Tasawuf/Akhlak

Operasi Kecantikan dan Akhlak Bertuhan

Jum, 6 Januari 2023 | 17:00 WIB

Operasi Kecantikan dan Akhlak Bertuhan

Operasi kecantikan juga masuk dalam kajian keagamaan. (Ilustrasi: NU Online/preefik)

Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk fisik yang baik. Manusia diberikan pancaindra yang dapat menunjang kehidupannya. Akan tetapi, sebagian manusia tak puas dengan bentuk fisik yang Allah berikan dan ingin mengubah bentuk fisiknya menjadi lebih indah.


Selain itu, sebagian manusia juga tak memiliki bentuk fisik yang normal seperti tumbuhnya jumlah jari-jemari lebih banyak atau tumbuhnya organ tambahan yang tidak pada tempatnya.


Dalam hal ini, kedokteran modern hadir menawarkan operasi kecantikan sebagai solusinya. Lantas, apakah praktik operasi kecantikan bertentangan dengan larangan mengubah ciptaan Allah dalam hadits


عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ ، وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ ، وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ ، الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ ، مَا لِى لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُولُ اللَّهِ وَهْوَ فِى كِتَابِ اللَّهِ (وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ 


Artinya, “Dari Ibnu Mas’ud bahwa beliau mengatakan ‘Allah melaknat perempuan yang membuat tato, perempuan yang meminta ditato, orang yang mencukur habis alis, merenggangkan gigi untuk tujuan kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah, kenapa saya tidak melaknat orang yang dilaknat Rasulullah sementara dalam termaktub dalam kitabullah (Al-Qur’an) …Dan sesuatu yang dari rasul maka ambillah..” (HR Bukhari).


Dalam hal ini, kita perlu mencari batasan (dhabit) larangan mengubah ciptaan Allah. Hal ini dikarenakan mengubah ciptaan Allah memiliki pengertian dan cakupan yang sangat luas. Sehingga kita sangat butuh batasan perkara yang dilarang dan perkara yang diperbolehkan dalam koridor mengubah ciptaan Allah.


Pertama, imam an-Nawawi memberikan batasan (dhabit) larangan mengubah ciptaan Allah dari tujuannya. Seandainya tujuannya adalah alasan kecantikan maka diharamkan. Misal, operasi kecantikan agar hidung terlihat lebih mancung ataupun bentuk wajah lebih tirus.


Sedangkan, seandainya tujuannya adalah kebutuhan untuk pengobatan ataupun menghilangkan cacat maka diperbolehkan. Misal contoh, operasi kecantikan bagi korban kecelakaan ataupun bagi yang cacat fisik permanen agar wajah ataupun anggota tubuh lainnya berfungsi dengan lebih baik.


فَمَعْنَاهُ يَفْعَلْنَ ذَلِكَ طَلَبًا لِلْحُسْنِ ، وَفِيهِ إِشَارَة إِلَى أَنَّ الْحَرَام هُوَ الْمَفْعُول لِطَلَبِ الْحُسْن ، أَمَّا لَوْ اِحْتَاجَتْ إِلَيْهِ لِعِلَاجٍ أَوْ عَيْب فِي السِّنّ وَنَحْوه فَلَا بَأْس وَاللَّه أَعْلَم .


Artinya, “Maka, maknanya adalah mereka (perempuan) melakukan hal tersebut (dalam hadits) dengan tujuan kecantikan. Hal ini sebagai isyarat bahwa keharaman dalam hal ini karena tujuan kecantikan. Seandainya ia membutuhkan hal tersebut dengan alasan pengobatan atau menghilangkan cacat pada gigi atau sesamanya maka diperbolehkan,” (An-Nawawi, Kitab Majmu’ syarh Muhadzab [Kairo: Dar Ihya’ Turats Arabi, 2008] juz XIV, halaman 107).


Kedua, imam al-Qurthubi memberikan batasan (dhabit) larangan mengubah ciptaan Allah dari dampak yang diberikan. Seandainya dampak yang diberikan permanen maka diharamkan. Misal, operasi wajah ataupun anggota tubuh lainnya yang bersifat permanen.


Seandainya dampak yang diberikan tidak permanen dan hanya bertahan sementara waktu saja maka diperbolehkan. Misal, memakai celak agar mata terlihat lebih tajam ataupun smoothing untuk meluruskan rambut yang bersifat temporer.


هذا المنهي عنه إنما هو فيما يكون باقيا، لانه من باب تغيير خلق الله تعالى، فأما مالا يكون باقيا كالكحل والتزين به للنساء فقد أجاز العلماء ذلك مالك وغيره


Artinya, “Larangan ini (dalam hadits) adalah sekiranya perubahan tersebut bersifat permanen karena termasuk bentuk mengubah ciptaan Allah. Seandainya bersifat tidak permanen seperti memakai celak dan perkara lain yang dipakai untuk berhias bagi perempuan maka para ulama membolehkan seperti imam Malik dan selainnya” (Al-Qurthubi, Kitab al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [Kairo: Dar al-Kutub al-Misriyyah, 2003] juz V, halaman 392).


