Syariah

Penumpang Bayar Separoh ketika Kecewa

NU Online  ·  Jumat, 15 November 2013 | 00:17 WIB

Transportasi massal yang disebut juga dengan angkutan umum sangat menunjang urat nadi kehidupan sebuah kota. Bagaimana transportasi itu mengangkut para karyawan dari satu titik pasif (tempat istirahat) menuju titik aktif (tempat bekerja) dan begitu sebaliknya.<> Menghantarkan kembali mereka dari tempat kerja ke tempat peristirahatan mereka untuk bekerja lagi esok hari.

Di kota-kota besar semisal Jakarta ada banyak macam transportasi massal yang dapat dipilih dengan bebas sesaui kemauan dan kemampuan masyarakat. Ada angkot (mikrolet), ada bus (seperti Kopaja, Metromini, Bus Trans Jakarta dll), ada taksi, ada motor atau ojek dan ada juga Kereta Api. Tentunya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun demikian semuanya harus tanduk pada aturan yang berlaku. Aturan yang mengatur hak dan kewajiban penumpang (selaku pengguna jasa), sopir (selaku pekerja) dan juga perusahaan angkutan (selaku pemilik).

Selaku pengguna jasa penumpang harus menta’ati aturan main yang berlaku. Harus bayar sesuai tarif, ikut menjaga fasilitas, tidak boleh merusak dan lain sebagainya. Sebagaimana keterangan Imam Abu Ishaq Asy-Syairazi dalam kitabnya Al-Muhaddzab menjelaskan,

وللمستأجر أن يستوفى مثل المنفعة المعقود عليها بالمعروف لأن إطلاق العقد يقتضي المتعارف والمتعارف كالمشروط

Bagi pengguna jasa untuk menggunakan fasilitas sesuai dengan kapasitasnya, karena ketentuan akad pengguna jasa harus mengikuti aturan umum yang berlaku, karena ketentuan umum yang berlaku menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh pengguna jasa.

Demikian pula dengan sopir selaku pekerja harus bertindak sesuai dengan aturan pula. Sopir harus faham berapa batas maksimal penumpang yang boleh diangkutnya, jangan sampai terjadi over load. Sopir tidak boleh menaikkan penumpang dari batas yang telah ditentukan. Karena hal itu dapat menyebabkan penumpang kehilangan haknya. Yaitu hak merasa nyaman dalam angkutan (daam ukuran masyarakat kita minimal dapat berdiri santai dengan dua kaki).

Hal ini perlu diperhatikan mengingat masalah ini berkaitan dengan عقد الإجارة (akad sewa menyewa) maka harus sesuai dengan adat yang berlaku, dalam pemberian kenyamanan dan fasilitas bagi penumpang. Dalam kitab Al-Bajuri terdapat keterangan berikut,

ويلزمهم امتثال أمره فيجب عليهم طاعته فيما ليس بحرام ولا مكروه من مسنون وكذا مباح إن كان فيه مصلحة عامة

Wajib bagi rakyat untuk mentaati aturan pemimpin (pemerintah) selama perintah tersebut tidak menyangkut sesuatu yang haram atau makruh, dan terdapat kemaslahatan umum pada aturan-aturan tersebut.

Akan tetapi jika sopir telah bertindak menyalahi standar operasional dengan menaikkan terlalu banyak penumpang, sehingga memaksa penumpang berdesak-desakkan dengan tidak wajar, maka pemerintah perlu mengkaji ulang aturan yang memungkinan penumpang membayar dengan saparoh harga ketika dalam keadaan yang tidak nyaman. Wallahu a’lam bis shawab. (Pen. Fuad H & Ulil H/Red. Uil H )