3 Kritik Sosial dalam Al-Qur’an: Suara Islam bagi Kaum Tertindas
NU Online · Selasa, 1 Juli 2025 | 17:00 WIB
Muhammad Zainul Mujahid
Kolomnis
Dalam sejarah kehidupan manusia, ketidakadilan sosial menjadi masalah yang terus berulang. Ketimpangan ekonomi, kekuasaan yang sewenang-wenang, dan nasib kaum lemah yang diabaikan adalah potret buram peradaban manusia dari masa ke masa. Kedigdayaan seorang individu atau suatu kelompok kerap kali dibarengi dengan sikap arogan dan egois sehingga melahirkan praktik penindasan terhadap kelompok yang lemah.
Islam, sebagai agama yang paripurna, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan antar sesama manusia. Salah satu misi besar Al-Qur'an adalah membela hak-hak sosial dan menegakkan kemaslahatan bersama, khususnya bagi kaum tertindas. Hal ini sejalan dengan misi diutusnya Nabi Muhammad saw, yang tercantum dalam Surat Al-Anbiya [21] ayat 107:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
Menurut Ar-Razi, ayat di atas berisi kabar gembira dengan diutusnya Nabi Muhammad saw, membawa ajaran islam. Hadirnya Baginda Nabi dengan ajaran Islam memberikan rahmat dan kasih sayang kepada seluruh makhluk. Di dunia, manusia terangkat derajatnya dari penindasan dan ketidakadilan yang sudah menjadi budaya pada masa jahiliah. Di akhirat kelak, manusia yang mengikuti ajarannya akan selamat dari siksa api neraka. (Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, [Beirut: Dar Ihyaut Turats ‘Arabi, 1420 H.], juz 22, hal. 193)
Syariat Islam pada dasarnya bertujuan untuk menghadirkan kemaslahatan bagi seluruh manusia. Islam bukan hanya mengajarkan tentang shalat dan puasa, tetapi juga tentang keadilan sosial, solidaritas, dan keberpihakan kepada mereka yang lemah. Dalam berbagai ayatnya, Al-Qur’an sering kali memberikan kritik bahkan kecaman terhadap tindakan zalim yang merugikan orang lain.
1. Kritik terhadap Kecurangan
Islam mendambakan kesejahteraan ekonomi yang merata di semua lapisan. Untuk mewujudkan visi ini, Islam sangat mengecam berbagai bentuk tindakan eksploitatif dan manipulatif yang dapat merugikan pihak lain. Salah satu tindakan yang dikecam Al-Qur’an adalah praktik manipulatif dalam hal takaran. Dalam Surat al-Muthaffifin [83] ayat 1-32, Allah swt, berfirman:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
Artinya: “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.”
Ayat ini memberikan peringatan keras kepada mereka yang sering bertindak curang dalam praktik jual beli dengan menggunakan takaran. Menurut Ibnu Abbas ra, Al-Muthaffifin ayat 1-3 ini merupakan ayat yang pertama kali turun setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah.
Sebelum Rasulullah saw hijrah, masyarakat Yatsrib (Madinah) memiliki kebiasaan buruk dalam hal menimbang barang dagangan. Ketika menjual barang, mereka selalu mengurangi dari kadar yang semestinya. Namun, tatkala menjadi pembeli, mereka selalu meminta timbangannya diisi penuh. Kemudian, ayat ini turun untuk menegur tindakan kecurangan yang mereka lakukan.
Ayat ini menjadi kontrol sosial yang mampu mengatasi masalah yang terjadi pada saat itu. Hal ini terbukti dengan turunnya ayat tersebut, penduduk Madinah menjadi orang-orang yang paling jujur dalam menimbang dan menakar suatu komoditas. (Al-Qurthubi, Al-Jami li Ahkam al-Quran, [Kairo: Darul Kutub Al-Mishriyah, 1384 H.],, juz 19, hal. 250)
Syaikh Musthafa Al-Maraghi menjelaskan bahwa ancaman dalam ayat di atas juga berlaku bagi pekerja yang (secara sadar) tidak melakukan tugasnya dengan benar. Sebaliknya, ketika sedang berposisi sebagai atasan atau pemberi kerja, ia begitu cakap dalam menuntut pemenuhan kewajiban kerja kepada para pegawai. (Ahmad bin Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, [Mesir, Mathbah al-Babil Halabi, 1365 H.], juz 30, hal. 73)
Spirit dari ayat ini juga harus diimplementasikan dan dikontekstualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa, seorang atasan tidak hanya pandai menuntut kewajiban kepada bawahannya tetapi juga harus bisa memberikan hak-hak yang mestinya didapatkan. Sehingga, ketimpangan dalam masalah sosial, terutama sektor ekonomi dapat teratasi.
Jika nilai dari keadilan ekonomi yang diajarkan Al-Qur’an ini mampu diterapkan oleh umat Islam di semua tingkatan, kemakmuran dan kesejahteraan bersama akan dapat dicapai. Sebaliknya, ketika spirit keadilan ekonomi ini tidak diindahkan oleh umat Islam, akibatnya jurang pemisah antara kaya dan miskin akan semakin lebar, dan tentunya ia akan menerima balasan di akhirat kelak.
2. Kritik atas Pengabaian Kaum Lemah
Kepedulian Al-Qur’an terhadap nasib orang tertindas salah satunya bisa dilihat dari Surat Al-Ma’un [107] ayat 1-3, Allah swt, berfirman:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3)
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mengajak memberi makan orang miskin.”
Ayat ini memberikan gambaran beberapa karakter yang dimiliki oleh orang yang mendustakan agama. Diantaranya adalah suka berbuat zalim dan aniaya kepada anak yatim serta enggan mengulurkan tangan memberikan bantuan kepada fakir miskin.
Imam Fakhruddin al-Razi menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak beriman memiliki banyak karakter dan kepribadian buruk. Namun, dua karakter di atas disebutkan secara khusus dalam Surat Al-Ma’un lantaran buruknya dua sikap tersebut. Tidak hanya buruk dalam penilaian syariat, tetapi sikap tersebut juga tidak mencerminkan sikap kemanusiaan yang baik. (Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, [Beirut: Dar Ihyaut Turats ‘Arabi, 1420 H.], juz 32, hal. 302]
3. Kritik Al-Quran terhadap Penguasa Zalim
Kritik sosial Al-Qur'an juga tertuju kepada para penguasa zalim. Kisah Fir'aun dalam Surat Al-Qasas ayat 4-5 menjadi contoh nyata tentang bagaimana kekuasaan yang disalahgunakan untuk menindas rakyat akan berujung pada kehancuran. Fir'aun bukan hanya tokoh sejarah, tetapi simbol dari semua bentuk tirani yang menafikan keadilan. Allah swt berfirman:
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (4) وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ (5
Artinya: “Sungguh, Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Fir'aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).”
Dalam ayat ini, Allah Swt. mengisahkan tentang kekejaman Firaun dan penindasan yang dilakukan terhadap Bani Israil. Dia membagi rakyatnya menjadi beberapa faksi agar lebih mudah diatur, sehingga mereka yang tidak mau bekerja dan melayani Firaun akan dikenakan upeti.
Selain itu, Bani Israil yang berada dalam satu faksi sering kali menjadi target penindasan oleh Firaun dan faksi lain yang memiliki kedekatan dengan penguasa. Salah satu kezaliman yang dilakukannya adalah dengan membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil.
Menurut Syaikh Mutawalli al-Sya’rawi, salah satu alasan mengapa Bani Israil mendapat perlakuan tidak adil dari Firaun adalah karena mereka merupakan pengikut dari raja-raja yang berkuasa di Mesir sebelum sistem kefiraunan diterapkan. Karena Bani Israil adalah pengikut raja yang notabene merupakan lawan politik Firaun, akhirnya mereka diperlakukan secara tidak adil. Firaun khawatir mereka akan mengembalikan kejayaan masa lalu sehingga mereka dikucilkan bahkan ditindas. (Muhammad Mutawali Sya’rawi, Tafsir Al-Sya’rawi, [t.t., Mathabi’ Akhbar al-Yaum, 1997], juz 17, hal. 10872-10873)
Atas dasar itulah Allah mengutus para utusan-Nya dengan membawa syariat, salah satu tujuannya adalah untuk membebaskan kaum tertindas dari tirani penguasa. Agama tauhid yang dibawa oleh para rasul selain menggajarkan tentang keesaan Allah juga diproyeksikan untuk menebar keadilan dan rahmat bagi semua pihak. Syaikh Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Wasit berkata:
إن رسالة الإسلام الخالدة إنما ركزت في مخططها العام على تحقيق العدل ونشره، ومحاربة الظلم وسدنته، والحدّ من غطرسة أهل الاستكبار والبغي، والعمل على مناصرة المستضعفين المظلومين في كل مكان
Artinya: “Sesungguhnya risalah islam yang abadi secara umum hadir untuk mewujudkan dan menebar keadilan, memerangi dan menghilangkan kezaliman, menekan kesombongan orang-orang yang angkuh dan aniaya serta berupaya untuk menolong orang-orang yang lemah dan tertindas di setiap tempat.” [Wahbah az-Zuhaili, Tafsirul Wasith lizuhaili, [Damaskus, Darul Fikr, 1422 H.], juz 3, hal. 1901)
Kritik sosial dalam Al-Qur'an tetap relevan hingga hari ini. Dunia modern masih diwarnai ketidakadilan struktural, eksploitasi ekonomi, dan kepemimpinan yang zalim. Spirit ajaran Qur'an menuntut kaum muslimin untuk tidak diam menghadapi kenyataan ini. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW membela kaum lemah di zamannya, umat Islam hari ini harus aktif memperjuangkan keadilan ekonomi, politik, dan sosial dengan jalan damai dan bermartabat.
Pada akhirnya, Islam mengajarkan bahwa membela kaum tertindas bukanlah pilihan, melainkan kewajiban keimanan. Al-Qur'an adalah suara yang menyeru kita untuk membangun tatanan masyarakat yang adil, peduli, dan manusiawi. Sudah saatnya nilai-nilai ini kita aktualisasikan dalam kehidupan nyata, agar kemaslahatan yang dijanjikan syariat benar-benar terwujud di bumi ini.
Muhammad Zainul Mujahid, Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo.
Terpopuler
1
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
2
Sosok Nabi Daniel, Utusan Allah yang Dimakamkan di Era Umar Bin Khattab
3
Cerita Pasangan Gen Z Mantap Akhiri Lajang melalui Program Nikah Massal
4
3 Pesan Penting bagi Pengamal Ratib Al-Haddad
5
Asap sebagai Tanda Kiamat dalam Hadits: Apakah Maksudnya Nuklir?
6
Mimpi Lamaran, Menikah, dan Bercerai: Apa Artinya?
Terkini
Lihat Semua