Talak Pada Masa Jahiliah: Suami Bisa Ceraikan Istri Seribu Kali
Senin, 23 Juni 2025 | 13:00 WIB
Perceraian atau talak merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat Arab sebelum Islam datang. Namun, cara mereka mempraktikkannya sangat tidak berkeadilan, terutama bagi kaum perempuan. Pada masa jahiliah, talak bukan hanya menjadi hak mutlak suami, tetapi juga bisa dilakukan berulang kali tanpa batas. Akibatnya, perempuan hidup dalam ketidakpastian dan ketertindasan yang berlangsung terus-menerus tanpa perlindungan hukum yang jelas.
Dalam masyarakat jahiliah, seorang laki-laki bisa menceraikan istrinya berkali-kali, bahkan seribu kali, selama masa 'iddah (waktu tunggu bagi istri setelah diceraikan) istri belum selesai. Setiap kali masa 'iddah hampir habis, suami bisa rujuk kembali, lalu menceraikannya lagi. Begitu terus berulang. Praktik ini tidak hanya menyiksa secara emosional, tetapi juga menjadikan perempuan seperti "tawanan rumah tangga" tanpa hak untuk benar-benar bebas dari suaminya.
Praktik semacam itu terjadi karena tidak adanya pembatasan jumlah talak. Yang penting bagi mereka hanyalah masa 'iddah. Selama masa itu belum berakhir, suami tetap berhak untuk mengambil kembali istrinya, meskipun ia sudah menceraikannya berulang-ulang. Tidak ada perlindungan bagi perempuan dari perilaku semena-mena seperti ini. Terkait hal ini, Imam Fakhruddin ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib menjelaskan,
المَسْأَلَةُ الأُولَى: كانَ الرَّجُلُ فِي الجَاهِلِيَّةِ يُطَلِّقُ امْرَأَتَهُ، ثُمَّ يُرَاجِعُهَا قَبْلَ أَنْ تَنْقَضِيَ عِدَّتُهَا، وَلَوْ طَلَّقَهَا أَلْفَ مَرَّةٍ، كَانَتِ القُدْرَةُ عَلَى المُرَاجَعَةِ ثَابِتَةً لَهُ. فَجَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، فَشَكَتْ أَنَّ زَوْجَهَا يُطَلِّقُهَا وَيُرَاجِعُهَا، يُضَارُّهَا بِذَلِكَ، فَذَكَرَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ذَلِكَ لِرَسُولِ اللهِ ﷺ، فَنَزَلَ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿ٱلطَّلَاقُ مَرَّتَانِ﴾.
Artinya, "Masalah pertama: Pada masa jahiliah, seorang laki-laki bisa menceraikan istrinya, lalu merujuknya kembali sebelum masa 'iddah sang istri berakhir. Bahkan jika ia menceraikannya seribu kali, ia tetap memiliki hak untuk merujuknya selama masa iddah belum selesai."
"Suatu ketika, seorang perempuan datang kepada 'Ā'isyah ra. dan mengeluhkan bahwa suaminya terus-menerus menceraikannya lalu merujuknya kembali, hanya untuk menyakitinya. 'Ā'isyah kemudian menyampaikan hal itu kepada Rasulullah ﷺ. Maka turunlah firman Allah ta'ala: {ٱلطَّلَاقُ مَرَّتَانِ} ("Talak itu dua kali..." – QS al-Baqarah: 229)" (Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Darul Fikr, 1981], juz VI, h. 103)
Penjelasan Ar-Razi ini menyinggung satu kisah nyata yang menjadi latar turunnya Al-Baqarah ayat 229 tentang pembatasan talak terjadi di masa Nabi Muhammad ketika awal-awal Islam. Disebutkan, ada seorang perempuan datang kepada Aisyah radhiyallahu 'anha dan mengadu bahwa suaminya sering menceraikannya, lalu merujuknya sebelum masa iddah habis. Itu dilakukan berulang kali, tanpa niat memperbaiki hubungan. Aisyah lalu menyampaikan keluhan itu kepada Nabi.
Dari peristiwa ini, turun firman Allah berikut:
اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ.
Artinya, "Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan batas-batas ketentuan Allah."
"Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan batas-batas (ketentuan) Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah, janganlah kamu melanggarnya. Siapa yang melanggar batas-batas (ketentuan) Allah, mereka itulah orang-orang zalim." (QS. Al-Baqarah [2]: 229)
Ayat ini menghapus tradisi talak sebelum Islam dengan membatasi hanya bisa terjadi tiga kali talak dalam satu pernikahan. Talak pertama dan kedua masih memperbolehkan rujuk tanpa akad baru, namun talak ketiga mengakibatkan perpisahan total (ba'in kubra), dan tak bisa dirujuk kecuali setelah menikah sah dengan pria lain. Prinsip ini menjadi dasar penting dalam hukum keluarga Islam untuk membatasi kekuasaan suami serta menjaga keadilan dalam hubungan pernikahan.
Berangkat dari tradisi talak pada masa jahiliah yang kemudian praktiknya diluruskan oleh Islam, melansir CBC Egypt, Mufti Darul Ifta Mesir Syekh Ahmad Thayyib menegaskan bahwa adanya aturan pembatasan talak dalam syariat Islam menunjukkan bahwa agama ini memberikan kebebasan dan perlindungan kepada perempuan. Dari yang tadinya seolah menjadi "tawanan rumah tangga", kini perempuan memiliki hak yang diakui dan dilindungi serta jalan keluar yang adil dari pernikahan yang merugikan.
Kisah kelam talak pada masa jahiliah menjadi bukti pentingnya syariat dalam menata kehidupan rumah tangga yang adil. Islam hadir membatasi kekuasaan sewenang-wenang suami serta memulihkan martabat perempuan yang dahulu terpinggirkan. Dengan membatasi talak hanya tiga kali, Islam menegaskan bahwa pernikahan bukan sekadar ikatan kuasa, tapi ruang tanggung jawab dan penghormatan bagi kedua belah pihak. Wallahu a'lam.
Ustadz Muhamad Abror, dosen filologi dan sejarah Islam Ma'had Aly Sa'iidusshiddiqiyah Jakarta.