Syariah

Shalat Arbain, 40 Waktu yang Mewah bagi Jamaah Haji

Sel, 2 Juli 2024 | 18:30 WIB

Shalat Arbain, 40 Waktu yang Mewah bagi Jamaah Haji

Shalat Arbain, 40 Waktu yang Mewah bagi Jamaah Haji (freepik).

Ketika bicara Masjid Nabawi, yang teringat adalah doa di Raudhah dan Shalat Arbain atau shalat berjamaah 40 waktu. Menurut sebagian riwayat dilakukan 40 hari tanpa terputus.
 

Kalau shalat Arbain 40 waktu tanpa terputus, artinya jamaah haji minimal tinggal di Madinah selama 9 hari yang terdiri atas 1 hari persiapan dan 8 harinya mengharuskan jamaah haji pergi datang dari hotel ke Masjid Nabawi untuk mengerjakan 40 waktu shalat secara berjamaah. Ada juga memang yang tinggal 8 hari di Madinah untuk mengerjakan shalat Arbain tetapi dengan waktu yang sangat mepet dan menyulitkan proses pergerakan jamaah.
 

Adapun shalat Arbain 40 hari tanpa terputus, artinya jamaah haji minimal tinggal di Madinah selama 41 hari yang terdiri atas 1 hari persiapan dan 40 harinya mengharuskan jamaah haji pergi datang dari hotel ke Masjid Nabawi untuk mengerjakan shalat secara berjamaah selama 40 hari.
 

Shalat Arbain sendiri dapat ditemukan setidaknya pada dua hadits berikut ini. Hadits pertama ini menyebut shalat arbain sebagai shalat 40 waktu. Sedangkan hadits keduanya menyebutkan shalat Arbain sebagai shalat 40 hari:
 

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاةً، لاَ يَفُوتُهُ صَلاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ 
 

Artinya: "Siapa yang shalat di masjidku 40 shalat tanpa luput satu shalat pun, niscaya ia tercatat dicatatkan bebas dari neraka, selamat dari siksaan, dan bebas dari sifat kemunafikan," (HR Ahmad dan At-Thabarani).
 

Kita dapat menyimpulkan shalat Arbain bagi mereka yang ingin mengejar keutamaan tersebut berdasarkan keterangan secara harfiah hadits ini:

  1. Shalat Arbain itu shalat 40 waktu atau 8 hari di masjid Nabawi.
  2. Shalat Arbain itu shalat wajib pada waktunya boleh di awal, di tengah, atau di akhir waktu, (kecuali shalat Jumat) bukan di luar waktu sehingga harus diqadha.
  3. Shalat Arbain itu dapat dilakukan secara sendiri (kecuali shalat Jumat yang pasti berjamaah) atau berjamaah. Tentu utamanya shalat berjamaah. Tapi yang tertinggal berjamaah dapat shalat sendiri dan arbainnya tidak batal.
  4. Jika satu saja waktu shalat ditinggalkan, yaitu tidak shalat sesuai waktunya sampai di luar waktu, maka Arbainnya batal.
 

Adapun hadits lain yang dapat ditemukan terkait shalat Arbain yang 40 hari berjamaah adalah sebagai berikut:
 

قال رسول الله: من صلى لله أربعين يوماً في جماعةٍ يدرك التكبيرةَ الأُولى كُتِبَ لهُ براءَتَان: بَراءَةٌ مِنْ النَّارِ، وبراءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ (رواه الترمذي)
 

Artinya: "Rasulullah saw bersabda: 'Siapa yang shalat dengan ikhlas karena Allah selama empat puluh hari secara berjamaah dengan mendapatkan takbiratul ihram, niscaya ia tercatat bebas dua hal, yaitu bebas dari neraka dan bebas dari sifat kemunafikan,'” (HR At-Tirmidzi).

