Tips Maqashid Syariah dalam Evaluasi Keuangan Akhir Tahun
Rabu, 18 Desember 2024 | 20:30 WIB
Rifa Tsamrotus Saadah
Kolomnis
Konsep pengelolaan harta dalam Islam menjadi salah satu isu yang penting untuk diulas, terutama menjelang akhir tahun, saat banyak orang mulai mengevaluasi kondisi keuangannya. Salah satu pemikiran yang relevan dalam konteks ini adalah gagasan Imam Thahir Ibnu ‘Asyur tentang Maqashid Syariah.
Sebagai salah satu ulama besar, Ibnu Asyur memberikan pandangan mendalam tentang pentingnya pengelolaan harta dalam kerangka hifzhul mal (perlindungan harta), yang termasuk dalam kategori dharuriyat atau kebutuhan mendasar yang harus dijaga.
Dalam konteks al-muamalah al-maliyah (transaksi keuangan), Ibnu Asyur menegaskan bahwa perlindungan harta tidak hanya sebatas menjaga nilai materi, tetapi juga memastikan bahwa harta tersebut digunakan dan dikelola secara produktif.
Pemikiran ini sangat relevan bagi masyarakat Indonesia yang menghadapi berbagai tantangan ekonomi, terutama di tengah ketidakpastian global. Akhir tahun menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan dan memperbaiki pengelolaan keuangan agar lebih terarah di tahun mendatang.
Prinsip Dasar Pengelolaan Harta Menurut Ibnu Asyur
Menurut Ibnu Asyur dalam Maqashid Syariah Islamiyah (Beirut: Darul Kitab al-Lubnani, 2011: 293-319), terdapat lima prinsip utama yang harus diperhatikan agar harta tidak hanya menjadi alat ekonomi, tetapi juga memberikan manfaat nyata dalam kehidupan.
1. Pentingnya Menabung
Menurut Ibnu Asyur, menabung adalah langkah mendasar untuk menjaga kestabilan keuangan. Uang yang ditabung bukan hanya berfungsi sebagai cadangan saat dibutuhkan, tetapi juga melindungi dari situasi darurat yang tak terduga. Dalam perspektif ini, menabung bukan sekadar kebiasaan, melainkan bentuk tanggung jawab finansial. Beliau berkata:
أن يكون ممكناً ادّخاره: لأن ما لا يمكن ادّخاره لا يمكن الانتفاع به وقت الحاجة إليه
Artinya, "Harta harus dapat disimpan. Harta yang tidak bisa disimpan tidak akan bermanfaat ketika dibutuhkan di kemudian hari."
2. Keinginan pada Harta Didasarkan pada Tujuan yang Bermanfaat
Ibnu Asyur menekankan bahwa keinginan terhadap harta harus dilandasi oleh tujuan yang jelas, yaitu untuk memperoleh manfaat dari nilai harta tersebut, bukan sekadar menumpuk kekayaan. Sikap konsumtif tanpa arah hanya akan membawa dampak negatif pada keberkahan harta. Beliau menjelaskan:
أن يكون مرغوباً في تحصيله: ولا تكون الرغبة إلا في تحصيل النافع من الأموال
Artinya, "Harta harus diinginkan untuk diperoleh. Keinginan terhadap harta hanya muncul jika harta tersebut memiliki manfaat yang nyata."
3. Pemanfaatan Harta untuk Transaksi Produktif
Harta harus diperdagangkan atau digunakan dalam transaksi yang menghasilkan nilai tambah. Jika hanya disimpan tanpa dimanfaatkan, nilainya akan menyusut, baik secara ekonomi maupun manfaat sosialnya. Ibnu 'Asyur mengatakan:
أن يكون قابلاً للتداول: فما لا يقبل التداول لا رغبة في تحصيله
Artinya, "Harta harus dapat diperdagangkan. Harta yang tidak bisa diperdagangkan/digunakan transaksi tidak akan menarik untuk dimiliki, karena tidak memberikan nilai tambah."
4. Pembatasan Jumlah Harta
Ibnu Asyur mengingatkan bahwa produksi atau perolehan harta yang berlebihan tanpa pengelolaan yang bijak dapat menimbulkan ketimpangan. Harta yang terlalu banyak tanpa pengelolaan cermat bisa kehilangan esensinya sebagai sumber kesejahteraan. Beliau menjelaskan:
أن يكون محدود المقدار: فغير محدود المقدار كالبحار والرمال لا وجه للاختصاص فيه، وبالتالي لا يعدّ ثروة
Artinya, "Harta harus memiliki jumlah batas. Harta yang tidak terbatas, seperti lautan dan pasir, tidak dapat dimiliki secara eksklusif dan karena itu tidak dianggap sebagai kekayaan."
5. Nilai Usaha dalam Perolehan Harta
Harta yang diperoleh melalui usaha dan kerja keras memiliki nilai lebih dibandingkan yang didapat secara instan atau tanpa upaya. Usaha dalam mendapatkan harta memberikan keberkahan dan menjaga stabilitas mental pemiliknya. Ibnu 'Asyur menjelaskan:
أن يكون مكتسباً: فما ليس مكتسباً لا يكون عظيم النفع كالأمور التي تحصل عفواً مثل التقاط الحشائش لا نفع فيها ولا رغبة في تحصيلها
Artinya, "Harta harus diperoleh melalui usaha. Harta yang tidak diperoleh melalui usaha biasanya tidak memiliki nilai manfaat yang besar, seperti rumput liar yang dipetik tanpa usaha, yang tidak bermanfaat dan tidak menarik untuk dimiliki."
Tiga Aspek Penting dalam Menjaga dan Mengelola Harta Menurut Maqashid Syariah
Dalam pandangan Maqashid Syariah, menjaga harta bukan hanya kewajiban individu tetapi juga tanggung jawab sosial yang membawa manfaat luas. Ibnu Asyur menyoroti tiga aspek penting terkait esensi harta. Pertama, harta harus jelas sumber dan penggunaannya, serta dijauhkan dari kerusakan atau sengketa (hlm. 293-319).
Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka" (QS. An-Nisa: 29).
Kedua, harta harus dilindungi baik secara individu maupun publik, termasuk menghindari praktik yang melanggar syariat seperti riba, penipuan, atau perjudian. Perlindungan ini memastikan harta tetap berada di tangan pemiliknya tanpa risiko atau bahaya (hlm. 293-319).
Ketiga, pemanfaatan harta harus dilakukan secara bijak dengan menjadikannya aset yang aman dan produktif. Ibnu Asyur menekankan bahwa investasi atau bisnis yang halal adalah cara optimal untuk menjaga dan mengembangkan harta, asalkan tidak merugikan orang lain atau bertentangan dengan prinsip syariat Islam. Pengelolaan yang cermat ini tidak hanya memberikan manfaat bagi pemiliknya tetapi juga mendukung keseimbangan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. (hlm. 293-319).
Pengelolaan Harta yang Bijak untuk Tahun Mendatang
Akhir tahun adalah momen yang tepat untuk merefleksikan bagaimana harta telah dikelola selama ini, apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip Maqashid Syariah dan nilai-nilai Islam. Dalam konteks saat ini, evaluasi berdasarkan paparan di atas menjadi semakin penting mengingat dinamika ekonomi yang terus berubah, seperti inflasi, kenaikan biaya hidup, dan perkembangan teknologi finansial.
Apakah harta telah digunakan untuk tujuan yang produktif dan memberikan manfaat, atau masih terjebak dalam pengeluaran konsumtif yang tidak perlu? Refleksi ini tidak hanya untuk memastikan stabilitas keuangan, tetapi juga untuk menumbuhkan keberkahan dalam penggunaan harta.
Risiko keuangan seperti utang konsumtif, investasi pada instrumen yang berisiko tinggi, atau pengeluaran yang tidak sesuai kebutuhan sering kali menjadi hambatan dalam mencapai kestabilan finansial.
Sebagai solusi, langkah-langkah konkret seperti membuat anggaran tahunan yang rinci, menabung untuk kebutuhan jangka panjang, serta berinvestasi dalam instrumen syariah yang aman dan halal adalah upaya yang bisa dilakukan.
Prinsip pengelolaan harta ini juga mencakup soal menghindari gaya hidup berlebihan, yang sering kali memicu ketidakseimbangan antara keinginan dan kebutuhan.
Selain itu, di era digital seperti sekarang, pengelolaan harta harus disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Pemanfaatan aplikasi keuangan yang membantu mencatat pemasukan dan pengeluaran, membuat perencanaan anggaran dapat menjadi langkah strategis untuk mengelola harta secara lebih efektif.
Dengan teknologi, evaluasi keuangan menjadi lebih mudah dilakukan, sehingga kita dapat lebih fokus pada tujuan jangka panjang seperti menyimpan tabungan untuk pendidikan, dana pensiun, atau bahkan kegiatan filantropi yang memberikan manfaat sosial.
Prinsip yang diajarkan oleh Ibnu Asyur, seperti kejelasan sumber harta, pemanfaatan yang produktif, serta perlindungan dari risiko kerusakan, adalah panduan praktis untuk diterapkan saat ini. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, pengelolaan harta tidak hanya membantu menciptakan stabilitas keuangan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan sosial.
Harapannya, melalui pengelolaan harta yang bijak, tahun mendatang tidak hanya membawa keberkahan secara materi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi kehidupan spiritual dan sosial.
Mengelola harta dengan prinsip yang benar berarti tidak hanya memastikan kestabilan ekonomi pribadi, tetapi juga berkontribusi pada keseimbangan dan kemakmuran masyarakat secara luas. Wallahu a'lam.
Rifa Tsamrotus Sa’adah, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Bogor (STIU)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua