Tafsir

Tafsir Surat Al-Mursalat Ayat 20: Penciptaan Manusia Berasal dari Air Hina

Selasa, 20 Agustus 2024 | 10:00 WIB

Tafsir Surat Al-Mursalat Ayat 20: Penciptaan Manusia Berasal dari Air Hina

Ilustrasi manusia. Sumber: Canva/NU Online

Lahir di negeri Paman Sam, pada penghujung November 1913, sosok cemerlang ini menapaki jalan hidup sebagai seorang dokter dan pakar embriologi. Ia dikenal sebagai Lewis Thomas, seorang dokter berbakat.

 

Menulis puluhan buku dalam bidang kedokteran, tapi ada satu karya yang sangat istimewa: The Medusa and the Snail. Dalam buku ini, ia mengajak pembaca untuk menyelami misteri penciptaan manusia, dimulai dari titik terkecil—zigot, hasil pertemuan antara sperma dan sel telur.


Lewis Thomas, dokter masyhur itu memang menyatakan kekagumannya pada proses penciptaan manusia. Ia terkagum-kagum, bagaimana mungkin dari sebuah sel kecil itu atau zigot, sembilan bulan kemudian, lahir seorang manusia baru. Baginya, keajaiban zigot ini lebih dari sekadar fenomena alam; ini adalah salah satu keajaiban dunia yang sering luput dari perhatian. 


Dengan heroik ia menulis; "Seyogianya, orang-orang berjalan kian kemari sepanjang hari, selama mereka terjaga, saling menelepon dalam kekaguman yang tak berkesudahan, hanya untuk membicarakan sel itu." (Lewis Wolfet, How We Live and Why We Die; The Secret Lives of Cells, hal. 142).


Sejatinya, dalam Islam pun dijelaskan bahwa proses penciptaan manusia termasuk sebuah keajaiban. Kitab Suci Al-Qur'an, banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang keajaiban sperma dan sel telur.

 

Kedua unsur ini, yang tampak sederhana dan hampir tak terlihat oleh mata, menyimpan potensi kehidupan yang luar biasa. Pasalnya, ketika sperma berhasil mencapai sel telur dan membuahi, sebuah transformasi ajaib terjadi—bersatu membentuk zigot, cikal bakal terbentuknya setiap manusia. 


Dalam ilmu embriologi, zigot adalah sel pertama yang membawa seluruh kode genetik yang diperlukan untuk membentuk kehidupan baru. Sel ini, yang berasal dari penyatuan sel telur dan sperma, mengandung cetak biru lengkap dari seseorang, termasuk detail terkecil seperti warna rambut, bentuk wajah, hingga kecenderungan sifat yang mungkin dimilikinya.

 

Seolah-olah, zigot adalah fondasi pertama dari bangunan kompleks yang nantinya akan menjadi seorang manusia. (John Janez Miklavcic & Paul Flaman, Personhood Status of the Human Zygote, Embryo, Fetus).


Lebih jauh lagi, dalam kacamata Islam, zigot, meski sangat kecil, adalah bukti dari kekuasaan dan kebijaksanaan Allah. Dari titik awal inilah, sebuah perjalanan panjang menuju penciptaan manusia dimulai.

 

Setiap pembelahan sel yang terjadi, setiap tahap perkembangan janin di dalam rahim, adalah manifestasi dari rencana Ilahi yang telah tertulis untuk manusia. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam surat Al-Mursalat ayat 20;


اَلَمْ نَخْلُقْكُّمْ مِّنْ مَّاۤءٍ مَّهِيْنٍۙ ۝٢٠


a lam nakhlukkum mim mâ'im mahîn


Artinya; "Bukankah Kami menciptakanmu dari air yang hina (mani)?"


Tafsir Munir

Syekh Wahbah Zuhaili dalam tafsir Al-Munir menggambarkan bagaimana manusia, makhluk yang tampak begitu kuat dan kompleks, sebenarnya berasal dari sesuatu yang sangat sederhana dan lemah: setetes mani. Allah SWT mengingatkan manusia untuk merenungkan asal-usul penciptaan. Berasal dari air mani yang tidak memiliki kekuatan. 


Setetes cairan yang tampak sepele ini kemudian menjadi tanda nyata akan kekuasaan Sang Pencipta. Allah SWT menempatkan mani tersebut di dalam rahim, sebuah tempat yang penuh perlindungan dan penjagaan. Di sanalah, mani ini diberi kesempatan untuk berkembang menjadi bentuk manusia yang sempurna.


Saat manusia yang berada dalam rahim, Allah SWT tetapkan masa tertentu bagi proses ini. Lamanya kadang dari enam bulan, kebiasaannya hingga sembilan bulan masa kehamilan.

 

Selama waktu itu, Allah membentuk anggota tubuh, menetapkan sifat-sifat fisik, serta menciptakan identitas bagi calon manusia. Simak penjelasan Syekh Wahbah Zuhaili berikut;


أي ألا ترون وتدركون أننا نحن خلقناه من ماء ضعيف حقير، وهو المني، وضعفه واضح بالنسبة إلى قدرة الباري عز وجل، وجعلناه وجمعناه في مستقر أو مكان حريز حصين، وهو الرحم، ثم أبقاه الله إلى مدة معينة هي مدة الحمل من ستة أشهر إلى تسعة أشهر.


Artinya; "Bukankah kalian melihat dan menyadari bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari air mani yang sangat lemah dan hina? Kelemahan air mani sangat jelas jika dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan yang Maha Agung. Kemudian, Kami tempatkan dan kumpulkan air mani itu di tempat yang aman dan terjaga, yaitu rahim. Lalu, Kami biarkan ia berkembang di sana selama jangka waktu tertentu, yaitu masa kehamilan yang berkisar antara enam hingga sembilan bulan." (Tafsir Al-Munir, [Beirut: Darul Fikr Mu'ashir,1991 M], jilid XXIX, halaman 320).


Di sisi lain, Albert M. Hutapea dalam buku Keajaiban-keajaiban dalam Tubuh halaman 224, membuat penjelasan menarik tentang rahim. Yang ia sebut sebagai "laboratorium ajaib tempat pembentukan manusia." Rahim digambarkan memiliki bentuk yang mirip dengan buah pir, dengan ukuran yang tidak terlalu besar. 


Panjangnya hanya sekitar 7,5 sentimeter, dan lebarnya pada bagian terbesar hanya 5 sentimeter. Di dalamnya terdapat rongga kecil yang hanya bisa menampung 2-5 mililiter air, sementara berat keseluruhan rahim ini sekitar 20 gram. (Keajaiban-keajaiban dalam Tubuh, [Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006], halaman 224).


Meskipun kecil dan ringan, rahim memiliki peran vital dalam proses penciptaan manusia. Di dalam ruang yang terbatas ini, kata Albert Hutapea, rahim mampu menjadi tempat berkembangnya sel-sel kecil yang akan membentuk seorang manusia lengkap dengan puluhan triliun sel.

 

Saat proses ini, rahim benar-benar menjadi laboratorium alami yang mengatur proses perkembangan yang menakjubkan, dari sebuah sel kecil menjadi manusia yang sempurna. 


Tak kalah menakjubkan, saat dalam rahim, manusia telah menjalin ikatan suci dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Di dalam rahim, janin telah tertanam keimanan. Fitrah tauhid, untuk mengakui keesaan Tuhan.

 

Sejak dalam kandungan ibu atau di alam rahim, manusia sudah mengakui Allah, sebagai Tuhan. Pun sejak dalam kandungan, manusia sudah mengikat janji setia kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam surat Al-A'raf ayat 172;


وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ


Artinya; "(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab, 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi. (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini.”