Selain itu, Dr. Musthofa al-Bugha juga menambahkan bahwa larangan dalam hadits ini karena mengandung unsur penipuan dan kebohongan. Pada kenyataanya, operasi kecantikan bertujuan mengubah bentuk fisik sehingga tidak seperti aslinya. Terkadang, seorang yang telah melakukan operasi plastik tidak dapat dikenali lagi oleh orang-orang di sekitarnya karena perubahan yang sangat signifikan dalam waktu yang singkat.


والحكمة من هذا التحريم لكلٍّ من الوشم، والنمص والتفليج، إنما هي ما جاء مصرَّحاً به في الحديث السابق، وهو تغيير خلق الله سبحانه وتعالى، ولأنه تزوير، وتدليس، وإبهام بغير ما عليه الأمر في واقع الحال.


Artinya, “Hikmah dari keharaman mentato, mencukur habis alis, dan merenggangkan gigi yang terdapat pada hadits adalah adanya mengubah ciptaan Allah dan karena hal tersebut merupakan penipuan, pemalsuan, dan menyamarkan dari keadaan yang sebenarnya,” (Dr.Musthofa al-Bugha, Kitab al-Fiqhul Manhaji ‘ala Mazhabil Imam asy-Syafi’i [Damasqus: Dar al-Qalam, 2005] juz III, halaman 103).


Walhasil, tidak semua bentuk mengubah ciptaan Allah diharamkan. Ada banyak bentuk perawatan tubuh yang termasuk mengubah ciptaan Allah dan diperbolehkan dalam agama islam. Misal, memotong sebagian kulit kelamin dalam praktik khitan, memotong kuku, rambut kepala ataupun rambut kemaluan. Begitu juga, melubangi telinga sebagai tempat menggantungkan anting-anting bagi perempuan.


وليس من تغيير خلق الله التصرّف في المخلوقات بما أذن الله فيه فإنّ الختان من تغيير خلق الله ولكنّه لفوائد صحيّة ، وكذلك حَلق الشعر لفائدة دفع بعض الأضرار، وكذلك ثقب الآذان للنساء لوضع الأقراط والتزيّن.


Artinya, “Dan tindakan pada makhluk yang diperbolehkan oleh Allah bukan termasuk dalam (larangan) mengubah ciptaan Allah. Karena khitan termasuk mengubah ciptaan Allah akan tetapi memiliki manfaat kesehatan. Begitu juga, mencukur rambut karena adanya manfaat menolak sebagian bahaya (dalam kesehatan). Begitu juga, melubangi telinga bagi perempuan dengan tujuan menggantungkan anting-anting dan berhias” (Muhammad Ibnu ‘Asyur, Kitab At-Tahrir wat Tanwir [Tunisia: Dar at-Tunisia, 2011], juz V, halaman 205).


Simpulannya di sini adalah operasi kecantikan dengan tujuan mengubah fisik agar terlihat lebih cantik adalah dilarang karena termasuk bentuk tidak mensyukuri atas karunia fisik yang telah diberikan oleh Allah. Dan hal ini adalah salah-satu bisikan setan. Sebagaimana dalam ayat Al-Qur'an


وَلَأُضِلَّنَّهُمۡ وَلَأُمَنِّیَنَّهُمۡ وَلَـَٔامُرَنَّهُمۡ فَلَیُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ وَلَـَٔامُرَنَّهُمۡ فَلَیُغَیِّرُنَّ خَلۡقَ ٱللَّهِۚ وَمَن یَتَّخِذِ ٱلشَّیۡطَـٰنَ وَلِیّا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدۡ خَسِرَ خُسۡرَانا مُّبِینا 


Artinya, "Dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya),dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya). Barang siapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata," (Qs. An-Nisa ayat 119)


Tingginya angan-angan agar terlihat cantik bagaikan artis membuat banyak manusia melegalkan segala cara termasuk dengan operasi kecantikan. Padahal, kecantikan fisik hanya bertahan sementara waktu sedangkan kecantikan akhlak dan adab tak akan sirna dengan berjalannya waktu.


Obat dari ketidakpuasan atas karunia fisik yang Allah berikan adalah dengan menyemai sifat ridha dan ikhlas dengan karunia kecantikan yang Allah berikan. Sifat ridha dengan yang Allah berikan akan membuat kita diberkahi oleh Allah. Sebagaimana dalam hadits


قال رسول الله أنَّ اللهَ يَبْتَلِي عَبْدَهُ بِما أعْطاهُ، فَمَن رَضِيَ بِما قَسَمَ اللهُ لَهُ، بارَكَ اللهُ لَهُ فِيهِ، ووَسَّعَهُ، ومَن لَمْ يَرْضَ لَمْ يُبارِكْ لَهُ


Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah menguji hamba-Nya dalam perkara yang Allah berikan, barang siapa yang ridha dengan pemberian yang Allah tetapkan, maka Allah memberkahinya di dalamnya (perkara yang telah Allah berikan), Allah luaskan (rezekinya). Dan barang siapa yang tidak ridha maka tidak Allah memberkahinya," (HR Ahmad).


Ustadz Muhammad Tholchah al-Fayyad, Mahasiswa Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.