Syariah

Ruang Lingkup dan Cakupan Kerja Pemakmuran Masjid

Sel, 3 Desember 2019 | 01:00 WIB

Ruang Lingkup dan Cakupan Kerja Pemakmuran Masjid

Salah satu lorong di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Masjid bukan sekadar pemakmuran fisik, tetapi juga bagaimana orientasi manajemen masjid terarah pada layanan terhadap jamaah.

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَن يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

Artinya “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir (Kiamat), serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Surat At-Taubah ayat 18).

Al-Qurthuby (w. 671 H) memberikan penafsiran terhadap ayat ini, sebagai berikut:

فقد أثبت الإيمان في الآية لمن عمر المساجد بالصلاة فيها ، وتنظيفها وإصلاح ما وهى منها ، وآمن بالله ولم يذكر الإيمان بالرسول فيها ولا إيمان لمن لم يؤمن بالرسول

Artinya, “Ayat ini menyatakan bahwa ‘seseorang tetap disebut beriman’ manakala ia mau memakmurkan masjid dengan jalan melakukan sholat di dalamnya, mahu membersihkannya dan memperbaiki sesuatu yang berhubungan dengannya. Sudah barang tentu orang tersebut harus beriman kepada Allah. Meski ayat tidak menyebutkan kewajiban beriman terhadap rasul, namun tidak sah iman seseorang tanpa disertai iman kepada Rasul.” (Tafsir Al-Qurthuby, juz VIII, halaman 90).

Berbekal penafsiran Al-Qurthuby itu, secara jelas ayat ini dikaitkan dengan persoalan pemakmuran masjid (‘imarat al-masjid) dan renovasi masjid (islah al-masjid). Masalah ini akan dibahas dalam tulisan ini.

Nah, pertanyaan yang kerap dilontarkan oleh masyarakat adalah wilayah cakupan ‘imarat al-masjid itu seperti apa? Masalah ini memang harus diketahui dan dipahami oleh semua pihak, mengingat masjid adalah baitullah dan baitul muttaqin.

Untuk mengetahui jawab dari permasalahan tersebut, terlebih dulu kita perlu melihat definisi yang disampaikan oleh para ulama. Salah satunya adalah Syekh Syihabuddin Al-Qalyuby (w. 1070 H) dalam masterpiece hasyiyah-nya. Menurut Al-Qalyuby (w. 1070 H), yang dinamakan dengan ‘imaratul masjid adalah:

عمارة المسجد هي البناء والترميم والتجصيص للأحكام والسلالم والسواري والمكانس والبواري للتظليل أو لمنع صب الماء فيه لتدفعه لنحو شارع والمساحي وأجرة القيم ومصالحه تشمل ذلك، وما لمؤذن وإمام ودهن للسراج وقناديل لذلك. 

Artinya, “Yang dinamakan memakmurkan masjid adalah membangunnya, merenovasinya, membangun pagarnya untuk menetapkan batas hukumnya, tangganya, menyapunya, menyediakan naungan-naungan untuk tempat bernaung peziarahnya, atau penahan limpasan air hujan ke dalamnya, seumpama saluran atau talang, menggaji marbotnya, dan semua bentuk kemaslahatan lain yang masuk dalam bingkai masjid. Termasuk di dalamnya adalah gaji untuk muazin, imam, membeli minyak untuk penerangan dan lampu, yang semuanya dikembalikan kepada masjid.” (Hasyiyatul Qalyuby wa ‘Umairah, juz III, halaman 164).

Jadi, secara umum yang dinamakan memakmurkan masjid ('imarah masjid) adalah segala tindakan yang mengarah pada pendirian, perawatan, dan penjagaan harta benda milik masjid agar tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Pemakmuran masjid merupakan upaya penyediaan fasilitas bagi jamaahnya agar betah berada di masjid atau bahkan mungkin menarik jamaah agar mau datang ke masjid. Kita sering menyebut istilah ‘imarah ini sebagai manajemen masjid.

Dengan demikian, tindakan dalam rangka 'imarah masjid (manajemen masjid) ini sudah pasti berhubungan erat dengan penyaluran/pengelolaan 3 hal, yaitu:

1) Segala potensi perbendaharaan, dana serta kas masjid, yang terdiri dari : 

a. Manajemen aset dari hasil wakaf mutlak
 
b. Manajemen aset dari hasil wakaf li mashalihi al-masjid

2) Manajemen jamaah yang sudah ada di masjid, dan 

3) Manajemen jamaah yang belum ada di masjid agar mau datang ke masjid. 

Masing-masing dari obyek ‘imarah masjid ini kelak membutuhkan perincian dan penjelasan. Ada banyak teks fikih yang sudah dijelaskan oleh para ulama’. Insya allah kita akan hadirkan satu per satu dalam rangka menjelaskannya sehingga mudah dipahami oleh pengelola masjid atau pengambil kebijakan dalam dunia masjid. Wallahu ‘alam bis shawab.
 
 
Muhammad Syamsudin, Wakil Sekretaris Bidang Maudlu’iyah-LBM PWNU Jawa Timur