Tafsir

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 97: Istitha'ah Kesehatan Calon Jamaah Haji

Sel, 27 Februari 2024 | 15:30 WIB

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 97: Istitha'ah Kesehatan Calon Jamaah Haji

Cek kesehatan jamaah haji. (Foto: Kemenag)

Artikel ini memuat Surat Ali Imran ayat 97 yang mengandung kewajiban haji bagi mereka yang mampu. Artikel ini juga dilengkapi dengan tafsir yang menyebutkan aspek istitha'ah kesehatan bagi calon jamaah haji.


Adapun berikut ini adalah potongan Surat Ali Imran ayat 97:


وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ


Artinya: “(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.


Ragam Tafsir Seputar Istitha'ah Kesehatan Haji

Istitha'ah kesehatan bagi calon jamaah haji Indonesia menjadi syarat pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1445 H/2024 M. Syarat istitha'ah kesehatan ini diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Nomor 83 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembayaran Pelunasan Bipih Reguler Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.


Para ulama tafsir ketika membahas Surat Ali Imran ayat 97 menyebutkan lebih banyak bentuk istitha'ah haji dalam bentuk bekal finansial (az-zad) dan kendaraan [unta] (ar-rahilah). Tetapi sebenarnya para ulama tafsir juga tidak melewatkan aspek kesehatan dan kesiapan fisik dalam kaitannya dengan istitha'ah haji. Berikut ini kami kutip sejumlah ulama tafsir dalam menyebutkan istitha'ah kesehatan bagi calon jamaah haji.


Imam Al-Mawardi dalam tafsirnya menyebutkan tiga pendapat ulama tentang istitha'ah. Pertama, istitha'ah dipahami sebagai finansial, yaitu berupa bekal dan ongkos kendaraan. Ini pendapat Imam As-Syafi’i. Kedua, istitha'ah dipahami sebagai kesiapan fisik. Ini pendapat Imam Malik. Ketiga, istitha'ah dipahami sebagai kemampuan finansial dan kesiapan fisik sekaligus. Ini pendapat Imam Abu Hanifah.


Imam Al-Waqidi dalam tafsirnya menyebutkan orang yang istitha'ah ialah calon jamaah haji yang kuat secara fisik sehingga tidak mengalami kendala ketika berkendara perjalanan haji. Orang dengan istitha'ah seperti ini terkena kewajiban ibadah haji.


Allah mewajibkan manusia untuk melaksanakan rangkaian manasik haji pada waktu yang telah ditentukan dan tata cara khusus ketika mereka mampu melaksanakan kewajiban tersebut. (M Sayyid Thanthawi, At-Tafsirul Wasith).


والظاهرُ أن عدمَ تعرُّضِه عليه السلام لصِحة البدنِ لظهور الأمر ، كيف لا والمفسَّرُ في الحقيقة هو السبيلُ الموصِلُ لنفس المستطيع إلى البيت وذا لا يُتصوَّرُ بدون الصِحة


Artinya: “Yang jelas, Nabi Muhammad saw (dalam menjelaskan istitha'ah haji) tidak menyinggung aspek kesehatan fisik karena masalah ini dianggap sudah jelas. Bagaimana tidak? Kata ‘istatha’a ilayhi sabilan’ pada hakikatnya adalah jalan atau sarana yang mengantarkan fisik orang yang mampu ke Ka’bah. Dan itu sulit dibayangkan tanpa kesehatan fisik yang bersangkutan.” (Abus Sa’ud, Irsyadul Aqlis Salim ila Mazayal Kitabil Karim).


Ibadah haji wajib sekali dalam seumur hidup ketika syarat istitha'ah terpenuhi, yaitu istitha'ah kesehatan, memungkinkan perjalanan, dan keamanan jalan. (Sayid Quthub, Fi Zhilalil Qur’an, [Kairo, Darus Syuruq: 2007 M/1428 H], halaman 435).


والاستطاعة نوعان: بدنية صحية، ومالية، فلا يجب إلا على من تمكن من الركوب، وأمن الطريق، وقدر على السفر


Artinya: “Istitha'ah terdiri atas dua jenis: kesehatan fisik dan kemampuan finansial sehingga ibadah haji tidak wajib kecuali bagi orang yang siap berkendara, keamanan perjalanan, dan kuat menempuh perjalanan,” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, At-Tafsir Al-Wasith [Beirut, Darul Fikr, 1442 H]).


واستطاعة السبيل إلى الشيء: إمكان الوصول إليه، والسبيل عام يشمل الشيء البدني والمالي، فالحج فريضة على كلّ مسلم ما لم يوجد مانع من الوصول إلى الحرم، سواء أكان بدنيا أم ماليا أم بدنيا وماليا، فالبدني: كالمرض والخوف على النفس من العدو ومن السّباع، أي ألا يكون الطريق مأمونا


Artinya: “Istitha'atus sabil ilayhi’ berarti (sarana) yang memungkinkan seseorang sampai kepada sesuatu. ‘Sabil’ bersifat umum yang mencakup hal yang bersifat fisik, finansial, atau fisik dan finansial sekaligus. Haji wajib bagi setiap Muslim selama tidak terdapat hambatan yang menyampaikannya ke Tanah Suci baik (hambatan) fisik maupun finansial. Adapun hambatan fisik meliputi sakit, kekhawatiran atas keselamatan jiwa dari musuh atau binatang buas, maksudnya kondisi jalan tidak aman…,” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, At-Tafsirul Munir, [Beirut, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 1418 H]).


Mengacu pada penjelasan sejumlah ulama tafsir di atas, istitha'ah yang diatur dalam Keputusan Dirjen PHU Nomor 83 Tahun 2024 tentang Juknis Pelaksanaan Pembayaran Pelunasan Bipih Reguler Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi lebih dekat pada mazhab yang mensyaratkan sejumlah aspek yaitu kemampuan finansial dan kesehatan (kesiapan) fisik sekaligus. Wallahu a’lam.


Alhafiz Kurniawan, Wakil Sekretaris LBM PBNU