Setelah mengutip kisah perdebatan ‘Ubadah bin Shamit dan ‘Abdullah bin Ubay, kisah Abu Lubabah, dan kisah dua orang muslim yang pindah agama lantaran takut ditimpa kesusahan, at-Thabari mengatakan:
“Pendapat yang benar menurut kami ialah bahwa Allah SWT melarang seluruh orang beriman menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai penolong, sekutu, dan teman koalisi (setia) yang dapat merugikan orang mukmin lainnya. Allah SWT mengabarkan bagi siapa pun yang menjadikan mereka sebagai penolong, sekutu, dan teman setia, maka dia menjadi bagian dan berpihak pada mereka dalam hal melawan Allah SWT, Rasulullah SAW, dan orang mukmin. Dengan demikian, Allah dan Rasulullah tidak bertanggung jawab atas mereka.
Menurut at-Thabari, perbedaan ulama tentang asbabul nuzul surat al-maidah 51 ini tidak terlalu substansial dan kontradiktif: baik ditujukan untuk Ubadah bin Shamit dan ‘Abdullah bin Ubay, Abu Lubabah, atau dua orang muslim yang pindah agama lantaran takut susah, intinya sama saja. Karena yang menjadi acuan dalam ayat ini adalah keumuman maknanya.
Sebenarnya ketiga kisah di atas masih dipermasalahkan otentitasnya, namun yang pasti menurut at-Thabari, ayat ini ditujukan kepada orang munafik. Hal ini dapat dipahami dengan melihat ayat setelahnya. At-Thabari menuliskan:
“Tidak diragukan lagi bahwa ayat ini diturunkan dalam konteks orang munafik, yaitu mereka yang berkoalisi dengan Yahudi dan Nasrani karena takut ditimpa musibah dan kesusahan. Kesimpulan ini didasarkan pada ayat setelahnya, ‘Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, ‘Kami takut akan mendapatkan bencana’ (QS: al-Maidah ayat 52).”
Pada bagian akhir penafsiran surat ini, at-Thabari menjelaskan:
“Sesungguhnya Allah tidak memberkati orang yang berkoalisi (minta tolong) kepada orang yang tidak tepat. Seperti menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai sekutu dan penolong. Padahal mereka memusuhi Allah, Rasul, dan orang mukmin. Siapapun yang berkoalisi dengan mereka berati ia memerangi Allah, Rasul, dan orang mukmin.”
Dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa ayat ini berkaitan dengan orang munafik. Mereka hanya memanfaatkan Islam hanya untuk kepentingan sesaat. Giliran umat Islam lemah, mereka takut dihancurkan oleh orang kafir dan akhirnya berpihak ada orang kafir yang memerangi umat Islam. Sebagian riwayat menyebut, mereka tidak sekedar berpihak, tetapi juga mengikuti agama mereka.
Dengan demikian, dalam konteks ini dilarang keras menjadikan orang kafir sebagai teman dekat, pelindung, ataupun penolong, karena hal itu dapat menyakiti perasaan orang Islam, bahkan menghancurkan orang Islam secara bertahap. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 6 Renungan tentang Pergeseran Nilai dalam Kehidupan Modern
2
Khutbah Jumat: Junjung Tinggi Persaudaraan, Tinggalkan Caci Maki dan Pertikaian
3
Cucu KH Faqih Maskumambang, Ahmad Mustafad Muchtar Nakhodai PMII Depok 2024-2025
4
Khutbah Jumat: Membangun Keluarga Ideal dan Harmonis
5
KH Miftachul Akhyar Jelaskan 2 Tanda Hati yang Mati
6
Kisah Firman Filani, 12 Tahun Bina ODGJ dengan Pengobatan Al-Qur'an dan Medis Tradisional
Terkini
Lihat Semua