Tasawuf Aswaja: Jika Al-Ghazali Dikenal Atas Karyanya, Lantas Bagaimana Junaid Al-Baghdadi Dikenal?
NU Online ยท Selasa, 12 Agustus 2025 | 12:00 WIB
Izzulhaq At-Thoyyibi
Kolomnis
Ahlussunnah wal Jamaโah (Aswaja) menjadi kelompok yang menjamur di Nusantara. Secara konseptual, Aswaja dalam bidang teologi (akidah) mengikuti Abu Hasan Al-Asyโari dan Abu Manshur Al-Maturidi, dalam bidang fiqih mengikuti 4 mazhab, yakni Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafiโi, dan Imam Hanbali. Kemudian dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Abu Hamid Al-Ghazali dan Imam Junaid Al-Baghdadi, sebagaimana dipaparkan oleh KH. M. Hasyim Asyโariย dalam Risalah Ahlussunnah wal Jamaโah, Jakarta: LTM PBNU, 2011, halaman 12.
Bidang tasawuf, atau orang kota menyebutnya spiritual, merupakan bidang yang sebenarnya tidak bisa dielakkan dalam menjalani kehidupan Islami. Aswaja, melalui berbagai lembaga pendidikannya terutama pesantren salaf atau tradisional, mengenalkan ajaran tasawuf melalui berbagai kitab.
Kitab-kitab yang dipelajari di pesantren ini didominasi dari karangan Imam Al-Ghazali, seperti Bidayatul Hidayah, Minhajul โAbidin, dan Ihyaโ โUlumiddin. Beberapa kitab seperti Maraqil โUbudiyah karya Nawawi Al-Bantani dan Sirajut Thalibin karya Ihsan Jampes pun merupakan syarah (penjelasan) dari karya Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah dan Minhajul โAbidin. Selain dari karangan Al-Ghazali, biasanya ada karangan Ibnu โAthaillah As-Sakandari yang berjudul Al-Hikam.
Penelitian Martin Van Bruinessen di buku Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, menyebutkan juga Hidayatus Salikin, Hidayatul Adzkiyaโ, Risalatul Muโawanah, Nashaihud Diniyyah, dan Adzkar sebagai kitab tasawuf khas pesantren (Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, [Yogyakarta: Gading Publishing, 2020], hlm. 184).
Dari sini mungkin muncul rasa penasaran. Dalam bidang tasawuf Aswaja, tadi disebutkan ada nama Imam Junaid Al-Baghdadi. Namun, jarang atau bahkan tidak pernah terdengar judul karangan dari Junaid Al-Baghdadi. Bahkan dari kitab yang disebutkan tadi, tidak ada karya Junaid Al-Baghdadi. Jadi, sebenarnya Aswaja mengikuti tasawufnya dari segi apa?
Tasawuf Aswaja An-Nahdliyah yang Menentang Ibahiyyun
Sebelum beranjak lebih jauh, kita perlu mengetahui bagaimana sebenarnya tasawuf dalam Aswaja. Al-Qurโan dan Sunnah merupakan otoritas tertinggi dalam rujukan Aswaja, hal itu diterapkan juga dalam bidang tasawuf.
Pada dasarnya, konsep tasawuf yang benar dalam perspektif Aswaja adalah tasawuf yang dituntun oleh Al-Qurโan dan Sunnah (PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyyah, [Surabaya: Khalista bersama LTN NU Jawa Timur, 2007], hlm. 27).
Artinya, tasawuf yang diterima di ajaran Aswaja adalah tasawuf yang tidak melenceng dari syariat. Jika ada ajaran tasawuf,ย Mbah Hasyim menyebutnya dengan istilah Ibahiyyun, yang mengatakan bahwa jika seseorang telah mencapai puncak mahabbah akan dibebaskan dari perintah dan larangan dalam agama, tentu ini bertentangan dengan syariat dan tidak layak diikuti.
