Syariah

Nabi pun Tertawa saat Sahabat Mengimami Shalat usai Junub dan Tayamum

Ahad, 25 Juli 2021 | 23:00 WIB

Nabi pun Tertawa saat Sahabat Mengimami Shalat usai Junub dan Tayamum

“Saya bermimpi basah pada sautu malam yang sangat dingin dalam perang Dzat as-Salasil. Jika saya mandi maka saya khawatir akan mati, sehingga saya bertayammum." (ilustrasi: via g2red.org)

Rasulullah adalah panduan orang-orang Islam dalam menjalankan syariat agama. Ada saatnya Rasulullah mendidik para sahabatnya dengan teguran, jika ada di antara mereka yang tanpa kapasitas memadai sembrono berijtihad, dan ada kalanya Rasulullah tersenyum bahkan tertawa merespons tindakan kreatif para sahabatnya. 


Berikut ini adalah tawa Rasulullah merespons keadaan dan tindakan yang tidak lazim salah seorang sahabatnya, yaitu 'Amr bin Ash.


Ceritanya pada masa perang Dzati Salasil (nama sebuah lembah di balik Wadil Qura; mata air di wilayah Judzam yang disebut As-Salasil), yang terjadi pada Jumadal Akhir pada tahun kedelapan Hijriyah, 'Amr bin Ash di suatu malam bermimpi basah. Kemudian karena kedinginan, ia berinisiatif (berijtihad) tayamum sebagai ganti dari mandi besar. Inilah yang membuat Rasulullah Muhammad tertawa.


Kisah tentang ‘Amr bin ‘Ash yang bertayamum ketika sedang junub ini diriwayatkan antara lain oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Abu Dawud dalam Sunannya.


Dalam Shahihul Bukhari riwayat ini disebutkan setelah hadits yang bernomor 344, dengan bab "Idza khafa al-junubu 'ala nafsihil maradha awil mawta aw khafal athasya tayammama," (Jika seorang junub khawatir sakit, mati kepada dirinya, atau khawatir kehausan, maka ia bertayamum). 


Dalam Sunan Abi Dawud, pada bab "Idza khafal junubu al-barda, atayammama?" (Ketika seorang Junub khawatir kedinginan apakah ia bertayamum?), juz I, hadits bernomor 334, kisahnya sebagai berikut:


Ia berkata, “Saya bermimpi basah pada sautu malam yang sangat dingin dalam perang Dzat as-Salasil. Jika saya mandi maka saya khawatir akan mati, sehingga saya bertayammum. Kemudian saya shalat Shubuh dengan para sahabatku. Mereka kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah Muhammad. Beliau kemudian bertanya,”


يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ؟


Artinya,“Wahai ‘Amr, engkau shalat dengan para sahabatmu sedangkan engkau dalam keadaan junub?”


Amr bin ‘Ash berkata, “Maka saya ceritakan kepada beliau sebab yang menghalangiku untuk mandi besar. Kemudian saya katakan, ‘Saya mendengar Allah berfirman,’”


وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا


Artinya, “Janganlah kalian membunuh diri kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian,” (Surat An-Nisa’ ayat 29).


Maka Rasulullah Muhammad pun tertawa dan tidak berkata apapun.


Dalam riwayat Imam Bukhari, respons Rasulullah terwakili dengan redaksi فلم يُعَنِّف (maka Rasulullah tidak mencela). 


Menyikapi hadits ini, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany (Fathul Bary Syarah Shahih Al-Bukhari, juz II, halaman 406, cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut) menyatakan bahwa tindakan Amr bin Ash ini adalah kategori ijtihad di masa Rasulullah (masih hidup).


Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah membiarkan, menetapkan, dan membenarkan ijtihad yang dilakukan oleh ‘Amr ibn ‘Ash, pemimpin peperangan Dzati Salasil. Andai 'Amr bin Ash berbuat salah, tentu Rasulullah akan menegurnya. Nyatanya justru Rasulullah tidak mencela, bahkan merespons dengan tertawa.


Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan,


فكَانَ ذلِك تقْريرا دالّا على الجواز


Artinya, "Yang demikian itu adalah bentuk penetapan Rasulullah Muhammad yang menunjukkan kebolehan (tayamum bagi orang khawatir dengan penggunaan air yang bisa membinasakan)."


Al-Asqalany juga menarik kesimpulan, imam yang shalatnya dengan tayammum itu sah dan boleh menjadi imam bagi makmum yang shalatnya dengan berwudhu. Wallahu a’lam.


Ustadz Yusuf Suharto, pegiat Aswaja NU di Jawa Timur