Syariah

Larangan Menyiksa Hewan dalam Islam, Sekalipun Anjing

Ahad, 14 Januari 2024 | 15:00 WIB

Larangan Menyiksa Hewan dalam Islam, Sekalipun Anjing

Anjing. (Foto: NU Online/Freepik)

Belakangan viral video, tentang petugas gabungan dari Polrestabes Semarang, Dinas Pertanian Kota Semarang, dan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah menemukan ratusan anjing yang diangkut dalam sebuah truk besar di Gerbang Tol Kalikangkung, Semarang. Anjing-anjing tersebut diduga akan diperdagangkan untuk dikonsumsi. 


Sejatinya, kekerasan terhadap hewan adalah fenomena global yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kekerasan ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari penganiayaan fisik, penelantaran, hingga eksploitasi.


Zulfikar Basrul Gandong, dari Penasihat Kesejahteraan Hewan di Indonesia, dalam artikel Kekerasan kepada Hewan di Indonesia di Harian Kompas, menyebutkan bahwa kekerasan terhadap hewan dapat dikaitkan dengan pelanggaran kesejahteraan hewan secara individu. 


Hal ini karena kekerasan terhadap hewan dapat menyebabkan hewan menderita, baik secara fisik maupun mental. Hewan yang mengalami kekerasan dapat mengalami cedera, sakit, bahkan kematian. Selain itu, kekerasan terhadap hewan juga dapat menyebabkan hewan mengalami stres, ketakutan, dan depresi.


Pelaku kekerasan terhadap hewan bukan hanya menjadi masalah pada individu, melainkan juga pada keluarga dan lingkungan. Hal ini karena kekerasan terhadap hewan dapat menunjukkan adanya masalah psikologis pada pelaku. Pelaku kekerasan terhadap hewan biasanya memiliki masalah dengan pengendalian diri, agresi, dan empati. 


Islam Melarang Menyiksa Anjing

Dalam Islam, seorang Muslim dilarang untuk menyakiti binatang. Sebaliknya, Islam mengajarkan untuk berbuat baik kepada semua makhluk, termasuk hewan, sekalipun anjing. Dalam sebuah hadits, diceritakan seorang laki-laki mendapat pahala dari Allah karena telah memberi minum seekor anjing yang kehausan.


Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, mengajarkan kita untuk berbelas kasihan kepada anjing. Dikisahkan bahwa ada seekor anjing yang kehausan, kemudian seorang pemuda memberikan minum sebagai bentuk kasihan. Lalu sahabat bertanya, apakah mendapat pahala dengan memberikan minum anjing tersebut? Padahal anjing hewan najis berat dalam Islam. Nabi menjawab, orang berkasih sayang pada hewan, sekalipun anjing akan mendapatkan pahala dari Allah. 


حدثنا قتيبة بن سعيد عن مالك بن أنس فيما قرئ عليه عن سمي مولى أبي بكر عن أبي صالح السمان عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال بينما رجل يمشي بطريق اشتد عليه العطش فوجد بئرا فنزل فيها فشرب ثم خرج فإذا كلب يلهث يأكل الثرى من العطش فقال الرجل لقد بلغ هذا الكلب من العطش مثل الذي كان بلغ مني فنزل البئر فملأ خفه ماء ثم أمسكه بفيه حتى رقي فسقى الكلب فشكر الله له فغفر له قالوا يا رسول الله وإن لنا في هذه البهائم لأجرا فقال في كل كبد رطبة أجر


Artinya: "Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Pada suatu hari, ada seorang laki-laki yang berjalan di suatu jalan. Ia merasa sangat haus, lalu ia menemukan sebuah sumur. Ia pun turun ke sumur itu dan minum. Setelah itu, ia keluar dari sumur. Tiba-tiba, ia melihat seekor anjing yang sedang menjulurkan lidah dan memakan tanah karena kehausan. 


Laki-laki itu berkata, "Kehausan anjing ini sama dengan kehausanku." Maka, ia turun kembali ke sumur, mengisi sepatunya dengan air, lalu membawanya dengan mulutnya sampai ia naik ke atas. Ia pun memberi minum anjing itu. Allah pun berterima kasih kepadanya dan mengampuninya."


Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami juga mendapatkan pahala karena berbuat baik kepada hewan?" Rasulullah saw menjawab, "Dalam setiap makhluk yang bernyawa, terdapat pahala."


Imam Nawawi dalam kitab Syarah an-Nawawi ala Muslim, Jilid XIV, halaman 401, menjelaskan bahwa hadits tersebut mengajarkan untuk berbuat baik kepada hewan, terutama hewan yang dihormati. Hewan yang dihormati adalah hewan yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. Hewan yang diperintahkan untuk dibunuh adalah hewan yang membahayakan manusia, seperti ular berbisa, dan sebagainya.


Sejatinya, berbuat baik kepada hewan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memberinya makan, minum, tempat tinggal, dan perlindungan. Kita juga dapat berbuat baik kepada hewan dengan tidak menyakitinya atau menyiksanya. Imam Nawawi berkata;


ففي الحديث الحث على الإحسان إلى الحيوان المحترم ، وهو ما لا يؤمر بقتله . فأما المأمور بقتله فيمتثل أمر الشرع في قتله ، 


Artinya: "Dalam hadits tersebut, dianjurkan untuk berbuat baik kepada hewan yang dihormati, yaitu hewan yang tidak diperintahkan untuk dibunuh."


Selanjutnya, dalam Al-Qur'an surah al-Kahfi ayat 18, dikisahkan bahwa anjing adalah makhluk yang sangat setia menemani tuanya. Ibnu Jarir dalam kitab Jami' al-Bayan, Jilid XVII, halaman 624 menjelaskan bahwa ayat ini menceritakan tentang tujuh orang pemuda yang beriman kepada Allah dan melarikan diri dari kejaran raja yang zalim. Mereka bersembunyi di dalam gua dan tertidur selama 309 tahun. 


Ketika mereka terbangun, mereka melihat seorang anak kecil sedang bermain-main di sekitar gua. Mereka pun bertanya kepadanya tentang keadaan dunia. Anak kecil itu menjawab bahwa mereka telah tertidur selama 309 tahun. Pada ayat ini, Allah menyebutkan bahwa anjing mereka juga ikut bersembunyi bersama mereka. Anjing tersebut membentangkan kedua lengannya di pintu gua, seolah-olah sedang menjaga mereka.


وَتَحْسَبُهُمْ اَيْقَاظًا وَّهُمْ رُقُوْدٌ ۖوَّنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِيْنِ وَذَاتَ الشِّمَالِ ۖوَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيْدِۗ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَّلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا


Artinya: "Engkau mengira mereka terjaga, padahal mereka tidur. Kami membolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedangkan anjing mereka membentangkan kedua kaki depannya di muka pintu gua. Seandainya menyaksikan mereka, tentu engkau akan berpaling melarikan (diri) dari mereka dan pasti akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka."


Terkait ayat ini, para ahli tafsir berbeda pendapat tentang siapa anjing tersebut. Sebagian mengatakan bahwa itu adalah seekor anjing yang benar-benar ada. Sebagian lain mengatakan bahwa itu adalah seorang manusia yang merupakan juru masak mereka.


Menurut Ibnu Jarir dalam tafsir Jami' al Bayan, bahwa pendapat pertama lebih kuat. Pasalnya, ayat ini menggunakan kata "anjing" (كَلْبُهُمْ), yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah seekor hewan. Kedua, ayat ini menyebutkan bahwa anjing tersebut membentangkan kedua lengannya, yang merupakan ciri khas anjing. Simak penjelasan Ibnu Jarir berikut;


وقوله: (وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ) اختلف أهل التأويل في الذي عنى الله بقوله: (وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ) فقال بعضهم: هو كلب من كلابهم كان معهم، وقد ذكرنا كثيرا ممن قال ذلك فيما مضى، وقال بعضهم: كان إنسانا (١) من الناس طباخا لهم تَبِعهم


Artinya: "Dan firman-Nya: "Dan anjing mereka membentangkan kedua lengannya di pintu gua." (QS. Al-Kahfi: 18) Ahli tafsir berbeda pendapat tentang yang dimaksud Allah dengan firman-Nya: "Dan anjing mereka membentangkan kedua lengannya." (QS. Al-Kahfi: 18). Sebagian mengatakan bahwa itu adalah seekor anjing dari anjing-anjing mereka yang berada bersama mereka. Dan kami telah menyebutkan banyak orang yang mengatakan itu sebelumnya. Sebagian lain mengatakan bahwa itu adalah seorang manusia dari manusia yang merupakan juru masak mereka yang mengikuti mereka."


