Syariah

Wanita Haid Boleh ke Majlis Taklim

Sab, 22 Juni 2019 | 07:30 WIB

Apa susahnya bikin perkumpulan? Ibu-ibu di negeri ini biasa berkumpul untuk arisan, PKK, gerakan lingkungan hidup, kesejahteraan keluarga dan lain-lain. Patut dinilai positif gerakan kaum ibu ini. Mereka cukup punya militansi luar biasa terhadap perkumpulannya.<>Perkumpulan kaum ibu sangat efektif untuk sosialisasi program-program yang menyangkut kemaslahatan umum. Bagaimana tidak? Kaum ibu adalah jantung dari komunitas terkecil kehidupan sosial. Mereka mudah masuk ke pihak bapak dan anak mengingat posisinya yang sangat strategis di tengah keluarga.

Majelis taklim, bukan perkecualian untuk dibentuk oleh kaum ibu. Hampir setiap kampung di negeri ini, majelis taklim kaum ibu berdiri. Layaknya transportasi kota, majelis taklim adalah patas AC. Penumpang di dalamnya menemukan kesejukan. Perkumpulan kaum ibu yang satu ini memiliki keistimewaan dan hukum tersendiri meskipun sama penting dengan perkumpulan kaum ibu di bidang yang lain.

Sebelum wejangan berhamburan dari mulut para ustadzah, lantunan shalawat dan rupa-rupa dzikir membahana aula majelis. Pengeras suara semacam perangkat yang mendekati wajib untuk digunakan. Ini satu keistimewaan tersendiri. Mereka yang berada dalam masa suci, tak lupa mengambil air sembahyang terlebih dahulu meski bukan untuk melakukan sembahyang. Ibu dari beragam latar belakang sosial dan pendidikan, tak peduli suaminya memeluk profesi apapun, masuk lebur dalam perkumpulan ini.

Perkumpulan kaum ibu dalam wadah majelis taklim ini, tak pernah tersandung hukum sehingga kehadirannya tak membutuhkan izin birokrasi pemerintah yang berbelit. Mereka jauh dari agenda politik bawah tanah. Apalagi niat kudeta, sungguh sama sekali tak terbesit. Singkat cerita, perkumpulan ini murni gerakan kultural-keagamaan. Tetapi adakah perkumpulan ini dimaksudkan untuk ibu yang suci saja, tidak bagi ibu yang tengah haid atau nifas?

Dilihat dari sudut fiqih, ulama berbeda pendapat perihal ini. Sebagian ulama seperti mazhab Syafi’I menyatakan haram jika dzikir itu diniatkan membaca Alquran. Tetapi jika lafal itu diniatkan dzikir, maka boleh. Ibu yang sedang haid atau nifas, boleh langsung sambar sandalnya untuk menuju majelis taklim tanpa perlu mengambil air sembahyang. Keduanya boleh ikut berdzikir apa saja tanpa menyentuh tulisannya. Untuk bacaan yang terkait ayat Al-Qur'an, keduanya boleh membacanya dengan niat dzikir, bukan niat membaca Al-Qur'an.

Kalau majelis taklim diselenggarakan di dalam masjid, maka ulama berbeda pendapat perihal kebolehan masuknya orang junub ke dalam masjid. Ulama Syafiiyah mengharamkannya. Sementara ulama mazhab Hanbali membolehkannya sebagaimana diterangkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Nihayatuz Zain:

ومذهب الإمام أحمد جواز المكث في المسجد للجنب بالوضوء لغير ضرورة فيجوز تقليده

Artinya, “Madzhab Imam Ahmad membolehkan orang junub berdiam di masjid hanya dengan berwudhu tanpa darurat sekalipun. Pendapat ini boleh diikuti,” (Lihat Syekh M Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in, جBeirut, Darul Fikr], halaman 34).

Boleh dibilang bahwa haid dan nifas bukan alasan untuk libur beraktivitas, termasuk kegiatan perkumpulan majelis taklim. Karena, kaum ibu sangat baik terlibat dalam kegiatan yang menyangkut maslahat umum, terlebih lagi perkumpulan majelis taklim. Perkumpulan ini punya catatan tersendiri di sisi Allah SWT.


Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Selasa, 27 Maret 2012 pukul 13:07. Redaksi mengunggahnya ulang dengan sedikit penyuntingan.