan terjadinya kehamilan. Sebab, dalam keadaan haid, sel telur tidak dapat keluar secara sempurna. 


Ketujuh, bahaya berhubungan badan di saat haid juga tidak semata dialami oleh wanita, tetapi juga oleh suami yang mencampurinya. Penetrasi penis kepada vagina yang penuh dengan darah dapat menyebabkan tersebarnya mikroba dan terjadinya infeksi saluran kencing laki-laki. 


Dengan demikian terbuktilah bahwa haid merupakan kotoran bagi wanita. Bahaya bagi wanita haid dan juga suami yang mencampurinya pun tidak ringan. Infeksi akibat darah haid yang merupakan campuran dari sel-sel selaput lendir rahim dan zat-zat lainnya yang penuh dengan kuman adalah salah satunya. 


Sementara bahaya batinnya timbul akibat dari ketidaksiapan si wanita haid untuk beraktivitas seksual. Sehingga, bila tetap dipaksakan, jelas akan merusak mood dan kondisi psikologis wanita yang bersangkutan. Jadi, jelaslah hikmah ilmiah di balik pelarangan mencampuri wanita haid yang kian memperkuat kemukjizatan Al-Quran. 


Karena itu, pantas jika Al-Quran dan Sunnah menetapkan dua persyaratan bergaul dengan wanita haid. Pertama, terhentinya aliran darah haid; kedua si wanita mensucikan diri dan menghilangkan bekas-bekas darah yang mungkin tersisa, sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah saw. Lihat: Abdul Basith Muhammad As-Sayyid, al-I’jaz al-‘Ilmi fil-Tasyrî‘ al-Islami, [‘Beirut: Beirut], halalam 299). Wallahu a’lam.


Ustadz M Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.