Selanjutnya, dalam proses penciptaan manusia di alam rahim, salah satu momen penting adalah ketika Allah meniupkan ruh. Peniupan ruh, terjadi saat usia kehamilan mencapai 4 bulan atau sekitar 120 hari. Dengan ditiupkan ruh pada janin, maka ini menandai transformasi janin menjadi makhluk yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi fisik dan spiritual. 


Dimensi fisik manusia berasal dari tanah yang menjadi dasar tubuhnya, sementara dimensi spiritual berasal dari ruh yang ditiupkan oleh Allah. Dengan adanya ruh ini, manusia tidak hanya menjadi makhluk fisik, tetapi juga makhluk spiritual yang memiliki kesadaran dan hubungan dengan yang Ilahi. (Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius: Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia, [Jakarta: Erlangga, 2007], halaman 12).


Sejatinya, kehadiran ruh menjadikan manusia sebagai entitas yang unik di antara makhluk lainnya. Manusia memiliki kemampuan untuk berinteraksi tidak hanya dengan dunia fisik dan sesamanya, tetapi juga dengan Tuhan. Ini menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dalam ciptaan, sebagai hasil akhir dari proses penciptaan alam semesta (halaman 12).

 

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 5, yang menjelaskan tentang proses penciptaan manusia, sampai ia dilahirkan ke dunia, dan kemudian wafat. Allah berfirman;


يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَاِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَّغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْۗ وَنُقِرُّ فِى الْاَرْحَامِ مَا نَشَاۤءُ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوْٓا اَشُدَّكُمْۚ وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّتَوَفّٰى وَمِنْكُمْ مَّنْ يُّرَدُّ اِلٰٓى اَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْۢ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْـًٔاۗ وَتَرَى الْاَرْضَ هَامِدَةً فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَاَنْۢبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍ


Artinya; "Wahai manusia, jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, sesungguhnya Kami telah menciptakan (orang tua) kamu (Nabi Adam) dari tanah, kemudian (kamu sebagai keturunannya Kami ciptakan) dari setetes mani, lalu segumpal darah, lalu segumpal daging, baik kejadiannya sempurna maupun tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu (tanda kekuasaan Kami dalam penciptaan). Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan. Kemudian, Kami mengeluarkanmu sebagai bayi, lalu (Kami memeliharamu) hingga kamu mencapai usia dewasa. Di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) yang dikembalikan ke umur yang sangat tua sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahuinya (pikun). Kamu lihat bumi itu kering. Jika Kami turunkan air (hujan) di atasnya, ia pun hidup dan menjadi subur serta menumbuhkan berbagai jenis (tetumbuhan) yang indah."


Demikian juga diterangkan dalam surat Sad ayat 72, yang menunjukkan keistimewaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Manusia diciptakan dengan bentuk yang sempurna dan diberi ruh oleh Allah SWT, yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Allah berfirman; 


فَاِذَا سَوَّيْتُهٗ وَنَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوْا لَهٗ سٰجِدِيْنَ


Artinya; "Apabila Aku telah menyempurnakan (penciptaan)-nya dan meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, tunduklah kamu kepadanya dalam keadaan bersujud.


Tafsir Mafatih al-Ghaib

Sementara itu, Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib, menjelaskan maksud surat al-Mursalat ayat 7 اَلَمْ نَخْلُقْكُّمْ مِّنْ مَّاۤءٍ مَّهِيْنٍۙ [Bukankah Kami menciptakanmu dari air yang hina?]. Ar-Razi menjelaskan bahwa "air yang hina" yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah mani, cairan yang menjadi asal mula kehidupan manusia.


 قَوْلَهُ: أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ ماءٍ مَهِينٍ أَيْ مِنَ النُّطْفَةِ


Artinya; "Bukankah Kami menciptakanmu dari air yang hina?, maksudnya dari mani/sperma." (Tafsir Mafatih al-Ghaib, [Beirut: Dar Ihya at-Turats al-'Arabi, 1420 H], jilid XXX, halaman 772).


