Syariah

Menangis saat Shalat, Batal atau Tidak?

Sen, 18 Desember 2023 | 17:00 WIB

Menangis saat Shalat, Batal atau Tidak?

Ilustrasi: shalat (freepik).

Shalat merupakan ibadah wajib bagi setiap muslim. Ibadah yang diwajibkan lima kali sehari ini merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan memohon ampunan-Nya. Untuk itu, ketika shalat seorang muslim dianjurkan untuk khusyuk dan merenungkan setiap bacaan dan gerakannya.

 

Di sisi lain, dalam beberapa kesempatan, seseorang mungkin akan menangis ketika shalat. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti mengingat dosa-dosanya, merenungkan kebesaran Allah swt, atau merasakan kedekatan dengan-Nya. Lalu, bagaimana hukum menangis ketika shalat?

 

Imam Syamsuddin Ar-Ramli, dalam kitab Nihayatul Muhtaj membahas perbedaan pendapat di antara ulama Syafi'i tentang apakah menangis saat melakukan shalat dapat dianggap sebagai jenis perkataan atau tidak. Dalam keterangannya, dari kalangan mazhab Syafi'i terdapat dua pandangan yang berbeda dalam masalah ini.

 

Pendapat pertama menyatakan bahwa menangis dapat dianggap sebagai jenis perkataan. Menurut pandangan ini, jika seseorang menangis ketika shalat, maka shalatnya dihukumi batal bila sampai mengeluarkan dua huruf. Namun, jika tangisannya hanya sebatas tetesan air mata atau hanya mengeluarkan suara yang samar tanpa mengandung dua huruf di dalamnya, maka shalatnya tetap dihukumi sah.

 

Pendapat kedua menyatakan bahwa menangis bukanlah bagian dari perkataan manusia. Lebih jauh lagi, menangis bukan termasuk berbicara dalam arti yang sebenarnya. Sebab menangis tidak dapat diketahui hurufnya dengan pasti. Suara tangisan biasanya samar dan tidak jelas, sehingga sulit untuk mengetahui huruf-huruf yang terkandung di dalamnya.

 

 والأصح أن التنحنح والضحك والبكاء ، وإن كان من خوف الآخرة ( والأنين ) والتأوه ( والنفخ ) من أنف أو فم ( إن ظهر به ) أي بواحد من ذلك ( حرفان بطلت ) صلاته لوجود منافيها ( وإلا فلا ) تبطل لما مر . والثاني لا تبطل بذلك مطلقا ; لكونه لا يسمى في اللغة كلاما ، ولا يتبين منه حرف محقق فكان شبيها بالصوت الغفل ، وخرج بالضحك التبسم فلا تبطل به لثبوته عنه صلى الله عليه وسلم فيها ( ويعذر في يسير الكلام ) عرفا كما يرجع إليه في ضبط الكلمة لا ما ضبطها به النحاة واللغويون 

 

Artinya, "(Dan pendapat Ashah (paling shahih) adalah bahwa bersin, tertawa, menangis), meskipun karena takut akan akhirat, (mengerang) merintih, (dan menghembuskan nafas) dari hidung atau mulut, jika terdengar dari salah satu hal tersebut dua huruf, maka batal shalatnya karena adanya hal yang membatalkan. Jika tidak, maka tidak batal karena alasan yang telah disebutkan sebelumnya.

 

Pendapat kedua: shalat sama sekali tidak batal sebab hal-hal tersebut, karena hal-hal tersebut secara bahasa tidak disebut sebagai ucapan, dan tidak dapat diketahui darinya huruf yang pasti, sehingga ia mirip dengan suara yang tidak disengaja.
 

Dengan kata "Wad dhahka" yang artinya tertawa, terkecualikan senyuman, sehingga tidak membatalkan shalat, karena telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau melakukannya dalam shalat. Dimaafkan pula sedikit ucapan menurut hitungan adat, sebagaimana adat yang menjadi rujukan dalam menentukan jumlah huruf dalam suatu kata, bukan apa yang telah ditetapkan oleh para ahli nahwu dan bahasa." (Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, jilid II, [Beirut; Dar al-Fikr, 1984] halaman 36).

 

Penjelasan serupa ini juga ditemukan dalam kitab Syarhul Mahalli, bahwa terdapat dua pendapat ulama mengenai hukum menangis dalam shalat. Pendapat pertama, yang merupakan pendapat yang kuat, menyatakan bahwa menangis dalam salat dapat membatalkan shalat jika menimbulkan suara yang mengandung dua huruf hijaiyah atau lebih. Pendapat kedua mengatakan bahwa tangisan dalam shalat tidak membatalkannya, baik menimbulkan suara maupun tidak. 

 

(والأصح أن التنحنح والضحك والبكاء والأنين والنفخ إن ظهر به أي بكل مما ذكر (حرفان بطلت وإلا فلا) تبطل به ، والثاني لا تبطل به مطلقا لأنه ليس من جنس الكلام  

 

Artinya, "Dan pendapat Al-Ashah menyatakan bahwa berdehem, tertawa, menangis, merintih, dan meniup, bila tampak dari perbuatan tersebut dua huruf, maka batal shalatnya, namun jika tidak tampak maka shalatnya tidak batal dengannya. Sementara pendapat menyatakan shalat sama sekali tidak batal sebab hal-hal tersebut, karena bukan dari jenis perkataan." (Al-Mahalli, Syarhul Mahalli pada Hasyiyata Qulyubi wa ‘Umairah, jilid II, halaman 499).

 

Sementara itu, Syekh Khatib As-Syirbini, dalam kitab Al-Iqna' ala Alfazu al Minhaj_, Jilid I, halaman 140 menyebutkan, perkara kesepuluh yang membatalkan shalat adalah tertawa terbahak-bahak yang keluar dua huruf atau lebih. Selain itu, hal-hal lain yang juga membatalkan shalat adalah menangis, meskipun karena takut akhirat, jika muncul dari tangis tersebut satu huruf atau lebih. Simak penjelasan Sykeh Khatib Asy Syirbini berikut ini; 

 

 (و) العاشر (القهقهة) في الضحك بخروج حرفين فأكثر، والبكاء: ولو من خوف الآخرة، والأنين والتأوه والنفخ من الفم أو الانف مثل الضحك إن ظهر بواحد مما ذكر حرفان فأكثر كما مرت الإشارة إليه

 

Artinya, "Perkara yang membatalkan shalat yang kesepuluh adalah (qahqahah), yaitu tertawa dengan mengeluarkan dua huruf atau lebih. Hukum ini juga berlaku untuk menangis, meskipun menangis karena takut akhirat. Hukum ini juga berlaku untuk mengerang atau merintih dari mulut atau hidung, hukumnya seperti tertawa (membatalkan shalat) jika muncul dua huruf atau lebih dari salah satu dari hal-hal yang telah disebutkan, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. (As-Syirbini, Al-Iqna' ala Alfazhil Minhaj, jilid I, halaman 140).

 

Sebagai kesimpulan, ulama dari kalangan mazhab Syafi'i berbeda pendapat terkait masalah hukum menangis dalam shalat. Pendapat Al-Ashah atau pendapat pertama menyatakan menangis dalam shalat hukumnya dapat membatalkan shalat bila sampai keluar dua huruf darinya. Sedangkan pendapat kedua menyatakan tidak membatalkan shalat secara mutlak, karena tangisan tidak dianggap sebagai suatu kalam pembicaraan manusia. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, Ciputat Jakarta