Tafsir

Polisi Malang Sujud Minta Maaf atas Tragedi Kanjuruhan? Begini Kajian Tafsirnya

Kam, 13 Oktober 2022 | 05:00 WIB

Polisi Malang Sujud Minta Maaf atas Tragedi Kanjuruhan? Begini Kajian Tafsirnya

Polisi Malang sujud minta maaf atas tragedi Kanjuruhan.

Ramai diberitakan, anggota Polisi di Malang melakukan sujud massal. Aksi ini dilakukan di halaman Mapolresta Malang (10/10/2022) sebagai rasa simpati sekaligus permintaan maaf kepada para korban tragedi stadion Kanjuruhan yang menelan 132 korban jiwa (12/10/2022). Aksi ini pun menuai beragam komentar netizen dan tak sedikit yang justru yang menyayangkan.
 

Mereka beranggapan, untuk meminta maaf kepada kelurga korban, menunjukkan empati dan menyesalkan tragedi sebenarnya tidak perlu sampai melakukan sujud massal. Untuk menggantikannya cukup menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban, keluarga besar Aremania, insan sepak bola tanah air, serta masyarakat luas; dan yang paling utama justru mengusut tuntas kasus tersebut secara transparan dan berkeadilan.


Terlepas dari kasus tersebut, lantas bagaimanakah hukum melakukan sujud dalam rangka permintaan maaf kepada sesama? 


Terkait dengan sujud, pakar tafsir dan fiqih islam kontemporer, Syekh Wahbah Az-Zuhaili (wafat 2015 M) dalam tafsirnya menjelaskan:


السجود في اللغة: الخضوع والانحناء لمن يسجد له، وفي الشرع: وضع الجبهة على الأرض. والسجود لله تعالى على سبيل العبادة، ولغيره على وجه التكريم والتحية، كما سجدت الملائكة لآدم، وأبو يوسف وإخوته له، فكان تحية للملوك قديما، ويجوز أن تختلف الأحوال والأوقات فيه


Artinya, "Sujud secara etimologi adalah ketundukan dan menunduk kepada orang yang menjadi tujuan bersujud. Sedangkan menurut syariat adalah meletakkan dahi di atas bumi. Bersujud kepada Allah merupakan sarana untuk beribadah, adapun kepada selain Allah maksudnya adalah memuliakan dan penghormatan, sebagaimana sujud Malaikat kepada Nabi Adam dan sujud para saudara dan ayah Nabi Yusuf As kepadanya. Sujud juga menjadi penghormatan kepada raja-raja pada zaman dahulu. Kondisi dan waktu sujud bisa jadi berbeda-beda."


Menurut Syekh Wahbah, sujud ada dua macam. Pertama, sujud ibadah dan penyembahan. Sujud semacam ini hanya boleh dilakukan kepada Allah saja. Macam sujud pertama ini ada dua bentuk. (1) Adakalanya meletakkan dahi di atas bumi seperti sujud yang biasa dikerjakan dalam shalat; dan (2) adakalanya sujud ketundukan dan kepasrahan karena menyesuaikan pada kehendak Allah, seperti dijelaskan dalam firman-Nya:


وَّالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ


Artinya, "Tetumbuhan dan pepohonan tunduk (kepada-Nya)." (QS Ar-Raḥmān: 6).


Demikian pula firman Allah:


وَلِلّٰهِ يَسْجُدُ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ طَوْعًا وَّكَرْهًا


Artinya, "Hanya kepada Allah siapa saja yang ada di langit dan di bumi bersujud, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa." (QS Ar-Ra‘d:15).


Sujud sebagaimana gambaran di atas tidak boleh dilakukan kepada selain Allah secara mutlak.


