Syariah

Tidak Shalat Arba'in Tetap Dapat Pahala?

Jum, 9 Juni 2023 | 13:00 WIB

Tidak Shalat Arba'in Tetap Dapat Pahala?

Ilustrasi: Madinah (freepik)

Jamaah haji Indonesia yang sudah mendapatkan kesempatan menunaikan ibadah haji setelah menunggu antrian bertahun-tahun tentu berkeinginan kuat untuk dapat semaksimal mungkin beribadah di tanah haram. Di antaranya adalah shalat arba'in atau shalat wajib 40 kali berturut-turut selama delapan atau sembilan hari di Masjid Nabawi Madinah.
 

Namun demikian keinginan yang kuat itu terkadang harus pupus sebab situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Semisal harus segera bergegas dalam rangka menyiapkan diri menghadapi wukuf di Arafah bagi jamaah gelombang satu atau menyiapkan kepulangan ke tanah air bagi jamaah gelombang dua; atau kondisi tubuh yang tidak memungkinkan sebab sakit atau sebab lainnya, yang pada akhirnya ia hanya bisa  shalat lima waktu di hotel.
 

Lalu pandangan bagaimana fiqih terkait hal itu? 
 

Sebelumnya perlu diketahui bahwa shalat arba'in hukumnya sunah berdasarkan hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya, bahwa Nabi saw bersabda:
 

صلاة فى مسجدى هذا أفضل من ألف صلاة فيما سواه إلا المسجد الحرام
 

Artinya, "Shalat di masjidku ini lebih baik daripada 1.000 shalat di tempat lain, kecuali di Masjidil Haram." (HR Muslim). 
 

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad shahih, Nabi saw bersabda:
 

من صلى فى مسجدى أربعين صلاة لا تفوته صلاة كتبت له براءة من النار وبراءة من العذاب، وبرىء من النفاق
 

Artinya, “Orang yang melakukan shalat di masjidku (masjid Nabawi) sebanyak 40 shalat (fardhu) berturut-turut tanpa ketinggalan satu shalat pun, maka ia akan diganjar dengan terbebas dari api neraka, terbebas dari azab, dan terbebas dari kemunafikan.” (HR Ahmad).

Terkait hal di atas dalam Kitab Fatawa Dar Al-Ifta' Al-Misriyyah tertulis penjelasan Syekh 'Athiyah Shaqr (wafat 2006) sebagai berikut:
 

 فإذا كان الإنسان حرا فى إقامته وفى سفره فالأفضل أن يصلى هذا العدد، بل وأكثر منه نظرا للثواب العظيم، فإذا كان مضطرا إلى السفر قبل أن يصلى الأربعين فلا حرج عليه، فهذا أمر مندوب وليس بواجب، والأمل كبير فى أن يعطى الله للإنسان هذا الثواب إذا كان حريصا عليه لكن منعه مانع خارج عن إرادته كما يقولون، بناء على الحديث الشريف "من هم بحسنة ولم يعملها كتبت له حسنة" وقد قال العلماء: إن ذلك محله إذا كان عدم العمل بغير اختياره، أما لو تركها مختارا فلا ثواب له
 

Artinya, "Jika seseorang dalam kondisi bebas dalam arti tidak ada kendala sama sekali, saat berada di Madinah dan dalam perjalanan hajinya, maka yang lebih utama ia melaksanakan shalat arba’in, bahkan kalau bisa lebih banyak lagi, melihat pahala yang begitu besar. Namun jika ia dalam keadaan terbatas waktu untuk melakukan perjalanan berikutnya sebelum melaksanakan arba'in, maka tidak menjadi masalah. Shalat arba'in ini adalah perkara sunah, bukan wajib. Harapan besar Allah akan tetap memberikan pahala besar itu padanya,  jika ia sangat berkeinginan melaksanakan namun karena ada penghalang eksternal di luar keinginannya. 
 

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra dari Nabi saw: "Barangsiapa berniat untuk mengerjakan amal kebaikan namun belum terlaksana, maka Allah akan catat baginya satu kebaikan yang sempurna."

Terkait hadits ini ulama berpendapat, hal tersebut (belum melakukan kebaikan tapi dicatat kebaikan) jika tidak melakukannya bukan atas keinginannya. Namun, jika ia tidak melakukannya atas keinginannya sendiri, maka ia tidak mendapat pahala." (Fatawa Dar al-Ifta' Al-Misriyyah, juz IX, halaman 13).


Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan hukum fiqih bahwa shalat arba'in hukumnya sunah, bukan merupakan kewajiban haji apalagi rukunnya, sehingga ibadah haji orang yang tidak melaksanakan shalat arba'in hukumnya tetap sah dan tidak ada kewajiban membayar dam.
 

Bahkan, jika ia tidak melakuan shalat arba'in bukan atas kehendaknya, melainkan karena ada unsur eksternal dimana situasi dan kondisi tidak memungkinkan, sedangkan ia sebenarnya sangat berniat untuk melakukannya, maka harapan besarnya Allah swt akan catat baginya satu kebaikan atau pahala. Wallahu a'lam bisshawab.


Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo