Syariah

Niat Puasa Tasu'a-Asyura dan Qadha Ramadhan Digabung, Bolehkah? 

Rab, 26 Juli 2023 | 07:00 WIB

Niat Puasa Tasu'a-Asyura dan Qadha Ramadhan Digabung, Bolehkah? 

Niat Puasa Tasu'a-Asyura dan Qadha Ramadhan Digabung, Bolehkah?. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Sebelum tiba Ramadhan berikutnya, seseorang yang memiliki hutang puasa diharuskan sudah menyelesaikan hutang atau qadha puasa Ramadhannya. Untuk membayar hutangnya ini, ada yang melakukannya pada bulan Muharram. Sementara pada bulan mulia ini, ada hari yang disunahkan untuk berpuasa yakni Tasu'a dan Asyura dan atau tanggal 11 bulan Muharam.

Banyak yang berlomba-lomba untuk berpuasa sunah Tasua' dan Asyura untuk menambah nilai ibadahnya. Terlebih bagi kaum wanita, banyak dari mereka yang memanfaatkan kesunnahan puasa Tasu'a dan Asyura, sekaligus untuk qadha puasa Ramadhan. Ibarat kata "satu dayung dua pulau terlampui". Qadha Ramadhan diperoleh, pahala sunah puasa Tasu'a dan Asyura pun didapat.

Lalu pertanyaannya, bolehkah menggabungkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa Tasu'a dan Asyura?. Berikut ulasannya.


Berkenaan dengan hukum menggabungkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa Tasu'a dan Asyura ditemukan perbedaan pendapat ulama yakni sah dan kedua-duanya bernilai pahala dan tidak diperbolehkan bahkan tidak sah kedua-duanya.


Imam Ar-Ramli (wafat 1004 H) menjelaskan dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj tentang keabsahan menggabungkan dua niat puasa qada' dengan puasa sunah. 


وَلَوْ صَامَ فِي شَوَّالٍ قَضَاءً أَوْ نَذْرًا أَوْ غَيْرَهُمَا أَوْ فِي نَحْوِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ حَصَلَ لَهُ ثَوَابُ تَطَوُّعِهَا كَمَا أَفْتَى بِهِ الْوَالِدُ - رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى - تَبَعًا لِلْبَارِزِيِّ وَالْأَصْفُونِيِّ وَالنَّاشِرِيِّ وَالْفَقِيهِ عَلِيِّ بْنِ صَالِحٍ الْحَضْرَمِيِّ وَغَيْرِهِمْ


Artinya, "Kalau seorang puasa qadha atau nadzar di hari Asyura, maka dia mendapatkan pahala puasa sunnah Asyuranya juga, sebagaimana fatwa ayah kami (Sayamsudin ar-Ramli) mengikuti fatwanya al-Barizi, al-Asfuni, an-Nasyiri, al-Faqih Ali bin Shalih al-Hadrami dan selainnya." (Syihabbuddin ar-Ramli, Nihayatul Mujtaj [Bairut, Darul Fikr: 1984 H] juz III halaman 208).


Berikutnya Imam Abdurahman Ba'alawi (wafat 1320 H) dalam kitabnya, Bugyatul Mustarsyidin fi Talkhish Fatawa Ba’dh al-Aimmah al-Muta-akhkhirin menjelaskan perbedaan pendapat terkait permasalahan ini sebagai berikut. 


ظاهر حديث : "وأتبعه ستاً من شوّال" وغيره من الأحاديث عدم حصول الست إذا نواها مع قضاء رمضان ، لكن صرح ابن حجر بحصول أصل الثواب لإكماله إذا نواها كغيرها من عرفة وعاشوراء 


Artinya, "Dzahir hadits "kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal" dan hadits-hadits lainnya mengindikasikan tidak tercapainya kesunnahan puasa enam hari di bulan Syawal jika diniatkan bersamaan dengan niat qadha Ramadhan. Akan tetapi Ibnu Hajar menjelaskan tentang dihasilkannya pahala sunah karena ia telah dianggap telah menyelesaikannya, jika ia meniatkannya termasuk juga puasa sunah lainnya seperti puasa sunah Arafah, Asyura dan lain-lain"


بل رجح (م ر) حصول أصل ثواب سائر التطوعات مع الفرض وإن لم ينوها ، ما لم يصرفه عنها صارف ، كأن قضى رمضان في شوّال ، وقصد قضاء الست من ذي القعدة ، ويسنّ صوم الست وإن أفطر رمضان اهـ. 


Artinya, "Bahkan Imam Ramli menguatkan pendapat tentang dihasilkannya pahala semua puasa sunah yang diniatkan bersama puasa fardlu sekalipun tanpa diniatkan, selama tidak ada niat lain yang membelokkannya seperti seseorang berniat qadha Ramadhan di bulan Syawal dan berniat mengqadha puasa sunah Syawal pada bulan Dzulqa’dah. Dan disunnahkan berpuasa sunah Syawal, meskipun ia tidak puasa Ramadhan."


قلت : واعتمد أبو مخرمة تبعاً للسمهودي عدم حصول واحد منهما إذا نواهما معاً ، كما لو نوى الظهر وسنتها ، بل رجح أبو مخرمة عدم صحة صوم الست لمن عليه قضاء رمضان مطلقاً


Artinya, "Aku berkata: "Imam Abu Makhramah mengikuti pendapat Imam as-Samanhudi memegang pendapat tidak tercapainya salah satu dari keduanya (kedua-duanya tidak sah) jika berniat dengan dua niat secara bersamaan. Sebagaimana seseorang yang berniat shalat dzhuhur sekaligus niat shalat sunahnya. Bahkan, beliau menegaskan tidak sah seseorang puasa sunah Syawal sementara ia masih memiliki tanggungan puasa qadha Ramadhan." (Sayyid ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba ‘Alawi al-Hadhrami [Bairut,  Darul kutub ilmiyah: 2012], halaman 235).


Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa hukum menggabungkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa Tasu'a dan Asyura terdapat perbedaan pendapat ulama madzhab Syafi'i. 


Pendapat pertama mengatakan sah menggabungkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa Tasu'a dan Asyura dan keduanya bernilai pahala. Ini adalah pendapat al-Baziri, Syihabuddin ar-Ramli, Syamsuddin ar-Ramli, Ibnu Hajar dan yang lainnya.


Sementara pendapat kedua menurut Imam Abu Makhramah mengikuti pendapat Imam as-Samhudi menyatakan penggabungan dua niat puasa wajib dan sunah dalam satu kali pelaksanaan justru membuat puasa ini tidak sah. Seperti tidak sahnya niat shalat dzuhur dan sunah ba'diyahnya dalam satu pekerjaan shalat. Bahkan lebih dari itu, beliau menyatakan puasa sunah tidak sah jika masih memiliki tanggungan qadha Ramadhan. Wallahu a'lam bisshawab.


Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo