Tasawuf/Akhlak

Antara Kenaikan Gaji Guru dan Peningkatan Kompetensi 

Kam, 29 Februari 2024 | 12:00 WIB

Antara Kenaikan Gaji Guru dan Peningkatan Kompetensi 

Ilustrasi Antara Kenaikan Gaji Guru dan Peningkatan Kompetensi  (NU Online - Muhammad Faizin)

Isu kenaikan gaji guru menjadi salah satu berita yang hangat diperbincangkan, bahkan menjadi topik pembahasan dalam Debat Kandidat Capres dan Cawapres 2024, seperti tuntutan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) untuk diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), aspirasi untuk menyetarakan gaji guru honorer dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan menaikkan gaji guru di seluruh Indonesia. 
 

Pun demikian, peningkatan kompetensi dan kualitas guru juga semestinya diperhatikan, mengingat berbagai kenakalan dan bahkan tindak kekerasan anak didik masih saja terjadi. Kompetensi dan kualiitas guru yang ideal sangat berperan bagi pencegahan dini dari kenakalan dan tindak kriminal anak didiknya.
 

Dalam catatan ulama, kualitas guru menentukan kualitas siswa. Jika guru tidak memiliki kompetensi dan kualitas yang ideal, maka pesan moral yang diajarkan tidak mampu mengubah sikap anak didik, sebagaimana dijelaskan Syekh Ibnu Jamaah Al-Kanani:


وإذا لم ينتفع العالم بعلمه فغيره أبعد عن الانتفاع
 

Artinya, "Jika orang berilmu tidak dapat mengambil manfaat dari ilmunya, apalagi orang lain, maka jauh lebih tidak dapat mengambil manfaatnya." (Ibnu Jamaah Al-Kanani, Tadzkiratus Sami' wal Mutakallim, [Beirut: Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2013], halaman 30).
 

Peningkatan kompetensi dan kualitas guru semestinya menjadi kesadaran personal seiring peningkatan gaji dan kesejahteraan yang diperolehnya dari berbagai skema. Baik guru yang berstatus pegawai negeri sipil, guru Inpassing, dan yang lain.
 

Merujuk Imam Malik, ilmu yang sejati sebenarnya bukan dari unsur banyaknya materi yang disampaikan dan konten yang dihafalkan, akan tetapi cahaya pencerahan di hati:


لَيْسَ الْعِلْمُ بِكَثْرَةِ الرِّوَايَةِ إنَّمَا الْعِلْمُ نُوْرٌ يَضَعُهُ اللهُ فِي الْقَلْبِ
 

Artinya, “Ilmu sejati bukanlah dengan banyaknya riwayat, tetapi ilmu sejati adalah cahaya yang terpatri dalam hati.” (Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qari, Mirqatul Mafatih, [Beirut: Daul Kutub Al-'Ilmiyah: 2001], halaman 66).

 

Dari sini dibutuhkan guru yang memiliki kompetensi dan kualitas yang ideal. Pendidik yang mampu memancarkan cahaya pencerahan hati kepada peserta didik dengan mutiara keikhlasan dan kejujuran, dimana keduanya adalah faktor yang sangat dominan dalam keberhasilan proses pembelajaran, sebagaimana disampaikan oleh Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad:


كَلَامُ أهْلِ الإخْلاصِ وَالصِّدْقِ نُوْرٌ وَبَرَكَةٌ وَاِنْ كَانَ غَيْرَ فَصِيْحٍ
 

Artinya, “Perkataan orang ikhlas dan jujur adalah cahaya dan keberkahan, walaupun tidak fasih.” (Abdullah bin Alawi Al-Haddad, Al-Hikam Al-Haddadiyah, dalam Syarhul Hikam Al-Haddadiyah, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2021], halaman 82).
 

Karenanya, banyaknya jumlah guru yang sejahtera secara finansial bukan jawaban tunggal dari problem pendidikan. Bukan pula penyelesaian akhir dari persoalan peserta didik saat ini. 
 

Dalam konteks fiqih, menerima gaji bagi seorang guru memang bukan tindakan yang menyalahi aturan. Dia diperbolehkan mengambilnya meskipun dijadikan persyaratan dalam melangsungkan proses mengajar, sebagaimana penjelasan berikut:


وَذَهَبَ عَطَاء وَمَالِك وَالشَّافِعِيّ وَأخَرُوْنَ الى جَوَازِهَا إنْ شَارَطَهُ وَاسْتَأجَرَهُ إجَارَةً صَحِيْحَةً
 

Artinya, ”Atha’, Malik, As-Syafi’i dan yang lain berpendapat boleh mengambil upah mengajar al-Qur’an, jika ia mensyaratkannya dan orang menyewa jasanya dengan akad sewa yang sah.”
 

Sementara Az-Zuhri dan Abu Hanifah tetap membolehkannya meskipun tanpa tidak disyaratkan dalam akad. (Abdul Hamid Kisyk, Fi Rihabit Tafsir, [Al-Maktabul Mishri Al-Hadits], juz XXX, halaman 8216). 
 

Namun jika profesi mengajar ditransaksikan sebagai akad sewa, sedangkan guru tidak memiliki kualitas yang baik sesuai dengan kriteria pendidik yang sebenarnya, maka hasil gajinya bisa jadi tidak legal. 
 


Dengan demikian, peningkatan gaji guru dan peningkatan kualitas personalnya perlu diseimbangkan, demi mencerdasakan generasi bangsa lahir dan batin secara ideal. Wallahu a'lam.

    

Ustadz Muqoffi, Guru Pesantren Gedangan dan Dosen IAI NATA Sampang Madura