Syariah

Pendapat Ulama soal Memajang Gambar atau Lukisan di Rumah

NU Online  ยท  Kamis, 10 Oktober 2019 | 09:00 WIB

Pendapat Ulama soal Memajang Gambar atau Lukisan di Rumah

(Ilustrasi: NU Online/Abdullah Alawi)

Menyimpan lukisan atau gambar-gambar sebagai penghias rumah sudah merupakan hal yang lumrah dilakukan masyarakat. Gambar dan lukisan yang disimpan cenderung variatif, mulai dari gambar tokoh, hewan, pemandangan alam, dan aneka gambar serta lukisan lain sesuai selera pemilik atau desain interior rumah.
ย 
Lantas sebenarnya bagaimana syariat menyikapi realitas demikian? Bolehkah bagi seorang Muslim untuk menyimpan berbagai gambar dan lukisan dalam rumahnya?
ย 
Dalam berbagai hadits memang dijelaskan tentang larangan menyimpan gambar atau lukisan di dalam rumah. Misalnya seperti dalam hadits berikut:
ย 
ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู’ู…ูŽู„ุงูŽุฆููƒูŽุฉูŽ ู„ุงูŽ ุชูŽุฏู’ุฎูู„ู ุจูŽูŠู’ุชู‹ุง ูููŠู‡ู ุตููˆุฑูŽุฉูŒย 
ย 
โ€œSesungguhnya Malaikat tidak masuk pada rumah yang terdapat gambar di dalamnyaโ€ (HR. Baihaqi).
ย 
Berdasarkan hadits di atas, dapat dipahami seolah-olah menyimpan gambar di dalam rumah merupakan sebuah larangan syariat yang tidak dapat ditoleransi. Namun, rupanya terdapat hadits lain yang mengindikasikan ditoleransinya menyimpan gambar di dalam rumah, seperti hadits berikut ini:
ย 
ุนูŽู†ู’ ุนูุจูŽูŠู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ู ุจู’ู†ู ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‡ู ุŒ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽุจููŠ ุทูŽู„ู’ุญูŽุฉูŽ ุงู„ุฃูŽู†ู’ุตูŽุงุฑููŠู‘ู ูŠูŽุนููˆุฏูู‡ู ููŽูˆูŽุฌูŽุฏูŽ ุนูู†ู’ุฏูŽู‡ู ุณูŽู‡ู’ู„ูŽ ุจู’ู†ูŽ ุญูู†ูŽูŠู’ูู ููŽุฃูŽู…ูŽุฑูŽ ุฃูŽุจููˆ ุทูŽู„ู’ุญูŽุฉูŽ ุฅูู†ู’ุณูŽุงู†ู‹ุง ูŠูŽู†ู’ุฒูุนู ู†ูŽู…ูŽุทู‹ุง ุชูŽุญู’ุชูŽู‡ู ุŒ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽู‡ู ุณูŽู‡ู’ู„ูŒ : ู„ูู…ูŽ ุชูŽู†ู’ุฒูุนูู‡ู ุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽ : ู„ุฃูŽู†ู‘ูŽ ูููŠู‡ู ุชูŽุตูŽุงูˆููŠุฑูŽ ุŒ ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ู‚ูŽุงู„ูŽ ูููŠู‡ูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู…ูŽุง ู‚ูŽุฏู’ ุนูŽู„ูู…ู’ุชูŽ ุŒ ู‚ูŽุงู„ูŽ : ุฃูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽู‚ูู„ู’ ุฅูู„ุงู‘ูŽ ู…ูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽ ุฑูŽู‚ู’ู…ู‹ุง ูููŠ ุซูŽูˆู’ุจู ุŒ ู‚ูŽุงู„ูŽ : ุจูŽู„ูŽู‰ ุŒ ูˆูŽู„ูŽูƒูู†ู‘ูŽู‡ู ุฃูŽุทู’ูŠูŽุจู ู„ูู†ูŽูู’ุณููŠ
ย 
Diriwayatkan dari โ€˜Ubaidillah bin โ€˜Abdullah bahwa ia berkunjung pada Abu Thalhah al-Anshari untuk menjenguknya. Di sana terdapat Sahl bin Hunaif, lalu Abu Thalhah memerintahkan seseorang untuk melepaskan tikar yang ada di bawahnya, melihat hal tersebut, Sahl bertanya: โ€œKenapa engkau melepasnya?โ€ย 
ย 
โ€œSebab pada tikar itu terdapat gambar, dan Rasulullah telah mengatakan tentang larangan menyimpan gambar, seperti halnya yang engkau tahuโ€ jawab Abu Thalhah.
ย 
โ€œBukankah Rasulullah mengatakan: โ€˜Kecuali gambar yang ada di pakaian?โ€™โ€ sanggah Sahl
ย 
โ€œIya memang, tapi melepaskan (tikar) lebih menenteramkan hatikuโ€ ungkap Abu Thalhahโ€ (HR. An-Nasaโ€™i).
ย 
Dari dua hadits di atas, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kategori lukisan atau gambar yang dilarang oleh syaraโ€™ untuk membuat ataupun menyimpannya. Namun para ulama sepakat atas keharaman suatu gambar ketika memenuhi lima kategori berikut:
ย 
ูุนู„ู… ุฃู† ุงู„ู…ุฌู…ุน ุนู„ู‰ ุชุญุฑูŠู…ู‡ ู…ู† ุชุตูˆูŠุฑ ุงู„ุฃูƒูˆุงู† ู…ุง ุงุฌุชู…ุน ููŠู‡ ุฎู…ุณุฉ ู‚ูŠูˆุฏ ุนู†ุฏ ุฃูˆู„ูŠ ุงู„ุนุฑูุงู† ุฃูˆู„ู‡ุง ุ› ูƒูˆู† ุงู„ุตูˆุฑุฉ ู„ู„ุฅู†ุณุงู† ุฃูˆ ู„ู„ุญูŠูˆุงู† ุซุงู†ูŠู‡ุง ุ› ูƒูˆู†ู‡ุง ูƒุงู…ู„ุฉ ู„ู… ูŠุนู…ู„ ููŠู‡ุง ู…ุง ูŠู…ู†ุน ุงู„ุญูŠุงุฉ ู…ู† ุงู„ู†ู‚ุตุงู† ูƒู‚ุทุน ุฑุฃุณ ุฃูˆ ู†ุตู ุฃูˆ ุจุทู† ุฃูˆ ุตุฏุฑ ุฃูˆ ุฎุฑู‚ ุจุทู† ุฃูˆ ุชูุฑูŠู‚ ุฃุฌุฒุงุก ู„ุฌุณู…ุงู† ุซุงู„ุซู‡ุง ุ› ูƒูˆู†ู‡ุง ููŠ ู…ุญู„ ูŠุนุธู… ู„ุง ููŠ ู…ุญู„ ูŠุณุงู… ุจุงู„ูˆุทุก ูˆุงู„ุงู…ุชู‡ุงู† ุฑุงุจุนู‡ุง ุ› ูˆุฌูˆุฏ ุธู„ ู„ู‡ุง ููŠ ุงู„ุนูŠุงู† ุฎุงู…ุณู‡ุง ุ› ุฃู† ู„ุง ุชูƒูˆู† ู„ุตุบุงุฑ ุงู„ุจู†ุงู† ู…ู† ุงู„ู†ุณูˆุงู†
ย 
ูุฅู† ุงู†ุชูู‰ ู‚ูŠุฏ ู…ู† ู‡ุฐู‡ ุงู„ุฎู…ุณุฉ . . ูƒุงู†ุช ู…ู…ุง ููŠู‡ ุงุฎุชู„ุงู ุงู„ุนู„ู…ุงุก ุงู„ุฃุนูŠุงู† . ูุชุฑูƒู‡ุง ุญูŠู†ุฆุฐ ุฃูˆุฑุน ูˆุฃุญูˆุท ู„ู„ุฃุฏูŠุงู†ย 
ย 
โ€œMaka dapat dipahami bahwa gambar yang disepakati keharamannya adalah gambar yang terkumpul di dalamnya lima hal. Pertama, gambar berupa manusia atau hewan. Kedua, gambar dalam bentuk yang sempurna, tidak terdapat sesuatu yang mencegah hidupnya gambar tersebut, seperti kepala yang terbelah, separuh badan, perut, dada, terbelahnya perut, terpisahnya bagian tubuh. Ketiga, gambar berada di tempat yang dimuliakan, bukan berada di tempat yang biasa diinjak dan direndahkan. Keempat, terdapat bayangan dari gambar tersebut dalam pandangan mata. Kelima, gambar bukan untuk anak-anak kecil dari golongan wanita. Jika salah satu dari lima hal di atas tidak terpenuhi, maka gambar demikian merupakan gambar yang masih diperdebatkan di antara ulama. Meninggalkan (menyimpan gambar demikian) merupakan perbuatan yang lebih wiraโ€™i dan merupakan langkah hati-hati dalam beragamaโ€ (Sayyid Alawi al-Maliki al-Hasani,ย Majmuโ€™ fatawa wa ar-Rasaโ€™il, hal. 213)
ย 
Jika melihat dari referensi di atas, maka gambar atau lukisan yang biasa terdapat di rumah-rumah tergolong sebagai suatu gambar yang masih diperdebatkan di antara ulama tentang boleh-tidaknya menyimpan gambar tersebut, sebab umumnya lukisan dan gambar yang dipajang di rumah-rumah tidak memiliki bayangan, sebab hanya dalam bentuk yang datar.ย 
