Tafsir

Debat Capres Singgung Ayat Kekuasaan, Begini Tafsirnya

Sel, 6 Februari 2024 | 14:00 WIB

Debat Capres Singgung Ayat Kekuasaan, Begini Tafsirnya

Ilustrasi: kekuasaan - politik (freepik) 2.

Saat penutup debat Calon Presiden pada Minggu 4 Februari 2023, salah satu calon presiden mengutip ayat kekuasaan, yaitu surat Ali Imran ayat 26. Ayat tersebut membahas tentang kehendak Allah dalam memberikan dan mencabut kekuasaan. Simak penjelasan firman Allah berikut:

 

قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

 

Artinya: "Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Allah, Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

 

Lantas bagaimana maksud dari firman Allah tersebut?
 

Menurut Syekh Abu Al Muzhaffar As-Sam'ani, ada dua pendapat tentang sebab turunnya ayat tersebut. Pendapat pertama menyatakan bahwa ayat ini turun sebagai jawaban atas keraguan orang-orang Yahudi terhadap janji Nabi Muhammad saw tentang penaklukan Persia dan Romawi. Sementara pendapat kedua menyatakan bahwa ayat ini turun setelah Nabi Muhammad saw memohon kepada Allah agar memberikan kerajaan Persia dan Romawi kepada para sahabatnya. (Abu Al Muzhaffar As-Sam'ani, Tafsirus Sam'ani, [Riyadh, Darul Wathan: 1997], jilid I, halaman 425).

 

Sementara itu, Al-Wahidi dalam kitab Al-Wajiz mengatakan bahwa ayat ini berkenaan peristiwa penaklukan kota Makkah arau Fathul Makkah oleh Rasulullah saw pada tahun 8 Hijriah. Saat itu, Rasulullah saw menjanjikan kepada umatnya bahwa mereka akan menaklukkan kerajaan Persia dan Romawi di masa depan. Janji ini membuat orang-orang munafik dan Yahudi mencemooh dan berkata bahwa hal itu tidak mungkin terjadi karena Persia dan Romawi adalah kerajaan yang sangat kuat dan terlindungi.

 

Sebagai respon atas cemoohan mereka, Allah swt menurunkan ayat ini untuk menegaskan bahwa janji-Nya adalah benar dan pasti akan terjadi. Allah swt berfirman bahwa Dia telah menaklukkan Makkah untuk umat Islam, dan Dia juga berkuasa untuk menaklukkan Persia dan Romawi di masa depan.

 

 لمَّا فتح رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم مكَّة ووعد أُمَّته ملك فارس والروم قالت المنافقون واليهود: هيهات هيهات، الفارس والروم أعزُّ وأمنع من أن يُغْلَبَ على بلادهم. فأنزل الله تعالى هذه الآية

 

Artinya:  "Ketika Rasulullah saw menaklukkan Makkah dan menjanjikan kepada umatnya kerajaan Persia dan Romawi, orang-orang munafik dan Yahudi berkata, "Jauh sekali, jauh sekali Persia dan Romawi terlalu kuat dan terlindungi untuk dikalahkan di tanah mereka." Maka Allah swt menurunkan ayat ini.  (Al-Wahidi, Al-Wajiz, halaman 20).

 

Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengatakan, ulama mengemukakan riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas dan Anas Ibn Malik, bahwa ketika Nabi Muhammad saw berhasil memasuki kota Makkah dengan gemilang, beliau menyampaikan bahwa suatu ketika imperium Romawi dan Persia akan takluk kepada kekuasan Islam. Orang-orang munafik yang mendengar informasi ini tercengang, ragu, dan mengejek sambil berkata, “Apakah tidak cukup buat Muhammad, Makkah dan Madinah?” Menanggapi ejekan dan keraguan itu, Allah menurunkan ayat ini.

 

Ayat ini juga menerangkan tentang keagungan Allah swt sebagai pemilik tunggal (Malik al-Mulk), kata Profesor Quraish Shihab. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah milik-Nya, dan Dia-lah yang berkuasa penuh atas semuanya. Kehendak-Nya selalu terlaksana di seluruh penjuru ciptaan-Nya, entah itu dalam hal menciptakan, menghilangkan, memberi nikmat, melindungi, atau mengambil kembali.

 

Untuk memahami konsep kepemilikan Allah swt, Imam Al-Ghazali memberikan perumpamaan. Ia menyamakan kepemilikan Allah atas alam raya dengan kepemilikan seseorang atas tubuhnya. Meskipun tubuh memiliki banyak bagian yang berbeda-beda, semua bagian tersebut bekerja sama untuk memenuhi keinginan sang pemilik. Begitu pula alam semesta dan seluruh isinya yang dimiliki oleh Allah. Semuanya tunduk dan bekerja sama sesuai dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya yang sempurna. (Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid II, halaman 53)
 

Sementara itu Buya Hamka dalam kitab Tafsir Al-Azhar mengatakan bahwa kata al-mulku yang berarti kekuasaan itu, Ibnu Abbas telah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-mulku (kekuasaan) itu ialah an-Nubuwah, yaitu kenabian. Sejatinya ada dua jenis kekuasaan, yakni kekuasaan nubuwat dan kekuasaan duniawi. Adapun kekuasaan nubuwwat adalah kekuasaan atas rohani. Sedang kekuasaan duniawi adalah pada lahir. (Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, jilid II, halaman 745).

 

Untuk itu, al-Mulku atau kekuasaan, baik secara kerajaan dunia ataupun kerajaan nubuwwat diberikan oleh Allah kepada barangsiapa yang dikehendaki-Nya. Kekuasaan duniawi bisa diberikan dan bisa dicabut. Tetapi kekuasaan nubuwwat yang diberikan kepada para nabi dan rasul tidak pemah dicabut. Bahkan setelah mereka mati, kekuasaan rohani yang mereka tinggalkan tetap berjalan. Tuhan bisa memuliakan seseorang, walaupun dia bukan raja atau Kepala Negara.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Keislaman Ciputat Jakarta