Lebih lanjut, di kitab yang sama, Imam Fakhruddin Ar-Razi, menggambarkan rahim sebagai sebuah benteng yang kokoh dan aman, di mana sebuah kehidupan baru mulai terbentuk setelah pertemuan antara sperma dan ovum.

 

Rahim adalah tempat di alam semesta yang mampu menyediakan lingkungan yang sempurna bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Di dalam rahim, janin dilindungi dari segala ancaman dan diberikan segala nutrisi yang dibutuhkannya untuk tumbuh kuat dan sehat.


فَجَعَلْناهُ فِي قَرارٍ مَكِينٍ وَهُوَ الرَّحِمُ، لِأَنَّ مَا يُخْلَقُ مِنْهُ الْوَلَدُ لَا بُدَّ وَأَنْ يَثْبُتَ فِي الرَّحِمِ وَيَتَمَكَّنَ بِخِلَافِ مالا يُخْلَقُ مِنْهُ الْوَلَدُ


Artinya; "[Kemudian, Kami meletakkannya di dalam tempat yang kukuh], yaitu rahim. Karena apa yang diciptakan darinya (rahim) yaitu anak, pasti harus menetap di dalam rahim dan menjadi kuat. Berbeda halnya dengan yang tidak diciptakan darinya (rahim)." (halaman 772). 


Tafsir Thabari

Imam Thabari dalam tafsir Jami'ul Bayan, menjelaskan ayat (أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ) maksudnya adalah wahai manusia. Sedangkan ayat (مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ), penjelasannya adalah manusia diciptakan dari sperma/mani yang sangat lemah. Hal ini sebagaimana dalam riwayat Ibnu Abbas;


Imam Thabari, dalam kitab Jami'ul Bayan, mengurai makna ayat "أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ" sebagai sebuah seruan langsung kepada umat manusia. Ia menjelaskan bahwa ayat ini mengingatkan manusia tentang asal mula penciptaan mereka.

 

Sejatinya, ayat ini bertujuan untuk menggugah kesadaran manusia akan penciptaan mereka oleh Allah. Seruan ini seolah-olah mengajak manusia untuk merenung dan menyadari betapa kecil dan lemahnya mereka di hadapan kekuasaan Allah.


Penjelasan lebih lanjut dari Imam Thabari terkait ayat "مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ" maksudnya bahwa manusia diciptakan dari mani yang sangat lemah. Thabari memperkuat penafsirannya dengan mengutip riwayat dari Ibnu Abbas, yang menyatakan bahwa kata "mahīn" dalam ayat tersebut mengandung makna 'lemah' atau 'hina'.

 

Riwayat tersebut menunjukkan, meskipun manusia memiliki potensi besar, namun pada awalnya berasal dari sesuatu yang sangat sederhana dan tidak memiliki kekuatan.

 

عن ابن عباس، قوله: (أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ) يعنى بالمهين: الضعيف


Artinya; "Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, tentang firman Allah: 'أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ' (Bukankah Kami menciptakanmu dari air yang hina?), yang dimaksud dengan 'mahīn' di sini adalah 'lemah' atau 'hina'." (Tafsir Jami'ul Bayan, [Makkah: Darul Tarbiyah wa Turats, t.t.], jilid XXIV, halaman 132).


Dengan demikian, Surat Al-Mursalat ayat 20 mengajak manusia untuk merenung tentang penciptaan manusia. Ayat ini dengan tegas mengingatkan tentang asal-usul kita yang sederhana dan lemah, yakni setetes air mani yang dianggap hina. Kemudian, Allah SWT, dalam kebijaksanaan, mengambil zat yang lemah ini dan meletakkannya dalam tempat yang kokoh, yakni rahim seorang ibu.


Lebih jauh lagi, ayat ini bukan hanya sekadar pengingat akan asal-usul manusia, tetapi juga ajakan untuk tunduk dan berserah diri kepada kehendak Allah yang Maha Kuasa, mengingat manusia tidak memiliki kekuatan apa pun tanpa pertolongan dan karunia Allah. 

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, tinggal di Ciputat