Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 55

Senin, 28 Juni 2021 | 07:30 WIB

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 55:


وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ


Wa idz qultum yā Mūsā lan nu’mina laka hattā narallāha jahratan fa akhadzatkumus shā‘iqatu wa antum tanzhurūna.


Artinya, “(Ingatlah), ketika kalian berkata, ‘Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas,’ maka halilintar menyambar kalian. Sedang kalian menyaksikan,” (Surat Al-Baqarah ayat 55).


Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 55

Imam Jalaluddin dalam Kitab Tafsirul Jalalain mengatakan, "(Ingatlah), ketika kalian keluar bersama Musa untuk memohon pengampunan Allah atas dosa syirik penyembahan anak sapi, lalu kalian mendengar kalam-Nya, dan kalian berkata, ‘Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas,’ yaitu dengan mata kepala. Maka gelegar halilintar menyambar kalian. Lalu kalian mati. Sedang kalian menyaksikan apa yang terjadi dengan kalian.”


Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, “(Ingatlah), ketika kalian berkata, ‘Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepada ucapanmu’ atau ‘Kami tidak akan mengakui kesaksianmu.’”


Mereka yang menuntut demikian kepada Nabi Musa berjumlah 70 orang pilihan Nabi Musa untuk memohon ampunan kepada Allah. Sebagian sejarah menyebut mereka berjumlah 10.000 orang. Sedangkan orang yang beriman kepada Nabi Musa AS mengatakan, “Sungguh, Allah telah memberimu Taurat, telah mengajakmu bercakap dan kamu adalah seorang nabi-Nya.”


Mereka, kata Al-Baidhawi, disambar guntur yang menggelegar karena pengingkaran yang terlalu dan tuntutan yang mustahil. Mereka mengira Allah memiliki fisik sehingga mereka menuntut Musa untuk dapat melihat-Nya dari berbagai sisi. Padahal itu tentu mustahil. Berbeda dengan penglihatan yang suci dari kayfiyah, ini bersifat mungkin (mumkin/ja’iz) bagi orang beriman di akhirat kelak dan berlaku bagi para nabi dalam kondisi tertentu di dunia.


Sebagian ulama tafsir mengatakan, api dari langit turun dan membakar mereka. Sebagian ulama mengatakan, pekikan keras menyerang pendengaran mereka sampai mati selama sehari semalam. Mereka menyaksikan peristiwa yang menimpa mereka, atau menyaksikan dampaknya.


Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil bercerita, Allah memerintahkan Nabi Musa AS untuk mendatangi-Nya dengan sejumlah orang Bani Israil dalam rangka memohon pengampunan-Nya atas dosa penyembahan anak sapi. Nabi Musa AS kemudian memilih 70 orang terbaik.


“Puasa, bersuci, dan bersihkan pakaian kalian,” kata Nabi Musa AS.


Mereka melakukan petunjuk Nabi Musa AS. Nabi Musa AS keluar bersama mereka menuju Thursina untuk memenuhi janji Allah.


“Musa, mintakan kepada Allah agar kami dapat mendengar kalam Tuhan kami,” kata mereka kepada Nabi Musa AS.


“Kucoba,” kata Nabi Musa.


Ketika Nabi Musa AS mendekat bukit Thursina, awan yang membentuk garis datang dan menyelimuti semua bagian bukit.


“Mendekatlah,” kata Nabi Musa AS kepada mereka.


Mereka kemudian mendekat sampai masuk ke dalam naungan awan, dan mereka duduk bersujud. Sedangkan Nabi Musa ketika berbicara dengan mereka, sebuah cahaya memancar pada wajahnya. Tidak ada seorang pun anak Adam yang sanggup menantang wajahnya. Mereka kemudian diberikan penutup (wajah). Mereka lalu mendengar Allah berbicara, memerintah, dan melarang Nabi Musa AS.


Allah memperdengarkan mereka kalimat, “Sungguh, Aku adalah Allah. Tiada tuhan selain Aku. Aku mengeluarkan kalian dari negeri Mesir dengan kuasa-Ku. Sembahlah aku. Jangan kalian menyembah selain Aku.”


Ketika pembicaraan Nabi Musa AS selesai, awan bergeser. Nabi Musa AS kemudian menghadap ke mereka. Di sinilah mereka mengatakan, “Kami tidak akan percaya kepadamu sampai kami melihat langsung Allah.”


Saat disambar halilintar, pekikan keras, atau api yang membakar mereka, mereka menyaksikan satu sama lain meregang nyawa.


Ketika semua orang pilihan itu meninggal dunia, Nabi Musa AS menangis dan berdoa, “Apa yang akan kukatakan kepada Bani Israil bila kupulang. Sedangkan Kau membinasakan orang-orang pilihan mereka?”


“Nabi Musa berkata, ‘Ya Tuhanku, kalau Kaukehendaki, tentulah Kaubinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Kaubinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami?” (Surat Al-A’raf ayat 155).


Nabi Musa terus menerus mengulang ratapannya sehingga Allah kembali menghidupkan mereka satu per satu setelah mereka meninggal selama sehari semalam. Satu sama lain melihat bagaimana mereka dihidupkan oleh Allah SWT sebagaimana keterangan Surat Al-Baqarah ayat 56. 


Imam Ibnu Katsir melalui tafsirnya mengutip Rabi’ bin Anas, kata sha’iqah pada Surat Al-Baqarah ayat 54 berarti suara keras. Sedangkan Marwan bin Hakam dalam khotbahnya mengartikan sha’iqah dengan suara keras dari langit. As-Suddi mengatakan, sha’iqah berarti api.


Urwah bin Ruwaim bercerita bahwa Bani Israil pilihan ketika itu melihat satu per satu sahabatnya jatuh meninggal, lalu mereka dibangkitkan kembali. Menurut Rabi bin Anas, kematian mereka pada saat itu merupakan bentuk siksaan. Mereka kemudian dihidupkan kembali untuk menggenapkan usia mereka di dunia sesuai takdir.


Abu Su’ud dalam tafsirnya, Irsyadul Aqlis Salim ila Mazayal Kitabil Karim, mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 55 merupakan peringatan bagi Yahudi Madinah atas nikmat yang begitu besar terhadap nenek moyang mereka Bani Israil.


Sebuah riwayat, kata Abus Su’ud, menyebutkan bahwa Bani Israil ketika menyesal atas dosa syirik mengatakan, “Jika Tuhan kami tidak menurunkan rahmat-Nya dan ampunan-Nya kepada kami, niscaya kami akan menjadi orang yang merugi.” Setelah itu, Allah meminta Musa untuk memilih 70 orang dari mereka untuk hadir bersama di bukit Thursina demi menyatakan pertobatan. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)