ย 
Klasifikasi perbedaan pendapat mengenai gambar ini dihimpun secara runtut dalam kitabย Rawaiโ€™ al-Bayanย dengan mengutip pandangan Imam an-Nawawi dan Ibnu Hajar al-โ€˜Asqalani:
ย 
ูˆู‚ุงู„ ุงู„ุฅู…ุงู… ุงู„ู†ูˆูˆู‰: ุฅู† ุฌูˆุงุฒ ุงุชุฎุงุฐ ุงู„ุตูˆุฑ ุฅู†ู…ุง ู‡ูˆ ุฅุฐุง ูƒุงู†ุช ู„ุง ุธู„ ู„ู‡ุง ูˆู‡ู‰ ู…ุน ุฐู„ูƒ ู…ู…ุง ูŠูˆุทุฃ ูˆูŠุฏุงุณ ุฃูˆ ูŠู…ุชู‡ู† ุจุงู„ุงุณุชุนู…ุงู„ ูƒุงู„ูˆุณุงุฆุฏ ูˆู‚ุงู„ ุงู„ุนู„ุงู…ุฉ ุงุจู† ุญุฌุฑ ูู‰ ุดุฑุญู‡ ู„ู„ุจุฎุงุฑู‰ ุญุงุตู„ ู…ุง ูู‰ ุงุชุฎุงุฐ ุงู„ุตูˆุฑ ุฃู†ู‡ุง ุฅู† ูƒุงู†ุช ุฐุงุช ุฃุฌุณุงู… ุญุฑู… ุจุงู„ุฅุฌู…ุงุน ูˆุฅู† ูƒุงู†ุช ุฑู‚ู…ุง ูู‰ ุซูˆุจ ูุฃุฑุจุนุฉ ุฃู‚ูˆุงู„: ุงู„ุฃูˆู„: ูŠุฌูˆุฒ ู…ุทู„ู‚ุง ุนู…ู„ุง ุจุญุฏูŠุซ ุฅู„ุง ุฑู‚ู…ุง ูู‰ ุงู„ุซูˆุจ ุงู„ุซุงู†ู‰: ุงู„ู…ู†ุน ู…ุทู„ู‚ุง ุนู…ู„ุง ุจุงู„ุนู…ูˆู… ุงู„ุซุงู„ุซ: ุฅู† ูƒุงู†ุช ุงู„ุตูˆุฑุฉ ุจุงู‚ูŠุฉ ุจุงู„ู‡ูŠุฆุฉ ู‚ุงุฆู…ุฉ ุงู„ุดูƒู„ ุญุฑู… ูˆุฅู† ูƒุงู†ุช ู…ู‚ุทูˆุนุฉ ุงู„ุฑุฃุณ ุฃูˆ ุชูุฑู‚ุช ุงู„ุฃุฌุฒุงุก ุฌุงุฒ ู‚ุงู„: ูˆู‡ุฐุง ู‡ูˆ ุงู„ุฃุตุญ ุงู„ุฑุงุจุน: ุฅู† ูƒุงู†ุช ู…ู…ุง ูŠู…ุชู‡ู† ุฌุงุฒ ูˆุฅู„ุง ู„ู… ูŠุฌุฒ ูˆุงุณุชุซู†ู‰ ู…ู† ุฐู„ูƒ ู„ุนุจ ุงู„ุจู†ุงุช
ย 
โ€œImam Nawawi menjelaskan bahwa boleh menggunakan gambar hanya ketika tidak memiliki bayangan, selain itu gambar tersebut juga biasa diinjak atau direndahkan penggunaannya, seperti bantal.โ€ย 
ย 
Imam Ibnu Hajar al-โ€˜Asqalani saat mensyarahi kitab Imam Bukhari mengatakan, โ€œKesimpulan dalam penggunaan gambar bahwa sesungguhnya jika gambar memiliki bentuk tubuh (jism) maka haram secara ijmaโ€™. Jika gambar hanya sebatasย raqmย (gambar) dalam baju, maka terdapat empat pendapat. Pertama, boleh secara mutlak, berdasarkan redaksi haditsย illa raqman fits tsaubiย (kecuali gambar dalam baju). Kedua, haram secara mutlak, berdasarkan keumuman redaksi hadits. Ketiga, jika gambarnya dapat menetap dengan keadaan yang dapat berdiri sendiri, maka hukumnya haram. Namun jika gambarnya terpotong kepalanya atau terpisah bagian tubuhnya maka boleh. Pendapat ketiga ini merupakan pendapat yangย ashahย (paling kuat). Keempat, jika gambarnya merupakan gambar yang dianggap remeh maka diperbolehkan, jika tidak dianggap remeh (diagungkan misalnya) maka tidak diperbolehkan. Dikecualikan dari permasalahan di atas adalah mainan anak kecilโ€ (Syekh Muhammad Ali as-Shabuni,ย Rawaiโ€™ al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam, juz 2, hal. 415).ย 
ย 
Ulama yang berpandangan tentang bolehnya menyimpan gambar atau lukisan di dalam rumah, salah satunya adalah ulama kenamaan mesir, Syekh Mutawalli asy-Syaโ€™rawi. Beliau menjelaskan tentang permasalahan ini dalam himpunan fatwanya:
ย 
ุณ: ู…ุง ุงู„ู‚ูˆู„ ููŠู…ู† ูŠุฒูŠู†ูˆู† ุงู„ุญุงุฆุท ุจุฑุณูˆู… ุจุนุถ ุงู„ุญูŠูˆุงู†ุงุชุŸ ู‡ู„ ู‡ุฐู‡ ูŠู†ุทุจู‚ ุนู„ูŠู‡ุง ู…ุง ูŠู†ุทุจู‚ ุนู„ู‰ ุงู„ุชู…ุงุซูŠู„ ุงู„ุจุงุฑุฒุฉ ุงู„ู…ุฌุณุฏุฉ ู…ู† ุชุญุฑูŠู…ุŸ
ย 
(ุฌ): ูŠู‚ูˆู„ ูุถูŠู„ุฉ ุงู„ุดูŠุฎ ุงู„ุดุนุฑุงูˆู‰: ู„ุง ุดูŠุก ููŠ ุฐู„ูƒุŒ ูˆู„ูƒู† ู…ุง ุญุฑู… ู‡ูˆ ู…ุง ูŠูุนู„ู‡ ุงู„ุจุนุถ ู„ุชู‚ุฏูŠุณ ูˆุชุนุธูŠู… ู‡ุฐู‡ ุงู„ุญูŠูˆุงู†ุงุชุŒ ุฃู…ุง ุฃู† ุชุฑุณู… ู„ูƒูŠ ูŠุณุชุนู…ู„ ููŠ ุงู„ุฒูŠู†ุฉ ูู„ุง ู…ุงู†ุน ู…ู† ุฐู„ูƒ
ย 
โ€œPertanyaan: โ€˜Bagaimana pendapat anda tentang orang yang menghiasi tembok dengan gambar/lukisan sebagian hewan? Apakah berlaku pada permasalahan ini suatu hukum yang berlaku pada patung yang berbentuk jasad yakni hukum haram?โ€™โ€
ย 
โ€œSyekh as-Syaโ€™rawi menjawab: โ€˜Hal di atas tidak perlu dipermasalahkan, hal yang diharamkan adalah perbuatan yang dilakukan sebagian orang berupa mengultuskan dan mengagungkan gambar hewan tersebut. Sedangkan melukis hewan dengan tujuan untuk digunakan menghias (tembok) maka tidak ada larangan untuk melakukannyaโ€ (Syekh Mutawalli asy-Syaโ€™rawi,ย Mausuโ€™ah Fatawa as-Syaโ€™rawi, hal. 591)
ย 
Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keharaman menyimpan gambar yang disepakati oleh para ulama hanya berlaku pada gambar atau lukisan makhluk hidup yang memiliki bentuk (jism) atau memiliki bayangan dan diagungkan oleh pemiliknya, seperti patung misalnya. Sedangkan selain gambar dengan kriteria tersebut, ulama berbeda pendapat dalam menghukuminya, sebagian ulama menghalalkan dan sebagian ulama yang lain mengharamkannya. Berbeda halnya ketika gambar atau lukisan bukan bergambar makhluk hidup, tapi berupa pemandangan alam, lukisan abstrak dan berbagai lukisan tak hidup lainnya, maka para ulama memperbolehkan lukisan tersebut.
ย 
Sehingga sebenarnya bagi kita diperbolehkan untuk memilih salah satu di antara berbagai pendapat ulama dalam menyikapi gambar atau lukisan makhluk hidup yang biasa difungsikan untuk menghias rumah, selama pilihan kita atas pendapat tersebut tidak atas jalan meremehkan urusan agama (tasahul fid din) dan tetap mempertimbangkan penilaian masyarakat setempat. Yang pokok diperhatikan adalah tak boleh ada pengultusan berlebihan atas gambar.ย Wallahu aโ€™lam.
ย 
ย 
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
ย