Baca Juga
Pengertian Hijrah dalam Kajian Tasawuf
Dari salah satu fenomena inilah yang menjadi latar belakang mengapa Aswaja, sebagaimana dirumuskan oleh Mbah Hasyim dalam Risalah Ahlussunnah wal Jamaโah, mengikuti mazhab dari Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi.
Biografi Singkat Junaid Al-Baghdadi
Nama lengkapnya adalah Junaid bin Muhammad Az-Zujjaj. Ayahnya, Muhammad, adalah seorang pedagang kaca. Imam Junaid lahir di Nahawan, Persia (kini Iran). Namun, Junaid tumbuh dan berkembang, termasuk dalam perjalanan intelektualnya, di Baghdad, Irak. Itulah mengapa tersemat โAl-Baghdadiโ di belakang namanya. Ia dijuluki sebagai Sayyidut Thaifataini karena memimpin antara dua kelompok, yakni pengikut Zhahir dan pengikut Bathin.
Junaid belajar kepada pamannya, As-Sarri As-Saqthi, kemudian kepada Al-Harits Al-Muhasibi, dan Muhammad bin Ali Al-Qashshab. Selain dikenal sebagai ulama yang kompeten dalam bidang tasawuf, Imam Junaid juga termasuk ulama yang kompeten dalam bidang fiqih. Ia mengikuti mazhab fiqih Abu Tsaur, sahabat dari Imam Syafiโi.
Junaid wafat pada hari Sabtu, tahun 297 H / 910 M, kemudian dimakamkan di Baghdad. Hingga kini, banyak masyarakat dari mancanegara yang berziarah ke makamnya.
Ajaran Tasawuf Junaid Al-Baghdadi
Imam Junaid Al-Baghdadi merupakan ulama tasawuf yang banyak mendapat apresiasi dari kalangan ulama. Banyak ulama yang memuji dan menganggapnya layak dijadikan rujukan.
Selain apresiasi dari Mbah Hasyim, Junaid juga mendapatkan apresiasi dari Syekh Ibrahim Al-Laqqani dalam Jauharatut Tauhid, Syekh Nawawi Banten dalam Nihayatuz Zain, dan Syekh Ibrahim Al-Baijuri dalam Hasyiyah Tuhfatul Murid โala Jauharatit Tauhid, sebagaimana diuraikan oleh Ustadz Alhafiz Kurniawan dalam NU Online berjudul โSyekh Junaid Al-Baghdadi, Imam Tasawuf Panutan NUโ.
Sebagai Sayyidut Thaifataini, Junaid adalah sosok yang mampu mengatasi dilema antara kecenderungan lahiriah dan batiniah, atau antara mengikuti hukum (syariat) dan spiritual (tasawuf). Sebab, ada kalanya kaum yang cenderung pada syariat menolak tasawuf, dan kaum yang cenderung pada tasawuf merasa syariat sudah tidak penting atau sudah tidak maqam.
Junaid sebagai ulama sufi sekaligus ahli fiqih memiliki jalan moderat: tidak menafikan salah satu antara keduanya. Fiqih dan tasawuf, lahiriah dan batiniah, harus berjalan beriringan.
Jika diibaratkan komputer, maka Junaid sejatinya berprinsip bahwa antara hardware (lahir) dan software (batin) harus berjalan beriringan dan tidak bisa dinafikan salah satunya.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Imam Junaid, sebagaimana dikutip oleh Abdul Wahhab As-Syaโrani:
ู ูุงู ุฑุถู ุงููู ุนูู ูููู ุฅุฐุง ุฑุฃูุช ุงูุตููู ูุนุจุฃ ุจุธุงูุฑู ูุงุนูู
ุฃูู ุจุงุทูู ุฎุฑุงุจ
Artinya, โImam Junaid RA mengatakan, โBila engkau melihat sufi mengabaikan lahiriyahnya, ketahuilah bahwa batin sufi itu runtuh,โโ (Abdul Wahhab As-Syaโrani, At-Thabaqul Kubra, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], juz I, hlm. 85).
Selain itu, ia juga tidak setuju dengan kaum yang hanya cenderung pada lahiriah melalui hukum fiqih saja tanpa peduli pada sisi batiniah melalui tasawuf, karena batiniah merupakan hal vital dari kehambaan manusia kepada Allah.
Adapun karya Junaid Al-Baghdadi masih menjadi perbedaan pendapat di kalangan ahli. Al-Hujwiri dalam Kasyful Mahjub mengatakan bahwa karya Junaid adalah Amtsalul Qurโan, Rasail, dan Tashihul Iradah.
Karya yang telah hilang dalam sejarah di antaranya Tashih Iradah, Kitabul Munajat, Muntakhabul Asrar, Al-Mufarriqat, Hikayat, dan Al-Maโsurat โanil Junaid was Syibli wa Abi Yazid al-Busthami.
Ada juga yang mengatakan bahwa karya Junaid adalah Risalah Abul Qasim Al-Junaid ila Yusuf bin Al-Husain, Risalah fis Syukr, Risalah al-Faqah, Kitabul Qashd ila Allah, Maโaliul Himam, dan As-Sirr fi Anfasis Shufiyyah.
Dalam kitab Rasail yang merupakan kumpulan catatan yang diyakini dari Junaid, disusun oleh Ali Hassan Abdul Qadir pada tahun 1988, Junaid memiliki teori tasawuf berupa mitsaq (perjanjian agung), fana (peleburan), dan tauhid (penyatuan).
Junaid Al-Baghdadi di Aswaja: Bukan Kitabnya, Melainkan Prinsipnya
Kembali pada pertanyaan awal: jika Imam Al-Ghazali dikenal sebagai rujukan Aswaja karena dominasi karyanya di pesantren, lantas bagaimana dengan Imam Junaid Al-Baghdadi?
Pertama, dokumentasi karya Junaid tidak sebaik karya Al-Ghazali. Masa kehidupan Imam Junaid yang lebih dahulu (w. 910 M) daripada Al-Ghazali (w. 1111 M) menjadi salah satu sebab karyanya lebih sulit dipastikan. Hal ini bisa jadi alasan mengapa pesantren secara umum tidak mengkaji karya Imam Junaid.
Kedua, prinsip tasawuf yang moderat. Meskipun tidak melalui karya tulis sebagai literatur primer dalam kurikulum pesantren, prinsip-prinsip tasawuf Junaid yang tidak bertentangan dengan syariat serta berpegang pada Al-Qurโan dan Sunnah inilah yang menjadi landasan kuat ajarannya dipilih sebagai rujukan.
Prinsip ini relevan dengan ajaran tasawuf Al-Ghazali, yang juga mengintegrasikan antara fiqih dan tasawuf. Artinya, kendati secara tidak langsung, secara genealogis, ajaran Junaid dan Al-Ghazali memiliki kesinambungan prinsip yang kuat.
Dari kedua hal ini, dapat disimpulkan bahwa Imam Junaid Al-Baghdadi menjadi tokoh utama dalam tasawuf Aswaja, terutama Aswaja An-Nahdliyyah, lebih karena prinsipnya daripada karya tulisnya. Namun, hal ini tidak menafikan keberadaan karyanya sebagai bukti sejarah. Wallahu aโlam.
Ustadz Izzulhaq At Thoyyibi, Alumni PP Hidayatush Sholihin Jenu Tuban.ย
Terpopuler
1
Aliansi Masyarakat Pati Bersatu Tetap Gelar Aksi, Tuntut Mundur Bupati Sudewo
2
Harlah Ke-81 Gus Mus, Ketua PBNU: Sosok Guru Bangsa yang Meneladankan
3
Obat bagi Jiwa yang Kesepian
4
Innalillahi, A'wan Syuriyah PWNU Jabar KH Awan Sanusi Wafat
5
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
6
RMINU Jakarta Komitmen Bentuk Kader Antitawuran dengan Penguatan Karakter
Terkini
Lihat Semua