Kedua, sujud penghormatan dan memuliakan tanpa menuhankan. Semisal sujud Malaikat kepada Nabi Adam, dan sujud Nabi Ya'kub beserta anak-anaknya kepada Nabi Yusuf. Sujud semacam ini menurut mayoritas ulama diperbolehkan sampai pada masa Nabi Muhammad Saw. Adapun pada dan setelah masa Nabi Muhammad saw sujud seperti itu tidak diperbolehkan. Bahkan dilarang, sebagaimana Nabi saw melarang para sahabat yang hendak bersujud kepadanya. Syekh Wahbah menjelaskan:

  
وأن أصحابه قالوا له حين سجدت له الشجرة والجمل: نحن أولى بالسجود لك من الشجرة والجمل الشارد. فقال لهم: لا ينبغي أن يسجد لأحد إلا لله رب العالمين


Artinya, "Para sahabat berkata kepada Nabi saw saat pohon dan onta bersujud kepadanya: "Kami lebih utama untuk bersujud kepada engkau dibanding pohon dan unta liar." Kemudian Nabi saw berkata kepada mereka: "Tidak seyogyanya bersujud kepada siapapun kecuali kepada Allah, Tuhan semesta alam." (Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, At-Tafsir Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz I, halaman 133-134).


Jauh sebelum Syekh Wahbah menjelaskan seperti itu, Imam Al-Qurthubi secara tegas menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw melarang sujud kepada manusia. Sebagai gantinya Nabi saw memerintahkan untuk bersalaman. Kesimpulan Imam Al-Qurthubi ini setelah beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Waqid:


عن أبي واقد قال: لما قدم معاذ بن جبل من الشام سجد لرسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما هذا؟ فقال: يا رسول الله، قدمت الشام فرأيتهم يسجدون لبطارقتهم وأساقفتهم، فأردت أن أفعل ذلك بك، قال: فلا تفعل فإني لو أمرت شيئا أن يسجد لشئ لامرت المرأة أن تسجد لزوجها لا تؤدي المرأة حق ربها حتى تؤدي حق زوجها حتى لو سألها نفسها وهي على قتب لم تمنعه


Artinya, "Dari Abu Waqid, ia berkata: “Ketika Mu’adz bin Jabal tiba dari Syam, ia segera bersujud di hadapan Rasulullah saw. Kemudian beliau bersabda: "Apa ini?" Mu’adz menjawab: "Ya Rasulullah, aku mendatangi negeri Syam, lalu aku melihat penduduknya bersujud di hadapan panglima dan pembesar. Lalu aku ingin melakukannya untukmu." Beliau bersabda: "Jangan lakukan! Karena sungguh seandainya aku diperbolehkan memerintahkan untuk bersujud kepada sesuatu yang lain, sungguh aku akan perintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya. Tidaklah seorang wanita menunaikan hak Tuhannya hingga ia tunaikan hak suaminya. Sampai seandainya sang suami meminta dirinya saat berada di atas qatab (kursi atau ranjang khusus untuk melahirkan), ia tidak boleh menolaknya." (Syamsudin Al-Qurthubi, Tafsirul Qurthubi, [Mesir, Darul Kutub al-Mishriyah: 1384 H/1964 M], juz I, halaman 293).


Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw melarang dengan tegas segala bentuk sujud kepada selain Allah dengan segala alasannya. Sujud hanya diperbolehkan kepada Allah saja, yakni sebagai bentuk penghambaan dan ibadah kepadaNya lewat perantara sujud dalam shalat; sujud tilawah, atau sujud syukur.


Adapun sujud sebagi bentuk permohonan maaf, seperti aksi yang dilakukan oleh anggota Polresta Malang tidak dikenal dalam Islam. Bisa jadi sujud seperti itu justru dilarang karena menjadi sujud yang ditujukan kepada selain Allah. 


Hemat penulis, sujud massal polisi Malang tidak seharusnya dilakukan. Jika bermaksud menyampaikan bela sungkawa dan permohonan maaf kepada keluarga korban, Aremania dan masyarakat Indonesia pada umumnya, cukup dengan ucapan maaf yang benar-benar dari hati terdalam dan penuh penyesalan. Mendatangi keluarga korban, memberi santunan dan berkomitmen untuk mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan secara transparan, tegas, dan adil tanpa pandang bulu. Serta berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat secara humanis, tidak arogan, dan berlebihan. Wallahu 'allam.

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo