Syariah

Prank Teror Bom di Mal, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Rab, 8 November 2023 | 17:00 WIB

Prank Teror Bom di Mal, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Ilustrasi. (Foto: NU Online/Freepik)

Beberapa waktu lalu, media sosial digemparkan dengan aksi prank teror atau ancaman bom di Koja Trade Mall, Jakarta Utara. Aksi ini dilakukan oleh enam orang pelajar SMA yang mengaku hanya lelucon. Setelah polisi dan aparat keamanan mal turun ke lokasi dan melakukan penyelidikan. 

 

Terkait aksi prank bom di Koja Trade Mall, kemudian yang menjadi persoalan adalah bagaimana hukum prank dalam Islam? Pasalnya, belakangan konten prank, yang telah merugikan pihak lain marak terjadi di Indonesia. Para konten kreator membuat hal tersebut dengan pelbagai motif; adsense, viewer, atau hanya sebatas iseng belaka. 

 

Hukum Prank dalam Islam
Prank adalah lelucon atau trik yang dimainkan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menjahili orang lain. Prank biasanya dilakukan dengan cara menciptakan situasi yang tidak terduga atau mengejutkan. Tujuan dari prank adalah untuk membuat orang lain merasa kaget, tidak nyaman, atau keheranan.

 

Prank dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari yang sederhana hingga berbahaya. Prank yang sederhana, misalnya, adalah dengan membuat seseorang percaya bahwa ada seekor ular di bawah kursinya. Prank yang berbahaya, misalnya, adalah dengan membuat seseorang percaya bahwa dia sedang dirampok atau disekap atau menjahili orang lain, dengan mengatakan orang tuanya sudah meninggal. 

 

Prank yang dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan tidak merugikan orang lain dapat menjadi hiburan yang menyenangkan. Namun, prank yang dilakukan dengan cara yang tidak bertanggung jawab dapat menyebabkan trauma atau bahkan membahayakan orang lain.

 

Dalam Islam, sejatinya Nabi Muhammad pernah bercanda dengan seorang wanita tua. Nabi mengatakan nenek tua itu tidak akan masuk surga. Kisah tersebut terdapat dalam hadis riwayat Tirmidzi, nomor 241 yang menceritakan tentang seorang wanita tua yang datang kepada Nabi Muhammad dan meminta doa agar ia bisa masuk surga. Nabi Muhammad kemudian menjawab, "Nenek, orang tua tidak akan masuk surga."

 

Mendengar jawaban Nabi Muhammad, wanita tua itu berubah rona wajahnya, kemudian menangis. Melihat hal itu, Nabi Muhammad kemudian menjelaskan maksud perkataannya. Beliau mengatakan bahwa wanita tua itu tidak akan masuk surga dalam keadaan tua, melainkan dalam keadaan muda.

 

 حدثنا عبد بن حميد قال : حدثنا مصعب بن المقدام قال : ثنا المبارك بن فضالة ، عن الحسن قال : [ ص: 198 ] [ ص: 199 ] أتت عجوز إلى النبي صلى الله عليه وسلم ، فقالت : يا رسول الله ، ادع الله أن يدخلني الجنة ! فقال : " يا أم فلان ، إن الجنة لا تدخلها عجوز " ! قال : فولت تبكي ، فقال : " أخبروها أنها لا تدخلها وهي عجوز " ؛ إن الله تعالى يقول : إنا أنشأناهن إنشاء فجعلناهن أبكارا عربا أترابا .

 

Artinya: “Abdul bin Hamid berkata: Mu'adz bin Muqaddam berkata: Mubarak bin Fadhala berkata: Al-Hasan berkata: Seorang wanita tua datang kepada Nabi Muhammad saw., lalu berkata: Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku masuk surga! Beliau bersabda: Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh wanita tua. Lalu wanita itu pun pergi sambil menangis. Lalu Nabi SAW bersabda: Beritahu dia bahwa dia tidak akan masuk surga dalam keadaan tua. Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan yang penuh cinta kasih, sebaya umurnya." (QS. Al-Waqi‘ah: 35-37).

 

Kisah ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad juga manusia biasa yang bisa bercanda. Namun, candaannya tetaplah mengandung hikmah. Dalam kisah ini, Nabi Muhammad ingin mengajarkan kepada wanita tua tersebut bahwa di surga semua orang akan menjadi muda kembali. Hal ini tentunya menjadi kabar gembira bagi semua orang, termasuk wanita tua yang sudah lanjut usia.

 

Lebih lanjut, dalam Islam memang dikenal bercanda dan bergurau, dan hukumnya dibolehkan, sebagai sesuatu yang biasa dalam interaksi sosial dan menjalin hubungan. Bahkan Nabi Muhammad jamak sekali bercanda dan bergurau dengan sahabat yang lain. 

 

Meskipun boleh, Islam memberikan memberikan rambu-rambu yang yang harus dipatuhi dalam bercanda, agar tidak menimbulkan dampak negatif. Misalnya Islam melarang prank atau candaan yang membahayakan nyawa, karena dapat menyebabkan kematian atau cacat fisik. Prank yang merendahkan harga diri juga dilarang dalam Islam. Pasalnya hal itu bisa menyebabkan orang lain terhina dan menjadi bahan olok-olokan. 

 

Selanjutnya, prank yang terlarang adalah yang membuat kepanikan dan ketakutan, seperti kasus prank bom meledak di Koja Trade Mall. Alasannya dapat menyebabkan gangguan panik massa yang menimbulkan terjadinya kericuhan, bahkan kerusuhan.

