Orang yang Ditangguhkan Hak Kelola Finansialnya dalam Al-Quran
Kamis, 21 November 2024 | 20:30 WIB
Ahmad Maimun Nafis
Kolomnis
Harta adalah salah satu nikmat yang Allah berikan kepada manusia, sekaligus amanah yang harus dikelola dengan bijak. Namun, tidak semua orang memiliki kemampuan atau kecakapan dalam pengelolaannya.
Dalam berbagai kondisi, Islam membolehkan pembatasan (hajr) kepada individu tertentu demi menjaga kemaslahatan hartanya. Prinsip ini didasari oleh dalil-dalil yang jelas, baik dari Al-Qur'an maupun tafsir para ulama.
Tulisan ini akan mengupas tiga dalil utama terkait konsep hajr, yakni pembatasan akses atau pengelolaan harta kepada individu yang dianggap tidak cakap atau berpotensi merugikan. Dalil Pertama adalah QS. An-Nisa' Ayat 5, Allah berfirman:
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Artinya, “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang bodoh harta (milikmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka penghidupan dan pakaian darinya, dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
Ayat ini menjadi dasar penting dalam konsep hajr (pembatasan hak atau larangan mengelola harta). Dalam Tafsir al-Baghawi Jilid I (Dar Thayyibah, Riyadh, 1997: 164), Imam al-Baghawi, yang mengutip al-Kalbi, memberikan penjelasan yang sangat relevan terkait pentingnya melindungi harta dari pengelolaan yang tidak bertanggung jawab. Beliau menyatakan:
إِذَا عَلِمَ الرَّجُلُ أَنَّ امْرَأَتَهُ سَفِيهَةٌ مُفْسِدَةٌ وَأَنَّ وَلَدَهُ سَفِيهٌ مُفْسِدٌ فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُسَلِّطَ وَاحِدًا مِنْهُمَا عَلَى مَالِهِ فَيُفْسِدَهُ
Artinya, “Apabila seorang laki-laki mengetahui bahwa istrinya berperilaku boros dan merusak, atau anaknya memiliki sifat serupa, maka tidak sepatutnya ia memberikan wewenang kepada salah satu dari mereka untuk mengelola hartanya, sehingga harta tersebut menjadi rusak [habis karena boros].”
Imam al-Baghawi menjelaskan bahwa istilah sufahā’ (orang-orang bodoh) dalam ayat ini merujuk pada individu-individu yang tidak memahami hakikat kebenaran atau tidak bijaksana dalam penggunaan harta. Hal ini mencakup istri atau anak yang boros dan cenderung merusak (mufsid) jika menggunakan harta, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir al-Baghawi:
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَيْ: الْجُهَّالَ بِمَوْضِعِ الْحَقِّ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
Artinya, “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang bodoh) yaitu orang-orang yang tidak memahami tempat kebenaran, harta kalian yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupan.” (hlm. 164)
Selanjutnya, dalil kedua, yaitu QS. An-Nisa' Ayat 6. Ayat ini memberikan panduan penting dalam pengelolaan harta, khususnya terkait anak-anak yatim. Allah berfirman:
وَٱبۡتَلُوا۟ ٱلۡیَتَـٰمَىٰ حَتَّىٰۤ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنۡ ءَانَسۡتُم مِّنۡهُمۡ رُشۡدࣰا فَٱدۡفَعُوۤا۟ إِلَیۡهِمۡ أَمۡوَ ٰلَهُمۡۖ
Artinya, “Ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cakap, maka serahkanlah kepada mereka hartanya.”
Ayat ini menjadi pedoman penting untuk menguji kecakapan finansial seseorang sebelum menyerahkan tanggung jawab harta kepadanya. Imam Tsa’labi dalam Tafsir al-Kasysyaf wal Bayan Jilid III (Beirut, Dar Ihya at-Turats al-‘Arabi, 2002: 254) menyebutkan:
وَقَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ وَمُجَاهِدٌ وَالشَّعْبِيُّ: لَا يَدْفَعُ إِلَيْهِ مَالَهُ وَإِنْ كَانَ شَيْخًا حَتَّى يُؤْنِسَ مِنْهُ رُشْدَهُ
Artinya, “Sa’id bin Jubair, Mujahid, dan Sya’bi berkata: Tidak boleh diserahkan harta kepada orang tersebut, meskipun ia sudah tua, sampai ia menunjukkan kecakapan (rasyid) dalam mengelola hartanya.”
Kemudian, dalil ketiga adalah QS. Al-Baqarah Ayat 282. Dalam Islam, keadilan dalam urusan muamalah, termasuk dalam pencatatan utang-piutang, sangat ditekankan. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak semua pihak yang terlibat, terutama mereka yang memiliki keterbatasan seperti ketidakmampuan intelektual, fisik, atau ketidaktahuan dalam mengelola urusan mereka. Allah berfirman:
فَإِن كَانَ ٱلَّذِی عَلَیۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِیهًا أَوۡ ضَعِیفًا أَوۡ لَا یَسۡتَطِیعُ أَن یُمِلَّ هُوَ فَلۡیُمۡلِلۡ وَلِیُّهُۥ بِٱلۡعَدۡلِۚ
Artinya, “Jika orang yang berutang itu bodoh, lemah, atau tidak mampu untuk menyatakan sendiri, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.”
Ayat ini menunjukkan bahwa mereka yang termasuk kategori sufaha’ atau tidak mampu, harus diwakili oleh wali yang bertindak dengan penuh keadilan. Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu Jilid VI (Damaskus, Darul Fikr, 2004: 4462), mengutip pendapat Imam Syafi’i:
فسَّر الشافعي: السفيه بالمبذر، والضعيف بالصبي، والكبير بالمختل، والذي لا يستطيع أن يمل بالمغلوب على عقله، فأخبر الله تعالى أن هؤلاء ينوب عنهم أولياؤهم، فدل على ثبوت الحجر عليهم
Artinya, “Imam Syafi'i menafsirkan bahwa as-safih (orang bodoh) adalah orang yang boros, ad-dha'if (orang lemah) adalah anak kecil, al-kabir (orang tua) adalah orang yang tidak waras (mukhtal), dan alladzi la yastathi‘ an yumilla (orang yang tidak mampu mengimlakan) adalah orang yang kehilangan akalnya. Allah SWT memberitahukan bahwa orang-orang seperti ini diwakili oleh para wali mereka. Hal ini menunjukkan adanya legitimasi pemberlakuan hajr (pembatasan hak) atas mereka.”
Dalil-dalil Al-Qur'an menunjukkan bahwa Islam menetapkan konsep hajr sebagai bentuk perlindungan terhadap harta dan individu yang tidak cakap dalam pengelolaannya.
Definisi sufaha’ merujuk pada mereka yang bodoh atau tidak bijaksana dalam penggunaan harta, baik karena faktor usia, keborosan, atau gangguan akal. Dengan memahami konsep ini, umat Islam dapat menjaga kemaslahatan harta secara individu maupun kolektif, sekaligus menghindari kerugian akibat pengelolaan yang tidak bijaksana. Wallahu a'lam
Ustadz Ahmad Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah Batuan, Sumenep
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 3 Persiapan di Bulan Sya’ban, Menyambut Bulan Ramadhan
2
Khutbah Jumat: Mari Persiapkan Diri Menyambut Ramadhan
3
PBNU-BGN Bakal Teken MoU Soal MBG di Pesantren, Jangkau 5 Juta Santri
4
Khutbah Jumat: Perbanyak Shalawat di Bulan Sya'ban
5
Dibarengi Munas dan Konbes NU 2025, Puncak Harlah Ke-102 NU Digelar Malam Ini
6
PBNU dan BGN Sinergi Program MBG dan Pembuatan Dapur Sehat di Pesantren NU
Terkini
Lihat Semua