Tasawuf/Akhlak

1000 Jalan Kebaikan Menuju Allah Menurut Imam Al-Ghazali

Sen, 21 Juni 2021 | 06:00 WIB

1000 Jalan Kebaikan Menuju Allah Menurut Imam Al-Ghazali

Pemerintah-warga negara, suami-istri, dan orang tua-anak yang bertanggung jawab juga dapat disebut sebagai salik sebagaimana keterangan Imam Al-Ghazali (Imam Al-Ghazali, 2018 M: I/440)

Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin menerangkan perbedaan jalan ibadah yang disebabkan oleh perbedaan ahwal, suasana batin tiap-tiap orang. Orang yang menempuh jalan akhirat tidak lepas dari enam golongan.


Enam golongan tersebut adalah abid (ahli ibadah), alim (ulama), muta’allim (pelajar/santri), wali (pejabat), muhtarif (pekerja ragam profesi), dan muwahhid mustaghriq bil wahidis shamad an ghayrihi (orang yang tenggelam dalam keesaan Allah sampai tidak ingat selain-Nya).


Mereka yang berniat taqarrub kepada Allah dalam menjalankan aktivitasnya secara baik dan “profesional” adalah orang yang menempuh jalan akhirat. Meski aktivitas mereka beragam, mereka semua berjalan menuju Allah.


وجميع ما ذكرناه طرق إلى الله تعالى قال تعالى قل كل يعمل على شاكلته فربكم أعلم بمن هو أهدى سبيلا فكلهم مهتدون وبعضهم أهدى من بعض وفي الخبر الإيمان ثلاث وثلاثون وثلثمائة طريقة من لقى الله تعالى بالشهادة على طريق منها دخل الجنة


Artinya, “Semua yang kami sebutkan menempuh jalan menuju Allah. Allah berfirman, ‘Katakanlah, ‘Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.’ Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya,’ (Surat Al-Isra ayat 84).’ Semuanya berjalan di atas petunjuk Allah. Sebagian lebih mendapat jalannya di atas yang lain. Dalam hadits disebutkan, ‘Keimanan memiliki 333 jalan. Siapa saja yang menjumpai Allah dengan menempuh salah satu jalan itu, niscaya ia masuk surga,’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 441).


Allah memiliki keluasan karunia. Jalan menuju kepada-Nya tidak terbatas pada ibadah-ibadah tertentu saja, apalagi direduksi pada ibadah mahdhah saja seperti dilakukan oleh golongan abid dengan shalat sunnah dan aneka lafal zikirnya. Allah membuka banyak pintu bagi mereka yang ingin mendekatkan diri kepada-Nya.


وقال بعض العلماء الإيمان ثلثمائة وثلاثة عشر خلقا بعدد الرسل فكل مؤمن على خلق منها فهو سالك الطريق إلى الله فإذن الناس وإن اختلفت طرقهم في العبادة فكلهم على الصواب أولئك الذين يدعون يبتغون إلى ربهم الوسيلة أيهم أقرب وإنما يتفاوتون في درجات القرب لا في أصله وأقربهم إلى الله تعالى أعرفهم به وأعرفهم به لا بد وأن يكون أعبدهم له فمن عرفه لم يعبد غيره 


Artinya, “Sejumlah ulama mengatakan, ‘Keimanan mengandung 313 akhlak sebanyak jumlah para rasul. Setiap orang beriman yang meneladani salah satu akhlaknya, maka ia disebut sebagai penempuh jalan (salikut thariq) kepada Allah. Dengan demikian, setiap orang beriman meski jalan ibadah yang ditempuh berbeda tetap berada di atas rel kebenaran sebagaimana firman Allah ‘Orang-orang yang mereka seru itu mencari jalan kepada Allah siapa di antara mereka yang dekat kepada Allah, (Surat Al-Isra ayat 57).’ Mereka hanya berbeda pada tingkat kedekatannya kepada Allah, bukan berbeda secara pokok. Mereka yang paling dekat kepada Allah adalah mereka paling mengenal Allah (a’rafuhum billah). Mereka yang paling mengenal Allah tentu orang yang paling menyembah-Nya karena siapa saja yang mengenal-Nya niscaya takkan menyembah selain-Nya,’” (Imam Al-Ghazali, 2018 M: I/441).


Dengan demikian, salik yang menempuh suluk itu bukan hanya kalangan abid dengan biji tasbih dan sajadahnya. Ulama yang mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan masyarakat, pelajar yang berjuang keras memahami materi pelajaran, kalangan karyawan/pekerja/tukang profesional (formal/nonformal) yang loyal dan berdedikasi pada profesinya, serta mereka yang terkagum dan tenggelam pada keesaan Allah dapat disebut sebagai salik yang menempuh jalan akhirat dan memasuki pintu-pintu langit sesuai coraknya.


Pemerintah-warga negara, suami-istri, dan orang tua-anak yang bertanggung jawab juga dapat disebut sebagai salik sebagaimana keterangan Imam Al-Ghazali (Imam Al-Ghazali, 2018 M: I/440). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)