 

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj bi Syarh Minhaj, jilid XIV, halaman 300; 

 

من ائتمنه المالك كوديع يمتنع عليه أخذ ما تحت يده من غير علمه، لأن فيه إرعابا له بظن ضياعها ومنه يؤخذ حرمة كل ما فيه إرعاب للغير ودليله أن زيد بن ثابت نام في حفر الخندق فأخذ بعض أصحابه سلاحه فنهى النبي صلى الله عليه وسلم عن ترويع المسلم

 

Artinya: “Orang yang telah dipercayakan oleh pemiliknya, seperti penerima titipan [wadi'], tidak boleh mengambil barang yang ada di bawah tanggung jawabnya tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hal ini karena dapat menimbulkan rasa takut pada pemiliknya karena khawatir barangnya hilang. Dari hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa haram melakukan segala sesuatu yang dapat menimbulkan rasa takut pada orang lain. Dalilnya adalah bahwa Nabi Muhammad SAW melarang perbuatan menakut-nakuti orang Muslim. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:  Zaid bin Tsabit tidur di parit pertahanan, lalu sebagian sahabatnya mengambil senjatanya. Maka Nabi SAW melarang perbuatan menakut-nakuti orang Muslim.” (HR. Bukhari)

 

Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa haram hukumnya melakukan hal-hal yang menimbulkan rasa takut pada orang lain, kecuali jika hal tersebut dilakukan oleh orang yang dikenal sebagai orang yang suka bercanda dan bergurau dan orang yang yang menjadi target sudah mengetahui kondisinya.

 

Sementara itu, pada hadits lain yang bersumber dari riwayat Imam Abu daud, Rasulullah melarang seorang muslim membuat terkejut kepada saudara muslimnya. Hal ini karena perbuatan tersebut dapat menimbulkan rasa takut dan cemas pada orang yang terkejut. Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan berbagai macam masalah, baik fisik maupun mental.

 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْأَنْبَارِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ كَانُوا يَسِيرُونَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَانْطَلَقَ بَعْضُهُمْ إِلَى حَبْلٍ مَعَهُ فَأَخَذَهُ فَفَزِعَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

 

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, dari Al-A'masy, dari Abdullah bin Yasar, dari Abdurrahman bin Abu Laila, ia berkata, telah menceritakan kepada kami para sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bahwa mereka pernah berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu salah seorang dari mereka tertidur. Maka sebagian mereka mendekati tali yang menempel pada tubuhnya kemudian menariknya hingga orang itu terkejut. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakuti seorang muslim. [HR. Abu Daud]

 

Pada sisi lain, Islam juga melarang candaan yang dapat menimbulkan penyiksaan atau kesakitan pada korban. Misalnya, prank yang menyebabkan luka dengan menampar muka, melempar benda berbahaya, atau pun prank mencabut kursi tempat duduk, sehingga korban terjatuh. Tindakan ini terlarang dalam Islam. 

 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab  Is‘adur Rofiq wa Bughyatus Sidhiq, jilid II, halaman 119, karya Muhammad bin Salim bin Sa’id Babashil as Syafi’i;  

 

(و) منها (إيذاء الجار) جاره (ولو) كان (كافرا) لكن إذا كان (له أمان إيذاء ظاهرا) كأن بشرف على حرمه أو يبنى ما يؤذيه مما لا يسوغ شرعا –الىأنقال- (تنبيه) المراد بالأذى الظاهر ما يعد فى العرف إيذاء ففى الزواجر ان إيذاء المسلم مطلقا كبيرة ووجه التخصيص بالجار ان إيذاء غيره لا يكون كبيرة الا إن كان له وقع بحيث لا يحتمل عادة بخلاف الجار فإنه لا يشترط فى كونه كبيرة الا ان يصدق عليه عرفا أنه ايذاء

 

Artinya: “Dan di antaranya (dosa besar) adalah (menyakiti tetangga), meskipun (tetangganya kafir), tetapi jika (tetangga tersebut memiliki jaminan keamanan secara lahiriah), seperti jika tetangga tersebut memiliki hak untuk melindungi kehormatannya atau membangun sesuatu yang menyakitinya dan tidak dibenarkan secara syariah. (Catatan): yang dimaksud dengan “menyakiti secara lahiriah” adalah apa yang dianggap sebagai menyakiti dalam adat kebiasaan. Dalam kitab Al-Kaba'ir, disebutkan bahwa menyakiti orang Muslim secara mutlak adalah dosa besar. Alasan khusus untuk membatasi dosa ini pada tetangga adalah karena menyakiti orang lain tidak menjadi dosa besar kecuali jika dampaknya sangat besar sehingga tidak dapat diterima secara umum, sedangkan menyakiti tetangga tidak memerlukan dampak yang besar untuk menjadi dosa besar, melainkan cukup jika diakui oleh adat kebiasaan sebagai menyakiti.” 

 

Dengan demikian, prank yang membahayakan dan membuat gaduh haram hukumnya dalam Islam. Hal ini karena prank tersebut dapat menimbulkan kerugian, baik fisik maupun psikis, bagi orang yang menjadi korbannya.

 

Dalam Islam, kita dilarang untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Prank yang membahayakan dan membuat gaduh jelas termasuk dalam kategori ini. Prank tersebut dapat menimbulkan rasa takut, cemas, bahkan trauma bagi orang yang menjadi korbannya.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Keislaman, Tinggal di Ciputat.