Selanjutnya, dalam hadits Nabi ada juga termaktub kisah Allah swt mengampuni dosa seorang wanita pezina karena perbuatannya yang baik, yaitu memberi minum kepada seekor anjing yang kehausan. Hal ini menunjukkan bahwa Allah swt sangat menghargai perbuatan baik kepada makhluk hidup, termasuk kepada hewan. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari, Rasulullah saw juga bersabda dari riwayat Abu Hurairah;


غُفِر لامرأةٍ مومِسَةٍ مرت بكلب على رأس رَكيٍّ كاد يقتله العطش، فنزعت خفها فأوثقته بخمارها، فنزعت له من الماء فَغُفِر لها بذلك 


Artinya: "Telah diampuni dosa seorang wanita pezina yang melewati seekor anjing di tepi sumur yang hampir mati karena kehausan. Dia melepas sandalnya, mengikatnya dengan kerudungnya, dan mengambilkan air untuknya. Maka Allah mengampuninya karena perbuatan itu."


Hadits ini menunjukkan bahwa semua hewan, baik yang dipelihara maupun tidak, memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam dianjurkan untuk berbuat baik kepada semua hewan, termasuk memberi makan dan minum kepada mereka.


Kisah Malik bin Dinar Belajar dari Seekor Anjing

Kisah Malik bin Dinar dan anjingnya merupakan kisah yang menarik untuk dikaji, baik dari segi sejarah maupun dari segi spiritualitas. Malik bin Dinar adalah seorang ulama tabi'in yang hidup pada abad ke-2 Hijriah. Ia merupakan salah satu ulama yang terkenal dengan kealimannya, kesalehannya, dan kedermawanannya.


Kisah Malik bin Dinar dan anjingnya bermula ketika Hammad bin Zaid, seorang murid Malik bin Dinar, berkunjung ke rumahnya. Saat itu, Hammad melihat ada seekor anjing di samping Malik bin Dinar. Ia pun ingin mengusir anjing tersebut, namun Malik bin Dinar mencegahnya.


Malik bin Dinar berkata kepada Hammad, "Jangan mengusir anjing itu. Anjing itu lebih baik daripada manusia yang buruk akhlaknya."


Hammad pun terkejut mendengar perkataan Malik bin Dinar. Ia bertanya, "Mengapa anjing itu lebih baik daripada manusia yang buruk akhlaknya?"


Malik bin Dinar menjawab, "Anjing itu tidak pernah menggunjing orang lain, tidak pernah mencuri, dan tidak pernah menipu. Sedangkan manusia yang buruk akhlaknya sering melakukan hal-hal tersebut."


Kisah ini menunjukkan bahwa Malik bin Dinar adalah seorang ulama yang memiliki akhlak yang mulia. Ia tidak membeda-bedakan antara manusia dan hewan, bahkan ia lebih menghargai anjing yang memiliki akhlak baik daripada manusia yang buruk akhlaknya.


Kisah ini juga mengandung pesan spiritual yang mendalam. Anjing dalam kisah ini dapat dimaknai sebagai simbol dari hawa nafsu. Hawa nafsu adalah bagian dari diri manusia yang selalu mengajak kepada keburukan. Namun, jika hawa nafsu tersebut dapat dikendalikan, maka ia akan menjadi kekuatan yang positif.


Malik bin Dinar mengajarkan kepada kita bahwa kita harus dapat mengendalikan hawa nafsu kita. Kita harus mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kita harus mampu menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang buruk, seperti menggunjing, mencuri, dan menipu.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Keislaman, tinggal di Ciputat