Masalah ini pernah disampaikan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam berikut ini:
Artinya, “Allah membatasi ibadah pada waktu-waktu tertentu agar sikap menunda-nunda tidak menghalangimu darinya. Ia juga meluaskan bagimu waktu ibadah agar kau tetap mempunyai andil untuk memilih.”
Syekh Syarqawi yang menjelaskan bahwa penentuan jadwal ibadah wajib dimaksudkan agar orang tidak lagi punya alasan menunda dengan mengatakan, “Aku akan shalat setelah urusanku selesai,” karena waktu ibadah sendiri terbatas.
Artinya, “(Allah membatasi ibadah) wajib, yaitu sembahyang lima waktu, dan ibadah wajib lainnya (pada waktu-waktu tertentu) dengan waktu yang sudah ditentukan. Allah tidak membebaskan waktu ibadah wajib itu (agar sikap menunda-nunda tidak menghalangimu darinya). Seandainya Allah membebaskan waktu ibadah dan tidak menentukan waktunya, niscaya penundaan menyebabkanmu lalai dari ibadah wajib tersebut. Kau merasa segan dan berkata, ‘Nanti, sampai selesai urusanku, baru aku shalat’ karena waktunya yang begitu luas. Boleh jadi siang dan malam berlalu sementara kau belum mengerjakan ibadah wajib tersebut. Lain halnya jika ibadah wajib itu ditentukan waktunya. Penentuan waktu itu yang menyebabkan kau untuk berusaha menunaikannya dan menghalangimu dari luputnya,” (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, [Indonesia, Al-Haramain: 2012 M], juz II, halaman 31).
Meski jadwal ibadah wajib itu ditentukan, Allah melapangkan waktu ibadah tersebut. Allah memberikan kelapangan waktu agar hamba-Nya memiliki pilihan untuk mengerjakan di awal atau di akhir waktu.
Kecuali itu, kelapangan waktu sebuah ibadah wajib itu memungkinkan seseorang bukan sekadar melaksanakannya, tetapi juga menunaikan ibadah itu sebaik-baiknya. Dengan waktu yang memadai, seseorang dapat menyiapkan segala sesuatunya, berusaha membulatkan pikiran dan mengupayakan diri menjadi sadar sedang bersaman-Nya sebagaimana dikatakan Syekh Syarqawi berikut ini.
Artinya, “(Allah juga meluaskan bagimu waktu ibadah), dalam arti Allah memanjangkan waktu ibadah wajib itu, tidak mempersempitnya (agar kau tetap mempunyai andil untuk memilih). Ini yang memungkinkanmu untuk mengerjakan ibadah wajib itu di awal waktu, di tengah, atau di akhir waktu. Kau tidak dianggap sebagai orang yang menyia-nyiakan ibadah ketika kau mengerjakannya di akhir waktu misalnya. Keluasan waktu juga memantapkanmu untuk mengerjakan ibadah wajib itu dengan jalan sempurna,” (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, [Indonesia, Al-Haramain: 2012 M], juz II, halaman 31).
Jadi, penentuan waktu ibadah wajib oleh Allah mengandung maslahat dan manfaat yang berpulang bukan kepada Allah, tetapi kepada hamba-Nya. Penentuan waktu ibadah wajib itu sendiri jangan diartikan sebagai sebuah kekejaman Allah, tetapi justru karena kasih dan sayang-Nya kepada para hamba-Nya. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menata Pola Hidup Positif Pasca-Ramadhan
2
Khutbah Jumat: Meraih Pahala Berlimpah dengan Puasa Syawal
3
Khutbah Jumat: Syawal, Menjalin Silaturahmi dan Memperkokoh Persatuan Bangsa
4
Hukum Mengulang Akad Nikah karena Grogi
5
Kalahkan Australia 1-0, Timnas Indonesia Berpeluang Lolos Fase Grup Piala Asia U-23 2024
6
Sejarah Awal Berdirinya Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon
Terkini
Lihat Semua