 

Kita dapat menyimpulkan shalat Arbain bagi mereka yang ingin mengejar keutamaan tersebut berdasarkan keterangan secara harfiah hadits ini:

  1. Shalat Arbain itu shalat 200 waktu yang dikerjakan selama 40 hari di Masjid Nabawi.
  2. Shalat Arbain itu shalat wajib pada waktunya boleh di awal, di tengah, atau di akhir waktu (kecuali shalat Jumat yang pasti berjamaah), bukan di luar waktu sehingga harus diqadha.
  3. Shalat Arbain itu dilakukan secara berjamaah, tidak boleh secara sendiri.
  4. Shalat Arbain tidak boleh dilakukan sebagai jamaah masbuq yang tertinggal takbiratul ihram. Jika masbuq satu waktu saja, maka shalat Arbainnya batal.
  5. Shalat Arbain berjamaah dapat dilakukan dengan mengikuti shalat berjamaah yang diselenggarakan oleh pengurus Masjid Nabawi di awal waktu biasanya, atau membentuk shalat jamaah sendiri jika dilakukan setelah shalat berjamaah yang awal selesai. 
 

Shalat Arbain bagi Jamaah Haji

Shalat Arbain jarang sekali untuk menyatakan hampir sama sekali tidak disinggung atau ditemukan keterangan ulama pada bab haji pada kitab-kitab fiqih mereka.
 

Pada bab haji atau kitab-kitab ulama yang membahas haji dan umrah secara khusus seperti Al-Idhah fi Manasikil Hajji wal Umrah tidak disebutkan anjuran mengerjakan shalat Arbain.
 

Pada bab haji atau kitab khusus manasik ulama terkait amalan di Madinah hanya anjuran adab memasuki Kota Madinah, ziarah makam Rasulullah, doa di raudhah, dan adab salam kepada Rasulullah saw, sahabat Abu Bakar As-Shiddiq ra, sahabat Umar bin Khattab ra, dan Sayyidatina Fatimatuz Zahra ra.
 

Kita perlu juga mendudukkan shalat Arbain secara hukum:

  1. Hukum shalat Arbain selama 40 waktu atau 40 hari dalam kategori hukum bukan termasuk sunnah muakkadah seperti shalat rawatib (yang hampir tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw), setingkat di bawah wajib.
  2. Hukum shalat Arbain bersifat mustahabbah atau anjuran saja bagi mereka yang ingin mengejar keutamaan atau fadhilah tersebut.
 

Bagi jamaah umrah atau peziarah, shalat Arbain 200 waktu selama 40 hari itu memang ringan apalagi yang 40 waktu selama 8 hari karena kondisi mereka yang segar bugar dan tidak memiliki agenda wajib yang lain. Tapi bagi jamaah haji, amalan shalat Arbain cukup berisiko apalagi jamaah lansia dan risti selain suhu di Madinah yang cukup panas bahkan lebih panas dari Makkah.
 

Jamaah haji Indonesia akan mempertaruhkan keselamatan jiwanya pada amalan shalat Arbain ini. Kondisi jamaah haji yang kurang sehat dan kurang fit dapat mengganggu penyelenggaraan ibadah haji secara umum.
 

Jamaah haji gelombang I yang datang lebih awal ke Madinah tidak disarankan mengamalkan shalat sunnah Arbain yang cukup menguras tenaga dan waktu karena mereka harus menghadapi puncak haji yang menjadi agenda wajib dan tujuan utama mereka ke Tanah Suci.
 

Adapun jamaah haji gelombang II yang datang ke Madinah setelah menyelesaikan puncak haji di Makkah tidak disarankan mengamalkan shalat Arbain karena energi mereka yang sudah banyak berkurang. Pascapuncak haji ialah masa-masa kritis kesehatan jamaah haji.
 

Karena itu mereka tidak disarankan untuk mengamalkan shalat Arbain karena mereka harus memulihkan energi pascapuncak haji dan menyiapkan diri untuk proses pemulangan ke Tanah Air.
 

Jamaah haji disarankan untuk menjaga kesehatan serta tidak melakukan aktivitas lain yang dapat mengurangi kebugaran mereka.
 

Jamaah haji dianjurkan mengingat tujuan utama dan ibadah wajib mereka ke Tanah Suci, yaitu melaksanakan ibadah haji. Karena yang diharapkan, jamaah haji dapat berangkat ke Tanah Suci dengan sehat dan kembali ke Tanah Air setelah melaksanakan haji dengan sehat dan selamat tanpa kurang apapun.
 

Adapun untuk mengamalkan shalat Arbain, jamaah haji dapat melakukannya pada kesempatan lain sebagai jamaah ziarah atau jamaah umrah. Wallahu a'lam.
 

 

Ustadz Alhafiz Kurniawan M.Hum., Redaktur Keislaman NU Online/MCH 2024